Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Tanpa bahasa, kebudayaan akan sulit diterjemahkan dan diterima oleh generasi penerus karenanya bahasa bersifat simbolis. Hal tersebut mengandung arti bahwa melalui bahasa, suatu perkataan dapat melambangkan arti apapun, meskipun hal atau benda yang dilambangkan oleh kata tersebut tidak ada. Kebudayaan sendiri merupakan proses hasil belajar, di mana bahasa berperan vital di dalamnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki peran sebagai cara atau alat bagi orangtua dalam mewariskan kebudayaan dan bagi anak sebagai cara atau alat untuk mempelajari kebudayaan tersebut.
Bahasa sebagai sarana dan prasarana pendukung budaya berkembang sejalan dengan perkembangan budaya bangsa pemiliknya. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa perkembangan bahasa sejalan pula dengan perkembangan ilmu dan teknologi.Bahasa dapat digolongkan sebagai akar budaya bangsa karena berkaitan dengan pola pikir bangsa. Produk budaya tidak akan terwujud tanpa adanya bahasa yang menjadi sarana atau prasarana pendukungnya.Bahasa merupakan simbol yang digunakan manusia dalam bermasyarakat dan berinteraksi. Kemampuan manusia berbahasa juga membedakan manusia itu sendiri dengan hewan karena kemampuan tersebut lahir dari hasil penalaran akal pikiran manusia. Hewan hanya memiliki insting atau naluri saja. Manusia memiliki akal pikiran yang melahirkan kebudayaan melalui bahasa.
Berdasarkan daerahnya, wilayah Indonesia menurut Koentjaraningrat (1999) terdiri dari beberapa budaya lokal, yaitu :
a. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang sangat sederhana, dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya dalam kombinasi dengan berburu dan meramu. Contoh kebudayaan di Mentawai dan penduduk Pantai Utara Papua.
b. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau di sawah. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa komunitas petani. Contoh kebudayaan di Nias, Batak, penduduk Kalimantan Tengah, Minahasa, Flores dan Ambon.
c. Tipe masyarakat perkotaan mempunyai ciri-ciri pusat pemerintahan dengan sektor perdagangan dan industri yang lemah. Contoh budaya lokal masyarakat pada kota-kota kabupaten dan provinsi-provinsi di Indonesia.
d. Tipe masyarakat metropolitan yang mulai mengembangkan suatu sektor perdagangan dan industri, tetapi masih didominasi oleh aktivitas kehidupan pemerintahan. Contoh kebudayaan di daerah Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Palembang, dan lain-lain.
Hubungan antara suku bangsa tercermin dalam bentuk hubungan kebudayaan lokal dapat kita temukan dalam bentuk unsur-unsur kebudayaan berikut ini.
1. Hubungan Bahasa
Hubungan antara kebudayaan lokal, tercermin dalam bentuk persebaran bahasa daerah, sebagai unsur kebudayaan lokal. Merupakan dampak interaksi sosial antara kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaan. Misal: penduduk suku Jawa yang tinggal berbatasan dengan wilayah suku Sunda (Jawa Barat) antara lain Cilacap dan Brebes, memiliki ragam bahasa yang merupakan perpaduan antara bahasa Jawa dan Sunda.
2. Hubungan Sistem Kesenian
Jalinan interaksi sosial antar suku bangsa, biasa terjadi melalui kegiatan ekspansi, migrasi maupun perdagangan. Misal: perkembangan seni pertunjukan wayang, tidak hanya terbatas di lingkungan masyarakat Jawa saja, melainkan dapat dijumpai pada masyarakat Sunda dan Bali meskipun berbeda jenisnya. Demikian halnya dengan tari topeng. Perkembangan tari topeng dapat dijumpai dalam kebudayaan masyarakat Betawi, Sunda, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
3. Hubungan Sistem Teknologi
Kebudayaan lokal melalui proses migrasi maupun interaksi perdagangan, telah terjadi saling memengaruhi. Misal: kehidupan suku terasing yang hidup di pedalaman akhirnya akan mampu menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat luar yang lebih modern, setelah mereka membuka diri menjalin interaksi sosial dengan masyarakat luar.
Bahasa lisan sering berpadu dengan ragam dialek. Ragam dialek adalah ragam yang berkaitan dengan daerah pemakai bahasa.Penggunaan dialek dilakukan dalam suasana penggunaan bahasa tidak resmi atau santai. Bahasa lisan yang mengandung dialek dipakai dalam percakapan-percakapan yang tidak resmi, misalnya percakapan pada waktu istirahat, menonton pertandingan sepakbola, film, wayang, dan antaranggota keluarga di rumah. Dialek adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama.
Dialek dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
Dialek regional, yaitu dialek yang ciri-cirinya dibatasi oleh tempat, misalnya dialek Melayu Menado dan Banyumas.
Dialek sosial, yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok tertentu misalnya dialek yang digunakan oleh wanita Jepang.Dialek temporal, yaitu dialek dari bahasa-bahasa yang berbeda-beda dari waktu ke waktu misalnya Melayu Kuno dan Melayu Klasik.
Dialek tinggi, yaitu variasi sosial atau regional struktur bahasa yang diterima sebagai standar bahasa itu dan dianggap lebih tinggi.
Contoh perbedaan kata yang termasuk dalam daerah wilayah dialek Banyumasan.
Banten Utara | Cirebonan & Dermayon | Banyu-masan | Tegal, Brebes | Pemalang | Solo/ Yogya | Sunda | Indonesia |
kita | kita/ reang/ ingsun/ isun | inyong/ nyong | inyong/ nyong | nyong | aku | kuring | aku/ saya |
sire | sira | rika | koen | koe | kowe | maneh | kamu |
pisan | pisan | banget | nemen/ temen | nemen/ temen/ teo | tenan | pisan | sangat |
keprimen | kepriben/ kepriwe | kepriwe | kepriben/ priben/ pribe | keprimen/ kepriben/ primen/ prime/ priben/ pribe | piye/ kepriye | kumaha | bagaimana |
ore | ora/ beli | ora | ora/ belih | ora/ beleh | ora | henteu | tidak |
manjing | manjing | mlebu | manjing/ mlebu | manjing/ mlebu | mlebu | asup | masuk |
arep | arep/ pan | arep | pan | pan/ pen/ ape/ pak | arep | arek | akan |
Bagian ini merujuk secara langsung dari buku Folklor Indonesia karya James Danandjaja. Pemahaman mengenai folklor sangat diperlukan sebelum seseorang membahas mengenai tradisi lisan. Konsep folklor sangat berkaitan erat dengan tradisi lisan, bahkan sering dipersamakan pengertiannya dengan tradisi lisan.
Contoh tradisi lisan di daerah dan nusantara
1. Asal mula gunung Tangkuban Perahu (cerita rakyat dari Jawa Barat)
Sangkuriang mencintai Dayang Sumbi, yang ternyata ibu kandungnya. Sangkuriang berniat untuk memperistri Dayang Sumbi, namun ditolak terus oleh Dayang Sumbi. Karena desakan terus menerus akhirnya Dayang Sumbi mau diperistri namun dengan syarat. Syaratnya Sangkuriang membuatkan telaga di puncak gunung beserta perahunya, dalam waktu semalam. Ketika telaga hampir selesai (karena bantuan jin), Dayang Sumbi memukul penumbuk padi serta menyinari ayam dan ayam pun berkokok. Matahari terbit, para jin lalu menghilang dan telaga tidak selesai. Sangkuriang sangat marah karena merasa ditipu. Lalu ia menendang perahu sehingga perahu jatuh tertelungkup. Perahu tersebut menjadi gunung yang dinamakan Tangkuban Perahu.
2. Dongeng Si Kancil (dongeng dari Sumatra Selatan)
Kancil hewan cerdik, dan pintar. Seperti cerita mengenai kancil yang hendak menyebrang sungai yang banyak buayanya. Kancil mengatakan kepada buaya boleh memakan dirinya namun dia terlebih dulu akan menghitung jumlah buaya agar dia juga bisa memanggil temannya. Buaya berbaris berjejer dan kemudian kancil melompati mereka hingga ke sebrang sungai kemudian lari.
Jadi dapat disimpulkan persamaan dan perbedaan antara bahasa, dialek, dan tradisi biasanya disebabkan oleh letak geografis. Untuk daerah yang letak geografisnya berdekatan akan ada persamaan kata atau nada bicara, seperti contoh pada dialek banyumasan diatas. Hal ini biasa terjadi karena daerah yang berdekatan terjadi komunikasi antar masyarakatnya. Lalu untuk daerah yang letak geografisnya berjauhan terdapat berbagai macam perbedaan. Karena daerah mempunyai kondisi geografis yang berbeda yang menyebabkan munculnya bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang berbeda. Tradisi lisan setiap daerah pun mempunyai perbedaan karena cerita rakyat atau legenda berasal dari daerah masing-masing yang memperlihatkan kekhasannya. Ada unsur kepercayaan lokal masyarakat dan adat setempat.
Sumber:
Danandjaja, James. Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi Untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI SMA dan MA Program Bahasa. Jakarta: Pusat
Perbukuan.
Sukma, Ivon. 2012. Materi Antropologi XI SMA. ivonsukma.wordpress.com.