PARADIGMA TUGAS RELASI KONFLIK ANTARA PETUGAS KEAMANAN DENGAN PEDAGANG DI KOMPLEKS PASAR RAYA KOTA SALATIGA

Kali ini saya akan memposting aartikel tugas kuliah semester  2  pada mata kuliah  konflik dan integrasi mengenai konflik yang ada di konflik di kompleks pasar raya kota salatiga

Yuk, langsung saja membaca dan memahami isi artkel dibawah ini

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan suatu bidang pekerjaan yang masuk dalam pekerja sektor informal. Istilah sektor informal ini mula-mula diperkenalkan oleh Keith Hart yang merupakan hasil kajian mengenai aktifitas perekonomian yang unik di Accra dan Gana, yang menunjukkan adanya variasi yang besar dalam hal tersedianya peluang pendapatan legal dan illegal pada kelompok miskin masyarakat di perkotaan (Gilbert dan Gulger,1996:95)

            Penelitian yang dilakukan penulis adalah menfokuskan pada PKL yang keberadaannya kurang mendapat pegangan yang tepat oleh pemerintah. Berbagai penelitian penggusuran pedagang sudah banyak dilakukan yang menunjukkan keragaman dari berbagai segi. Hal ini tampak dari berbagai sudut pandang ilmu sosial, ekonomi, hukum, sosiologi, maupun antropologi seperti tampak dalam penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2012) mengenai eksistensi pedagang kaki lima, studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL. Penelitian tersebut dilakukan di tiga lokasi yakni din Sampangan, Basudewo, Kokrosono Semarang di mana ketiga tempat tersebut merupakan tempat berkumpulnya para PKL. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teori strukturasi. Hasil peneliktian menunjukkan bahwa normalisasi Sungai Kaligarang Banjir Kanal Barat memberi dampak penertiban, pemindahan, dari Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono. Hal ini kemudian menimbulkan konflik karena cara-cara yang dilakukan oleh Satpol PP yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah lebih senang menggunakan aksi pemaksaan dan kekerasan sehingga PKL berusaha melawan dengan cara membangun modal sosial sebagai wujud eksistensi keberadaan PKL di ketiga tempat tersebut. Elit pemerintah cenderung bersifat mengatur, mengendalikan, dan tak terlihat bersehabat dengan sektor informal, seperti PKL yanhg menjalankan usaha di pusat-pusat keramaian.

            Persamaan penelitian ini yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2012) terletak pada aksi penggusuran PKL yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan perbedaan penelitian ini juga terlihat. Yaitu penelitaian ini lebih menfokuskan pada konflik yang terjadi antara PKL dengan petugas keamanan pasar dan bukan mengenai modal sosial yang dibangun PKL untuk menunjukkan eksistensi keberadaan mereka di lokasi tersebut. Penelitian ini melihatb konflik yang terjadi antara PKL pagi dengan peihak pengelola pasar yaitu petugas keamanan pasar. Jadi penelitian tentang “Relasi Konflik antara Petugas Keamanan dengan Pedagang Pagi di Kompleks Pasar Raya Kota Salatiga” belum pernah diteliti dan peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Paradigma

            Menurut paradigma fakta sosial, perilaku manusia diatur oleh nilai, norma, dan alat kontrol sosial lainnya. Norma-norma dan pola nilai ini biasa disebut institution atau di sini diartikan dengan pranata. Sedangkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari individu dan sub kelompok dapat dibedakan, sering diartikan sebagai struktur sosial. Dengan demikian, struktur sosial dan pranata sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Salah satu teori yang masuk dalam paradigma fakta sosial adalah teori konflik. Sehingga, saya mengambil hasil penelitian berjudul “Relasi Konflik antara Petugas Keamanan dengan Pedagang Pagi di Kompleks Pasar Raya Kota Salatiga” karena sesuai termasuk dalam teori konflik.

            Sercara teoritispenelitian ini menggunakan teori konflik dari para tokoh Ralf Dehrendorf yang merumuskan perhatianya kepada struktur sosial yang lebih luas yaitumengenai Otoritas. Dehrendorf mengungkapkan bahwa mengungkapkan bahwa berbagai posisi dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda . Otorotas tidak terle’ak di dalam diri individu ,tetapi di dalam posisi. Konflik bisa terjadi antara berbagai posisi itu”sumber struktur konflik harus dicari di dalam tatanan peranan sosial yang berpotensi untuk mendominsi atau di tundukan”(Dahrendorf dalam Ritzer,2010:154)

            Otoritas secara tersirat menyatakan superordiasi dan subordinasi .Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan bawahan. Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada di sekitar mereka , bukan karena ciri-ciri psikologi mereka sendiri.Seperti otoritas ,harapan ini juga melekat pada posisi ,bukan pada orangnya. Karena itu seseorang yang berwenang dalam satu lingkungan tertentu tidak harus memegang posisi otoritas di dalam lingkungan yang lain. Begitu pula seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam satu kelompok , mungkin menempati posisi superordinat dalam kelompok lain, karena masyarakat tersusun dari sejumlah unit yang disebut asosiasi yang dikoordinasikan secara imperatif. Masyarakat terlihat sebagai asosiasi individu yng dikontrol oleh hierarki posisi otoritas . Karena masyarakat terdiri dari berbagai posisi ,seseorang individu dapat menempati posisi otoritas di satu unit dan menempati posisi subordinasi di unit lain. Otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang (Dahrefdorf dalam Ritzer,2010:155).

            Konsep kunci lain dari teori konflik Dahrendorf adalah tentang kepentingan.Kelompok yang berada di atas da yang berada di bawah didefinisikan berdasarkan kepentigan bersama.Sebagai mana dikatakan Dahrendorf ;

“Secara empiris ,pertentangan kelompok mungkin paling mudah dianalisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai-nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasaanya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan-hubungan sosial yang terkandung di dalamya”(Dahrendorf dalam poloma ,2004:135)

dalam setiap setiap konflik atau pertentangan umumnya dilihat berdasarkan status pihak-pihak yang berkonflik, antara siapa yang mempunyai kekuatan secara legal atas jabatan yang dimilikinya untuk menguasai kelompok yang tak mempunyai posisi secara legal. kepentingan yang dimiliki oleh kelompok atas ini merupakan wujud dari keabsahan dari kekuasaan yang dimilikinya. namun kepentingan dari kelompok bawah akan mengganggu kekuasaan yang dimiliki kelompok atas, sehingga mereka berupaya untuk mempertahankan status quo (kekuasaan, wewenang) sedangkan kelompok yang berada pada posisi subordinat berupaya mengadakan perubahan. ini berarti legitimasi otoritas yang dimiliki kelompok superordinat terancam.

                                    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lokasi Pasar Raya Salatiga

Secara astronomis kota salatiga terletak antara 110º27’81” sampai dengan 110º32’64” BT dan 007º17’19 Sampai dengan 007º17’23” LS berada di tengah-tengah wilayah kabupaten semarang ,memiliki ketinggian 450-800 di atas permukaan laut .Pasar Raya Salatiga berlokasi di jalan Jend Sudirman kota Salatiga. Letak pasar raya 1 dan pasar raya 2 ini berdampingan dan dipisahkan oleh jalan yang menuju ke pasar blawuran yang terletak disebelah timur pasar raya 1. Luas pasar raya 4.180 ,sedangkan pasar raya 2 memiliki luas 6.231.

Sejarah Pasar Raya Kota Salatiga

Salatiga merupakan kawasan yang dianggap penting bagi VOC. pada tahun 1746 VOC membangun benteng bernama Fort De Hersetller yang diambil dari nama kapal yang dipakai oleh Gustaaf Willem Baron Van Imhoff , kemudian benteng inlahi yang kemudian di yaikni menjadi lokasi pasar raya 1. Selain itu, Posisi tertinggi dalam struktur organisasi pasar Raya 1 diduduki oleh UPTD 1 yang membawahi posisi yang lain.

Keberadaan Pasar Pagi di kompleks Pasar Raya Kota Salatiga

Profil pedagang kaki lima pasar pagi

pasar Raya 1 Kota Salatiga merupakan salah satu pasar induk yang berada di kota Salatiga. pasar secara resmi dibuka mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. persyaratan utama yang harus dimiliki PKL untuk berdagang adalah mempunyai surat izin yang bernama Tanda Daftar Usaha (TDU). TDU ini berlaku satu tahun dan harus diperpanjang setiap tahunnya. barang dagangan yang dijual oleh PKL rata-rata adalah sembako, makanan ringan, jajan pasar, dan sayuran. namun menjelang hari raya banyak PKL yang menjual pakaian, tas, dan sepatu. PKL yang berjualan di kompleks Pasar Raya 1 Salatiga beranekaragam mulai dari laki-laki yang sudah tua, laki-laki muda, perempuan yang sudah berumahtangga maupun yang masih lajang.

faktor yang menjadi alasan mereka bekerja sebagai PKL di pasar pagi adalah karena alasan dekat dengan pasar dan latar belakang pendidikan mereka yang hampir sebagian besar adalah lulusan SD, sehingga mereka merasa bahwa tidak ada pekerjaan lain yang dapat mereka kerjakan selain bekerja menjadi pedagang, selain itu, juga bekerja sebagai pedagang yang tidak membutuhkan kemampuan berpikir yang tinggi melainkan dengan ketrampilan menjajakan barang dagangan dan bersikap ramah terhadap pembeli. alasan ini adalah pendapat yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Pola Kerja

PKL resmi terdaftar di UPT Pasar Raya 1 adalah 500 PKL namun kondisi di lapangan jumlah PKL adalah melebihi 500 PKL. mereka cukup dengan memiliki modal, kemampuan untuk berdagang, ketrampilan menjajakan barang dagangan dan fisik yang kuat. pola kerja yang dialami PKL pagi di Pasar Raya 1 Salatiga mempunyai perbedaan dengan pedagang lain. umumnya para pedagang yang bekerja di siang hari, sedangkan mereka harus bekerja dini hari dan berakhir pada pagi hari. PKL pasar pagi hanya libur di hari-hari tertentu saja, misalnya saat nyadran, hari pertama lebaran, dan pada saat mendapat musibah, karena barang yang dijual adalah barang yang dibutuhkan sehari-hari. pekerjaan mereka bukan hanya tidak mengenal libur tetapi juga tidak mengenal cuaca yakni berjualan secara tiba-tiba saat turun hujan, maka mereka harus siap dengan peralatan berjualan seperti payung besar agar barang dagangannya aman dari hujan. jam kerja PKL adalah jam 03.00 WIB sampai dengan pukul 06.30 WIB. jika melebihi jam tersebut maka PKL akan berurusan dengan petugas keamanan pasar yang bertugas menertibkan PKL.

Pola Interaksi

PKL lebih dituntut mempunyai sifat ramah kepada pembeli karena sifat yang ditunjukan PKL akan berimbas kepada kelangsungan usahanya. pada saat mereka harus meninggalkan pasar dan ada pembeli yang menghampiri maka mereka harus berusaha sabar dan melayani pembeli tersebut. walaupun tempat berjualannya berdekatan namun sistem kerja mereka individual. tidak ada kerjasama antara PKL karena untung rugi dari pekerjaan tersebut adalah dari masing-masing.

Bentuk-bentuk Konflik

konflik menurut Hocker dan Wilmot (1978), biasanya terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunya tujuan yang berbeda (Wirawan, 2010:8). konflik yang terjadi di Pasar Raya 1 Salatiga di setiap pagi antara petugas keamanan dengan para PKL disebabkan oleh hal-hal seperti yang disampaikan oleh Hotker dan Wilmot tersebut. di satu sisi petugas keamanan menginginkan para pedagang menepati aturan, disisi lain para pedagang menginginkan waktu berdagang bisa lebih lama dan kadangkala mereka tidak mengindahkan aturan yang berlaku.

konflik yang terjadi antara petugas keamanan dengan pedagang pagi ini, apabila dikategorikan merupakan konflik berdasarkan kemajemukan vertikal. kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar masyarakat yang tidak mempunyai atau hanya memiliki sedikit kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kelompok kecil yang mendominasi ketiga sumber pengaruh tersebut (Surbakti, 2010:93).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: