Sebuah Analisis Sosiologi, Ahmadiyah dan Aborsi

ANALISIS SECARA SOSIOLOGI MENGENAI FENOMENA AHMADIYAH DAN ABORSI

  1. Fenomena Ahmadiyah

Sebelum membahas bagaimana fenomena Ahmadiyah dalam kerangka sosiologi, disini saya akan mencoba untuk sedikit memberi penjelasan apa yang disebut Ahmadiyah.

Ahmadiyah adalah suatu aliran yang meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad saw, mereka meyakini Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi mereka. Selain itu mereka mempunyai kitab suci yang dikenal dengan nama Tadzkirah sebagaimana umat Islam mempunyai Al-Qur`an. Aliran Ahmadiyah berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad dari India adalah Nabi dan Rasul, kemudian barangsiapa yang tidak mempercayainya adalah kafir murtad. Ahmadiyah mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci Tadzkirah. Kitab suci tersebut adalah kumpulan wahyu yang diturunkan “tuhan” kepada Mirza Ghulam Ahmad yang kesuciannya sama dengan kitab suci Al-Qur’an, karena sama-sama wahyu dari Tuhan, tebalnya lebih tebal dari Al-Qur’an. Kalangan Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadiyan di India. Dan selama hidupnya nabi Mirza tidak pernah haji ke Makkah. Kalau dalam keyakinan umat Islam para nabi dan rasul yang wajib dipercayai hanya 25 orang, dalam ajaran Ahmadiyah Nabi dan Rasul yang wajib dipercayai harus 26 orang, dan Nabi dan Rasul yang ke-26 tersebut adalah Nabi Mirza Ghulam Ahmad. Dalam ajaran Islam, kitab samawi yang dipercayai ada 4 buah yaitu: Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Tetapi bagi ajaran Ahmadiyah bahwa kitab suci yang wajib dipercayai harus 5 buah dan kitab suci yang ke-5 adalah kitab suci Tadzkirah yang diturunkan kepada “Nabi Mirza Ghulam Ahmad”. Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: Suluh, Tabligh, Aman, Syahadah, Hijrah, Ihsan, Wafa, . Zuhur, Tabuk, Ikha’, Nubuwah, Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan H.S. Ahmadiyah bukan suatu aliran dalam Islam, tetapi merupakan suatu agama yang harus dimenangkan terhadap semua agama-agama lainnya termasuk agama Islam. Ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah.

Terkait dengan penjelasan Ahmadiyah di atas maka selanjutnya saya mencoba untuk memberikan analisa mengenai fenomenologi Ahmadiyah menggunakan dialektika, yaitu tesis, antitesis, sintesis.

Yang pertama adalah tesis, disini diartikan golongan Ahmadiyah merupakan suatu agama baru yang tidak termasuk ke dalam agama Islam. Dengan memandang dari segi keagamaan dan kebebasan untuk menganut agama, maka munculnya golongan Ahmadiyah ini tidak menjadi masalah bagi pihak manapun. Bagi pihak yang menganut aliran ini, maka ini menjadi suatu aliran yang sangat benar dan tepat. Sesuai dengan hak asasi manusia bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih agama yang mereka yakini. Ini menunjukkan kebebasan beragama dilandasi oleh konstitusi UUD 1945. Menurut konstitusi, meyakini sebuah kepercayaan sesuai dengan hati nurani merupakan hak asasi manusia dan hak sebagai warga Negara. Lalu jika hak tersebut dicopot dalam artian melarang adanya Ahmadiyah, yang terjadi adalah sebuah perbuatan yang dikategorikan melanggar HAM juga konstitusi. Selain itu, jika negara melarang Ahmadiyah, menunjukan kalau negara telah mengadopsi penafsiran tunggal. Ajaran Ahmadiyah berhak ada dan berkembang selama mereka tidak menimbulkan permasalahan yang mengkibatkan perpecahan masyarakat dalam suatu negara.

Selanjutnya antithesis, dimana memandang fenomena Ahmadiyah sebagai suatu hal yang tidak benar atau tidak setuju dengan adanya golongan tersebut. Secara agama, munculnya Ahmadiyah termasuk tindakan yang menyimpang, dengan melihat anggapan dari aliran tersebut bahwa ada nabi baru setelah Muhammad, tempat suci mereka bukan Makkah, mempunyai kitab sendiri hingga merubah isi firman-firman dalam Alquran, dan masih banyak hal-hal yang bertolak belakang dengan Islam. Dapat dikatakan aliran Ahmadiyah telah menodai ajaran salah satu agama, yaitu Islam. Ahmadiyah mempunyai pedoman dan aturan dalam ajarannya yang sudah jelas menyimpang dari agama Islam, namun mereka tetap melabelkan bahwa mereka adalah Islam, karena mereka tetap menjunjung dua kalimat syahadat, ibadah haji, penanggalan sepertidalam ajaran Islam. Fenomena ahmadiyah bukan satu-satunya yang melakukan penodaan terhadap Islam, banyak kasus sebelum Ahmadiyah yang juga termasuk penodaan agama dan kasus tersebut harus diselesaikan agar tidak semakin agama baru dengan ajaran menyimpang lainnya.

Kemudian menuju ke akhir pembahasan mengenai Ahmadiyah, saya tidak akan memihak siapapun baik pihak yang pro maupun kontra terhadap adanya aliran Ahmadiyah. Di sini saya hanya akan memberikan sebuah sintesis berupa kesimpulan dari pembahasan di atas. Indonesia merupakan negeri Pancasila yang menganut paham kebhinekaan, bukan pemerintahan yang hanya dimiliki satu agama. Karenanya, sudah sepantasnya pemerintah mengambil kebijakan dengan merumuskan serangkaian peraturan dan undang-undang tanpa intervensi agama dan keyakinan manapun untuk kemashlahatan seluruh agama dan keyakinan yang ada di Indonesia. Ini bukan persoalan penodaan agama, melainkan masalah kebebasan yang semestinya dijunjung tinggi di sebuah negeri yang menganut paham demokrasi. Bagaimanapun juga kita harus menyadari ketika hidup di negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, para umat Ahmadiyah berhak untuk meyakini ajarannya. Hanya saja ajaran mereka menimbulkan masalah karena ada yang sesat dan menyesatkan. Yang perlu dilakukan disini adalah pemerintah sebaiknya mencari langkah yang lebih tegas namun tetap bijak jika ingin menghilangkan aliran Ahmadiyah karena dalam penyelesaian masalah ini memang susah jika para penganunya selalu melakukan pembelaan dengan mengatasnamakan hak asasi manusia. Apabila melakukan penghilangan aliran Ahmadiyah maka pemerintah dituduh telah melanggar hak asasi manusia, hak berpendapat, dan hak beragama.

Jika ditelaah secara jernih, pada akhirnya diri sendirilah yang membuat keputusan apakah aliran tersebut sesuai dengan kita atau tidak. Jika aliran tersebut dinilai menyesatkan, maka dengan sikap elegan, kita berkata “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Dengan bersikap tegas dan tidak ikut campur, kita menjadi lebih kuat menghadapi perubahan yang selalu baru dan menuntut kita menentukan sikap secara bijaksana.

  1. Fenomena Aborsi

Fenomena kedua yang akan saya bahas adalah mengenai aborsi. Fenomena aborsi tentunya bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita. Dewasa ini tindakan aborsi sudah sangat terlihat wajar dalam kalangan masyarakat. Masyarakat dengan mudahnya melakukan berbagai tindakan yang termasuk aborsi untuk kepentingan dirinya tanpa memandang apakah itu benar atau salah. Seperti pada kasus pertama, pada awal pembahasan saya akan memberikan sedikit penjelasan mengenai aborsi.

Aborsi berasal dari serapan bahasa Inggris yaitu abortion yang dalam bahasa latin berarti pengguguran kandungan atau keguguran. Dalam Undang-undang Hukum Pidana, disebutkan bahwa aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu) atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Sedangkan dunia kedokteran berpendapat bahwa janin yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 500 gram tidak mungkin hidup di luar kandungan, karena janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia kehamilan 22 minggu, maka kelahiran janin di bawah 22 minggu dianggap sebagai aborsi.

Mengacu pada pengertian diatas, dapat dikatakan aborsi adalah proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Dari kalimat tersebut, maka terlihat aborsi adalah tindakan yang kejam. Namun tidak selamanya demikian, sebagian besar orang memang menganggap aborsi adalah tindakan salah, tetapi ada sebab-sebab dilakukannya aborsi demi keselamatan seseorang, dalam bidang kedokteran misalnya. Untuk itu di sini saya akan membahas fenomena aborsi jika dilihat dari kerangka sosiologi dan dianalisis secara filsufis. Ada tiga unsur, yaitu Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi.

Secara ontologi, tindakan aborsi kapanpun dan dimanapun adalah salah. Baik dari sudut pandang agama maupun kesehatan, fenomena aborsi tetap salah. Dari segi agama aborsi salah karena berhukum haram, sedangkan dari segi kesehatan aborsi salah karena tindakan tersebut akan berdampak buruk pada pelakunya, terlebih jika dilakukan bukan dengan tenaga medis. Sehingga aborsi tetap salah dari segi manapun.

Kemudian secara aksiologi, kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi Pancasila. Dalam pancasila juga ada nilai religius yang terdapat pada sila pertama. Terkait dengan nilai religius, dari segi agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan seseorang untuk menghentikan kehamilan (aborsi) dengan alasan apapun. Aborsi dalam pandangan Islam ditegaskan haram jika umur kehamilannya sudah 4 bulan, karena telah ditiupkan ruh pada janin. Menurut saya aborsi itu haram dengan alasan aborsi itu membunuh, membunuh adalah menghilangkan nyawa seseorang dan itu merupakan pelanggaran perintah Allah. Dalam Islam tidak memperbolehkan aborsi bahkan dengan alasan apapun termasuk hamil diluar nikah, kehidupan janin tetap dijunjung. Aborsi merupakan masalah sosial yang terkait dengan paham kebebasan yang lahir dari sekulerisme. Sedangkan dari segi kesehatan, menurut saya hukum melakukan aborsi masih samar-samar. Secara medis ada pendapat bahwa aborsi dibolehkan untuk menyelamatkan nyawa ibu ketika dalam keadaan darurat, namun aborsi juga dilarang jika hanya untuk menutupi rasa malu karena kehamilan yang tidak diharapkan. Dalam etika kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang isinya menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Yang terakhir adalah secara epistemologi, aborsi termasuk tindakan salah namun dibenarkan karena beberapa alasan yang logis. Dalam bidang medis misalnya seorang ibu yang divonis kandungannya lemah dan jika dipertahankan akan membahayakan nyawa ibu maka dokter akan mengambil tindakan aborsi jika diinginkan. Sedangkan secara agama penghentian kehamilan mungkin saja boleh dilakukan jika janin yang dikandung telah meninggal di dalam kandungan, karena janin tersebut statusnya telah menjadi mayat maka harus dikeluarkan. Pada dasarnya hukum melakukan aborsi dapat dinilai salah, namun juga dapat menjadi benar jika didasari dan dilakukan secara medis oleh tenaga ahli kesehatan bukan tenaga yang tidak kompeten, tidak etis, dan illegal. Ujungnya saya setuju jika aborsi dilakukan dengan alasan yang kuat dan keadaan darurat dengan pengananan secara medis dan dilakukan oleh tenaga ahli kesehatan.

10 komentar pada “Sebuah Analisis Sosiologi, Ahmadiyah dan Aborsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: