Perubahan Budaya dalam Masyarakat
Budaya dan nilai-nilai tradisonal merupakan sesuatu yang hidup dan berkembang di masyarakat. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri berarti perubahan. Perubahan budaya dan nilai-nilai tradisional adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia yang tak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan budaya dengan manusia itulah yang mengakibatkan budaya itu menjadi tidak statis, atau dengan kata lain budaya itu bersifat dinamis.
Arus global berimbas pula pada keberadaan budaya dan nilai-nilai tradisional Indonesia di masyarakat. Sebelum membahasnya lebih lanjut, perlu kita pahami terlebih dahulu pengertian nilai. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional yang dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Sejalan dengan perkembangannya, budaya mengalami suatu pergesaran. Pergesaran budaya dan pemertahanan budaya sebenarnya seperti dua sisi mata uang, budaya menggeser budaya lain atau budaya yang tak tergeser oleh budaya. Pergeseran budaya menunjukkan adanya suatu budaya yang benar-benar ditinggalkan atau diakulturasi oleh masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa ketika pergeseran budaya terjadi, anggota suatu komunitas budaya secara kolektif lebih memilih menggunakan budaya baru daripada budaya lama.
Masyarakat dan budaya di mana pun selalu dalam keadaan berubah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faaktor yaitu sebab perubahan budaya dari masyarakat dan lingkungannya sendiri,misalnya perubahan jumlah dan komposisi. Saat manusia itu punah, ada kemungkinan budaya yang dimiliki akan punah. Sebab selanjutnya yaitu adanya perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat. Yang terakhir yaitu adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui proses difusi. Discovery merupakan penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas pengkom-binasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.
Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan. Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut. Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang. Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Konflik budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock, yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini terjadi korbancultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu; sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
Lemahnya Nilai-nilai Tradisional
Pada dasarnya, budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa dwariskan, ditafsirkan, dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan manifestasi, dan legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai tradisional kebudayaan sangat berguna untuk membentuk karakter bangsa Indonesia. Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam upaya membangun karakter bangsa. Lebih lanjut, berbagai macam tindakan yang dilakukan masyarakat berakibat pada kehancuran suatu bangsa seperti menurunnya perilaku sopan santun, menurunnya perilaku kejujuran, menurunnya rasa kebersamaan, dan menurunnya rasa gotong royong diantara anggota masyarakat.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai tradisional dalam budaya, ada beberapa contoh yang dapat ditemukan di masyarakat. Seperti, kurangnya kesadaran cinta budaya lokal yang ditunjukan oleh masyarakat dari budaya tersebut. Anak muda di Jawa jarang menggunakan bahasa jawa sebagai alat komunikasi. Mereka lebih prestise dengan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi. Bahasa Jawajarang digunakan oleh masyarakat karena malu. Contoh, di kampus atau sekolah sering dijumpai banyak mahasiswa berbicara dengan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Jawa. Di kalangan mereka, jangankan bahasa Jawa krama alus, bahasa Jawa ngoko pun sudah jarang digunakan. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, tidak jarang juga dicampur dengan bahasa Inggris. Selain contoh diatas, ada pula contoh lemahnya nilai-nilai tradisional yang dapat dilihat dari sisi kecintaan terhadap kesenian daerah. Dahulu, wayang dan kethoprak merupakan hiburan yang sangat dinantikan oleh masyarakat baik dari kalngan muda hingga kalangan tua. Saat ini, nilai kecintaan terhadap kesenian tersebut luntur digantikan dengan banyaknya antusias masyarakat yang lebih senang melihat sinetron di televisi.
Sumber:
Bayu Indrayanto. 2010. Fenomena Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Akibat Tingkat Sosial Masyarakat. Jurnal Magistra No. 72 Th. XXII
Handoyo, Eko, dkk. 2007. Studi Masyarakat Indonesia. Semarang : FIS UNNES.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka.
https://blog.unnes.ac.id/arsiwakhida. diunduh 19 desember 2015
Komentator