Budaya Jawa dikenal sebagai budaya yang halus, masyarakat jawa memegang prinsip nilai hormat, rukun, dan isin dalam kehidupan sehari-hari, dalam terminologinya Clifford Geertz kondisi ini disebut sebagai Model of Reality yaitu merupakan pola yang benar-benar hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya yang halus ini tak lepas dari pengaruh keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai tonggak atau acuan kebudayaan Jawa, citra masyarakat jawa yang perilaku dan budi bahasanya halus sering digambarkan dengan lemah gemulainya “Putri Solo”, serta tari-tarian Jawa seperti tari Gambyong, tari Srimpi, dan Bedhoyo yang bersumber dari keraton merupakan konstruksi bahwa budaya jawa itu halus dan penuh tata karma. Perilaku kekerasan dianggap bertentangan dengan nilai dan etika Jawa. Kekerasan bias saja dilakukan dengan maksud membela atau memiliki jiwa ksatria yang tangguh. continue reading…