Levi-Strauss menyatakan bahwa sistem-sistem simbol adalah didasarkan pada adanya pembedaan yang bersifat universal antara alam dan kebudayaan. Pertentangan secara dualistik ini ditunjukkan bukti-buktinya baik secara sinkronik maupun secara diakronik, sebagaimana terwujud dalam prinsip-prinsip statis dari alam dan kebudayaan yang diperantarai oleh suatu prinsip transformasi yang bersifat dualistik; yaitu kalau tidak berasal dari suatu transformasi alamiah maka akan berasal dari suatu transformasi kebudayaan. Hal ini secara amat jelas diperlihatkan contohnya dalam atau dari segitiga kuliner (culinary triangle) (1969), dimana yang mentah menjadi matang dengan menggunakan transformasi kebudayaan atau menjadijadi busuk dengan melalui transformasi alamiah. Simbol-simbol perantara yang bersifat dinamik dalam pengertian terbatas bertindak sebagai kekuatan pendorong yang pada dasarnya sama dengan oposisi binari, yaitu melalui transformasi binari dan dengan demikian keseluruhan sistem tetap tinggal bersifat dualistik yang statis pada kedua sumbunya. Kekuatan yang menyeluruh dari simbol-simbol dan mediasi yang bersifat binari ini dalam struktur mitos adalah suatu refleksi atau pencerminan dari “cara universal dalam mengorganisasi pengalaman sehari-hari” (1972:225) dan berfungsi untuk “menjadikan struktur mitos itu menjadi nampak” (1972:229).

Bentuk struktural dari mitos bercirikan pembedaan-pembedaan yang bersifat dualistik pada unsur-unsurnya tetapi unsur-unsur itu saling berkaitan. Landasan dasar dari mitos adalah seperangkat metafor yang dualistik sifatnya, yang bersamaan dengan itu juga berlanjut pada adanya pendefinisian mengenai mediasi atau perantaraan antara kedua dasar yang dualistik tersebut. Satuan- satuan yang mendasar yang ada dalam struktur mitos adalah kumpulan-kumpulan makna atau pengertian-pengertian, yang disebut sebagai tema-tema mitos, yang mengandaikan satuan-satuan dalam unsur pokoknya dan dilihat dalam dan merupakan bagian-bagian dari suatu satuan yang lebih luas dan kompleks (1972:211).

  • Metode Segitiga Kuliner

Levi Strauss menguraikan berbagai macam unsur kebudayaan manusia menggunakan metode analisa dari ilmu linguistik. Metode tersebut dikenal dengan nama metode “segitiga kiliner” (triangel culinaire). Levi Strauss menggunakan analisa makanan sebagai contoh dengan alasan karena makanan merupakan kebutuhan pokok untuk binatang maupun manusia. Makanan juga menjadi salah satu unsur kebudayaan dan sumber energi bagi manusia. Karenanya, unsur makanan menjadi sesuatu yang sangat cocok untuk mengilustrasikan perbedaan antara alam dan kebudayaan.

Pada dasarnya makanan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu yaitu makanan mentah, makanan fermentasi dan makanan yang mendapatkan proses pemasakkan. Manusia dapat bebas memilih di antara sejumlah makanan tersebut. Di golongan masakan yang terkena proses pengolahan dari manusia dapat digolongkan ke dalam 2 extrem yaitu makanan yang dimasak yang dianggap sebagai golongan kebudayaan dan makanan yang terkena proses fermentasi yang dianggap sebagai golongan alam. Menurut pendapat Levi Strauss, manusia selalu mencoba mencari antara dua extrem dalam satu kondisi dimana manusia selalu mencari keadaan yang mengandung kedua unsur tersebut. Di sini, golongan makanan mentahlah yang ditemukan manusia karena makanan mentah termasuk golongan alam yang tidak terkena campur tangan manusia. Akan tetapi, disisi lain makanan mentah juga termasuk ke dalam golongan kebudayaan karena makanan mentah yang berupa tumbuh-tumbuhan merupakan hasil pemeliharaan manusia yang berupa budidaya.

  • Analisa Sistem Kekerabatan

Levi Strauss memulai penelitiannya dengan memasukkan studi Jakobson tentang sistem fonemik ke dalam studi struktur kekerabatan. Akan tetapi, metode fonemik tidak mudah diubah menjadi analisis antropologi. Dalam sistem kekerabatan misalnya, ada perbedaan antara sistem terminologi dan sistem sikap, atau antara sistem klasifikasi dengan organisasi sosial. Dalam pandangan Levi Stauss, semua sistem tersebut terlihat mirip karena semuanya bersifat simbolik. Fenomena sistem kekerabatan tidak dapat dijelaskan melalui observasi empirik secara langsung semata, melainkan sebagaimana dalam linguistik, mereka harus dikaji sebagai rangkaian hubungan simbolik. Pada level makro, hubungan simbolik ini berada diantara bahasa dan kebudayaan.

Karena Levi Strauss tertarik dengan bagaimana bahasa dan mitos pada kebudayaan yang berbeda tampak mirip satu sama lain, dan tampak terstruktur dalam gaya yang serupa, dia menunjukkan bahwa mereka sebenarnya terbangun dengan cara yang sama. Levi Strauss menjelaskan fakta peristiwa yang terjadi di masa lalu dikatakan lagi di masa kini sehingga tampak maju mundur. Levi Strauss juga membedakan antara la langue dengan la parole berdasarkan dimensi waktu masing-masing yang berbeda (sinkronis dan diakronis)

Dalam usahanya menganalisa segala macam sistem kekerabatan, Levi Strauss berpedoman pada keluarga inti. Dalam keluarga inti tersebut ada hubungan yang terbagi menjadi 3, yang pertama hubungan antara individu dan hubungan dengan saudara sekandungnya dimana terdapat hubungan darah, yang kedua yaitu hubungan antara individu dengan istri/suaminya yang berupa hubungan perkawinan yang menghubungkan kelompok saudaranya sendiri dengan keluarga istri/suaminya, dan yang ketiga yaitu hubungan antara individu dengan istri/suaminya beserta anak-anaknya yang berupa hubungan keturunan.

Levi Strauss mengemukakan dua hipotesis, yang pertama adalah apabila hubungan antara anak dengan ayah itu positif, maka hubungan antara anak dengan kerabat ibu adalah negatif, sebaliknya apabila hubungan antara anak dengan ayah itu negatif, maka hubungan antara anak dengan kerabat ibu adalah positif (korelasi Y). Hipotesis yang kedua adalah apabila hubungan antara suami istri itu positif, maka hubungan antara saudara sekandung pria dan wanita adalah negatif, maka hubungan antara saudara sekandung pria dan wanita itu positif (korelasi X). Kehidupan kekerabatan yang dianggap positif oleh Levi Strauss adalah hubungan berdasarkan sikap bersahabat, mesra dan saling mencinta, sedangkan hubungan yang bersifat negatif adalah hubungan yang berdasarkan rasa sungkan, resmi dan menghormat. Berdasarkan data etnografi Levi Strauss, disana tampak subyektifitas dalam menilai suatu hubungan kekerabatan itu sebagai hubungan yang positif maupun negatif, dan tidak membawa ukuran kebudayaannya sendiri untuk membuat penilaian tersebut.

Pandangan dan konsep Levi Strauss mengenai pengaturan tukar menukar wanita antara kelompok kerabat menekankan bahwa pada dasarnya pranata perkawinan merupakan tukar menukar antara kelompok merupakan akibat dari adanya pertentangan inceste, yaitu pantangan menikah antara saudara sekandung. Konsep itu muncul dari pendirian kuno ilmu antropologi yang menjelaskan dalam proses evolusi sosial suatu saat timbul suatu keadaan dimana seseorang harus mencari wanita di luar kelompoknya. Hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk suatu kelompok kekerabatan yang meluas sehingga mampu mempertahankan kelompoknya dan terhindar dari adanya perpecahan di dalamnya, serta untuk menyaingi kelompok lain yang lebih kecil.

Teori umum mengenai sistem kekerabatan berdasarkan konsep tukar-menukar wanita itu dimulai dengan membedakan adanya dua golongan sistem kekerabatan dengan dua kategori struktur yaitu structures elementaires dan structures complexes. Structures elementaires adalah struktur elementer dengan aturan yang tegas sehingga wanita dari kelompok mana yang akan dinikahi dapat terlihat jelas. Sedangkan structures complexes adalah struktur yang hanya bisa membatasi tetapi tidak mempunyai aturan tegas dalam membatasi dengan wanitaa dari kelompok mana yang harus dinikahi. . Struktur elementer itu sendiri terjadi sebagai akibat dari berbagai macam peraturan kawin antara saudara sepupu silang (cousin croises) sedangkan struktur komplex terjadi sebagai akibat dari usaha pria dalam dalam mendapatkan seorang istri berdasarkan perjanjian mas kawin.

Levi Strauss mengungkapkan ada tiga kemungkinan struktur elementer yang terjadi akibat tukar menukar 2 wanita yaitu struktur “tukar-menukar meluas” dan struktur “tukar-menukar terbatas”. Struktur “tukar-menukar meluas” dapat dibagi menjadi struktur tukar-menukar kontinu dan struktur tukar-menukar tak kontinu. Struktur tukar-menukar terbatas hanya memerlukan dua kelompok yang saling memberi dan menerima wanita, sedangkan struktur tukar menukar meluas setidaknya memerlukan lebih dari tiga kelompok atau lebih.

Menurut Levi Strauss, dalam pelaksanaan tukar menukar secara kontinu meluas, memerlukan peraturan yang menata adat perkawinan seperti adanya larangan seorang pria dalam menikah dengan saudara sepupu silang patrilateralnya. Hal itu dilakukan karena dalam perkawinan seperti itu, maka sistem peredaran wanita tidak dapat berjalan. Itulah sebabnya struktur seperti itu tidak memungkinkan adanya suatu peredaran merata dari para wanita dalam masyarakat, yang disebut oleh Levi Strauss “struktur tukar menukar meluas tak kontinu”. Mangkaji tentang hal ini, Levi Strauss menemukan di daerah India Selatan adat perkawinan dengan saudara sepupu silang matrilateral jauh lebih besar frekuensinya daripada adat perkawinan dengan saudara sepupu silang patrilateral. Berdasarkan kenyataan di lapangan, Levi Strauss telah membuktikan pendiriannya bahwa struktur tukar menukar luas kontinuyang berdasarakan adat perkawinan dengan saudara sepupu silang matrilateral merupakan struktur yang menjamin intregasi sosial yang lebih besar.

  • Konsep mengenai Azas Klasifikasi Elementer

Mengenai azas klasifikasi elementer, Levi-Strauss bahwa untuk mengetahui kategori-kategori yang secara elementer dipergunakan akal manusia dalam mengklasifikasikan seluruh alam semesta beserta segala isinya, maka dapat dipelajari dari studi tentang totemisme. Menurutnya, arti kata totem (yang secara lengkap berbunyi ototeman dalam bahasa Ojibwa) adalah “dia adalah kerabat pria saya”. Memang hampir secara universal manusia dalam akal pikirannya merasakan dirinya sebagai kerabat atau berhubungan dengan hal-hal tertentu dalam alam semesta sekelilingnya, atau dengan manusia-manusia tertentu dalam lingkungan sosial-budayanya, sehingga manusia ber-ototeman dengan hal-hal itu. Dalam hubungan itu, manusia mengklasifikasikan lingkungan alam serta sosial budayanya ke dalam kategori-kategori yang elementer. Suatu hal yang paling pokok dalam pandangan ini adalah membagi alam semesta ke dalam dua golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling kontras bertentangan, atau merupakan kebalikannya, yaitu suatu cara yang disebut binary opposition (oposisi berpasangan). Dua golongan ini bersifat mutlak (mis: bumi-langit, pria-wanita), bisa pula bersifat relatif (mis: kiri-kanan, orang dalam-orang luar). Pada oposisi tipe pertama tiap pihak dalam pasangan saling menempati kedudukan yang tetap dan mutlak. Sedangkan pada oposisi tipe relatif, satu pihak dalam pasangan menempati kedudukan tertentu terhadap pihak lawannya, tetapi bisa juga menempati kedudukan lawannya itu terhadap pihak ketiga. Tipe klasifikasi ke dalam dua golongan beroposisi ini secara universal ada dalam hampir semua kebudayaan di dunia. Konsep elementer dua golongan yang relative telah menimbulkan konsep akan adanya golongan ketiga yang bisa menempati kedua kedudukan dalam kedua pihak dari suatu pasangan binary. Pihak ketiga itu dalam cara berpikir bersahaja dianggap merupakan suatu golongan antara yang memiliki ciri-ciri dari kedua belah pihak, namun tidak tercampur, melainkan saling terpisah dalam keadaan yang berlainan. Misalnya bahasa bantu keluarga di Afrika sebelah selatan Gurun Sahara seperti kerabat darah/kerabat karena nikah/bukan kerabat.

Dalam proses pengklasifikasian alam semesta ke dalam empat golongan, akal manusia membagi bagian-bagian tersebut ke dalam du khusus lagi sehingga timbul satu rangkaian dalam delapan golongan seperti misalnya yang banyak di gunakan dalam sistem kosmologi dan upacara agama Hindu. Lebih lenjut pembagian alam semesta ke dalam empat dan delapan menimbulkan juga alam semesta ke dalam lima dan sembilan golongan. Angka lima dan sembilan ini berasal dari kesadaran akal manusia mengenai oposisi pasangan tetapi tidak secara liniar, artinya satu garis atau satu lingkaran dipotong atau dibelah dua. Akan tetapi secara konsentrikal yaitu oposisi dimana satu pihak ada di tengah dan pihak lain berada di sekelilingnya. Sebagai contoh dari klasifikasi yang berdasarkan dualisme konsentrikal seperti itu kecuali susunan desa suku-suku bangsa Winnebago di danau-danau besar Amerika Serikat dan lain-lain. Dalam desa suku-suku bangsa Winnebago, bangunan-bangunan penting yang menyangkut kehidupan sosialnya berada di pusat yang dikelilingi oleh rumah-rumah warga yang membentuk lingkaran konsentrikal di sekelilingnya. Sumber pemikiran Levi Strauss dalam analisa simbolik dengan menggunakan sistem kategori dua, tiga, empat, lima, delapan dan sebagainya didapat dari karangan Durkheim dan Mauss. Analisis Levi Strauss mengenai mitologi azas-azas simbolisme yang diabstraksi itu, bersifat benar-benar abstrak dan universal, serta tidak terikat pada kompleks mitologi dari masyarakat atau kebudayaan yang bersangkutan.

Annisa Medika MaulianaAntropologiSosiologi AntropologiLevi-Strauss menyatakan bahwa sistem-sistem simbol adalah didasarkan pada adanya pembedaan yang bersifat universal antara alam dan kebudayaan. Pertentangan secara dualistik ini ditunjukkan bukti-buktinya baik secara sinkronik maupun secara diakronik, sebagaimana terwujud dalam prinsip-prinsip statis dari alam dan kebudayaan yang diperantarai oleh suatu prinsip transformasi yang bersifat dualistik; yaitu kalau...Just a little library