Tambak Lorok terletak di Sungai Banger, Kelurahan Tanjung Emas yang sejak tahun 1950 di kawasan ini menjadi pemukiman Nelayan, Kampung Nelayan Tambak Lorok menjadi salah satu perkampungan nelayan yang menjadi pertemuan antara wilayah darat dan laut, dahulu Tambak Lorok adalah sebuah tempat untuk budidaya Tambak ikan yang sangat luas namun karena banyaknya pendatang yang datang dari berbagai daerah seperti Jepara, Pemalang, Demak, Wedung ,Karang Mororandu, Dungkar dan yang lainnya namun sebagian besar pendatang datang dari Kabupaten Jepara yaang dari dahulu bekerja sebagai Nelayan juga.
Di Tambak Lorok terdapat 650 orang yang bekerja sebagai Nelayan yang datang dari berbagai daerah yang sudah disebutkan diatas untuk mengadu nasib sebgai Nelayan, saya melakukan Observasi pada hari Sabtu 24 Oktober 2014 saya berangkat dari kos pukul 07:00 pagi bersama seorang teman saya yang juga melakukan observasi tugas mata kuliah Sosiologi Terapan, sampai disana pukul 08:30 dengan durasi observasi selama 3 jam dan selesai pada pukul 11:30.
Saat saya mencari informaan dengan melihat sudut-sudut gang saya dan teman saya dipanggil sekumpulan penduduk Tambak Lorok yang sedang berbicang-bincang di tengah-tengah jalan Gang Anugrah RT 04 RW 11 kelurahan Tanjung Emas, lalu saya ditanyai oleh mereka ada keperluan apa kami datang kesini, setelah kami menjelaskan tujuan saya datang ke Tambak Lorok, akhirnya mereka bersedia menjadi informan kami, karena waktu saya melakukan observasi kebetulan hari Jumat, para nelayan libur melaut dengan alasan karena hari Jumat adalah hari yang pendek, sebagian besar para nelayan libur pada hari Jumat jika ada yang pergi melau itu pun mereka pulang gasik, ada yang jam 09:00 ada juga jam 10:00 mereka sudah pulang karena melaksanakan ibadah sholat Jumat di Masjid mereka namun ada pula Nelayan yang berangkat setelah sholat Jumat yakni pukul 14:00 sampai sore maupun malam.
Seorang narasumber yang berhasil saya wawancarai bernama bapak Mustafik yang biasa di sapa dengan pak Taufik berusia 45 tahun, beliau merupaka pendatang dari Jepara yang sudah 25 tahun menetap di Tambak Lorok, beliau tinggal bersama keluarganya yakni seorang istri yang bekerja nggereh atau membuat ikan asin di perusahaan milik tetangganya dan dua orang anaknya yang sudah menikah dan masih sekolah di kelas 5 SD Islam Taqwiyatur Waton Tambak Lorok, informan mengatakan alasan mereka pindah dari Jepara ke Tambak Lorok karena di Jepara sepi tidak seperti diTAmbak Lorok, sehingga mereka memutuskan untuk menetap di Tambak Lorok.
Pak Mustafik adalah Seorang Nelayan yang sudah 4 bulan menganggur karena kapalnya rusak parah dan tidak mampu untuk memperbaikinya karena biaya perbaikan kapal yang mahal mencapai Rp 2.000.000 untuk sekali perbaikan. Pak Taufik bekerja sebagai Nelayan Ikan, Udang dan Rajungan, pekerjaan Nelayan di tukuninya sejak beliau tinggal di Jepara , sampai pindah di Tambak Lorok beliau juga meneruskan pekerjaanya sebagai Nelayan juga, pekerjaan sebagai Nelayan sudah turun temurun dari keluarga Bapak Taufik. Sekarang beliau menganggur dan terkadang jika ada proyek pembangunan, beliau bekerja sebagai buruh bangunan, karena pendidikan beliau hanya selesai pada jenjang Sekolah Dasar dan tidak memiliki keahlian yang lain sehingga beliau memutuskan untuk bekerja sebagai Buruh bangunan di tempatnya untuk mengepulkan asap dapur di rumahnya. Selain Pak Tufik yang bekerja menjadi Buruh Bangunan ketika menganggur ada juga temannya yang bekerja di Bengkel, bengkel yang dimaksud disini bukanlah Bengkel endaraan bermotor tetapi bengkel Perahu Nelayan yang rusak.
Pekerjaan yang dilakukan oleh para Nelayan selama menganggur bermacam-macam, tergantung keahlian mereka masing-masing. Para sekumpulan warga disana mengatakan bahwa penghasilan mereka selama menganggur lebih kecil dibandingkan dengan melaut, dahulu pengasilan mereka ketika melaut mencapai Rp 100.000 sampai Rp 150.000 per hari sebelum harga bahan bakar Solar melambung yang cukup untuk membiayai keperluan keluarga dan sekolah anak-anaknya. Sekarang dengan pekerjaan mereka di darat, penghasilan mereka hanya cukup untuk makan dan tidak cukup untuk membiayai sekolah anak-anak, itu pun jika mereka ada pekerjaan di darat, jika mereka tidak bekerja sama sekali maka keluarga mereka “ngebon” atau berhutang kepada orang kaya di sekitar daerahnya, keluarga para Nelayan berhutang tidak hanya satu atau dua kali saja tetapi berkai-kali sehingga hutang mereka menumpuk belum lagi ditambah dengan hutang tersebut “nganaki” atau berbunga setiap bulanya sehingga banyak masyarakat nelayan yang terbelit hutang.
Di Tambak Lorok tidak ada program PNPM Mandiri yang dicanangkan oleh pemerintah pusatsehingga para Nelayan kebingungan mencari modal untuk memulai menjalankan pekerjaannya. Sesuatu yang paling pokok Nelayan butuhkan selain bahan bakar Solar adalah perahu, disana harga satu perahu untuk ukuran 7 x 3,25 meter seharga Rp 50.000.000 ukuran 6 x 2,25 meter seharga Rp 24.000.000 sedangkan untuk ukuran 4 x 1,5 meter seharga Rp 8.000.000. dahulu ada bantuan dari pemerintah pusat yakni BLT atau Bantuan Langsung Tunai yang didapat oleh setiap keluarga miskin di daerahnya yakni Rp 425.000 untuk satu kali cair sedangkan BLT ini cair hanya 2 kali dalam satu tahun. Dahulu ada bantuan dari pemerintah setempat yakni berupa perbaikan jalan di kampung mereka serta bantuan rumah panggung yang diberkan oleh pemerintah setempat untuk warga yang kurang mampu.
Disana tidak hanya pak Taufik yang menganggur sebagai Nelayan tapi banyak Nelayan yang menganggur karena bangkrut, pengeluaran untuk membeli bahan bakar perahu yakni Solar per hari mencapai Rp 120.000 untuk 20 Liter Solar yang digunaan untuk pergi ke laut jam 05:00 pagi dan pulang pukul dan pergi melaut,penggunaan Solar tergantung waktu yang dibutuhkan selama melaut jika mereka pulang pukul 11:00 memerlukan 15 Liter Solar dan jika mereka pulang pukul 12:00 memerlukan 20 Liter Solar semakin sore mereka pulang maka semakin banyak Solar yang mereka butuhkan untuk satu jam di laut menghabiskan 4 sampai 5 Liter Solar, hasil tangkapan yang di dapat tidak sebanding dengan pengeluaran untuk membeli bakan bakar perahu, tangkapan yang didapat mereka maksimal mencapai 4 Kg namun biasaya hanya mendapat 2 Kg dan uang yang didapat dari hasil tangkapan tergantung jenis tangkapan yang didapatkan, hasil tangkapan mereka jual ke pabrik untuk di ekspor ke luar negri seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan negara tetangga lainnya. Untuk harga ikan tergantung jenis Ikannya, untuk Rajungan dihargai Rp 50.000 setiap kilogramnya sedangkan Udang dihargai RP 50.000 untuk Udang yang besar semakin kecil Udang maka harganya juga semakin murah.
Peralatan yang digunakan menagkap ikan maupun Rajungan ada alat yakni Jaring dan Arat (sebutan oleh masyarakat sekitar) atau kita biasanya menyebut dengan Pukat Harimau, jika menangkap Rajungan menggunaan Arat tangkapan yang di dapat bermacam-macam ada Udang, Rajungan, berbagai jenis Ikan dan Kerang namun menangkap dengan Arat ini menyebabkan hasil tangkapan berbau lumpur, dan kotor harga Arat yakni Rp 30000 per kilogram, Arat bisa bertahan lama dan harus diganti dengan yang baru setiap satu bulan sekali dan harga Rajungan setiap kilogramnya juga lebih murah yakni Rp 50.000 per kilogram.
Menangkap Ikan atau Rajungan dengan menggunakan Arat lebih melelahkan karena Nelayan harus memutari lautan selama dua jam. Sedangkan jika menangkap Ikan atau Rajungan dengan menggunakan Jaring hasil tangkapannya akan lebih bersih dan tidak berbau lumpur, harga Rajungan setiap kilogramnya jika menangkapnya menggunakan Jaring lebih mahal yakni Rp 75.000 per kilogramnya. Harga jaring juga lebih mahal dibandingkan dengan harga arat yakni Rp 60.000 untuk ukuran 10 meter, Jaring tidak lama penggunaannya dibandingkan dengan Arat jika Arat bisa digunakan dalam jangka waktu pemakaian selama satu bulan, sedangkan Jaring bisa digunakan selama satu minggu. Menagkap Ikan atau Rajungan dengan menggunakan Jaring tidak melelahkan seperti menggunakan Arat meskipun lama menunggu jaring selama lima jam, namun setelah jaring disebar nelayan hanya tinggal menunggunya saja.
Ada larangan untuk Nelayan jika mereka mengankap ikan di kawasan pelabukan Tanjung Emas, ada Airut (sebutan masyarakat setempat) atau yang dikenal dengan Polisi Air yang sering beroprasi di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, jika ada Nelayan yang ketahuan mengangkap Ikan di kawasan pelabuhan, maka Airut akan menahan perahu nelayan selama berbulan-bulan, untuk mendapatkan kembali perahu Nelayan yang ditahan, Nelayan harus menebusnya dengan membayar uang senilai Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 tidak sedikit Nelayan di Tambak Lorok yang tertangkap oleh Airut dan perahu mereka di tahan oleh pihak Polisi Air pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Ada yang menjual hasil tangkapan ke Pengepul di Tempat Pelelangan Ikan yang biasa di sebut oleh masyarakat sekitar dengan sebutan TPI harga penjualan hasil tangkapan di TPI lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan di karena Pengepul akan menjualnya kembali ke Pedagang untuk dijualnya kembali di pasar-pasar ikan dan pasar tradisional lainnya ada juga pengepul ikan mengolahnya kembali menjadi Ikan Asin dan Ikan Teri. Bu Sartini berusia 57 tahun adalah seorang pengusaha Ikan Asin dan Ikan Teri atau masyarakat sering menyebutnya dengan “nggereh”,Ibu Sartini adalah warga asli Tambak Lorok yang sudah puluhan tahun menjalani usaha nggereh ini, beliau memiliki dua orang anak yang semuanya sudah berumah tangga dan Ibu Sartini adalah seorang janda yang ditinggal meninggal suaminya sudah lama, kala itu saya mengobrol dengan beliau ketika pukul 11:00 ketika kesibukan nggereh atau membuat ikan asin sedang berlangsung, sambil menyebar ikan asin di sebuah papan saya bertanya tentang usaha pembuatan ikan asinnya, Ikan Asin memerluakan 1 hari penjemuran jika cuacanya panas dari pagi sampai sore, namun diperlukan 2 hari jika cuacanya berubah-rubah, sedangkan jika cuacanya mendung memerlukan waktu sampai berhari-hari untuk menjemur Ikan Asin dan Ikan Teri sehingga kualitas ikan menjadi tidak bagus .
Ibu Sartini memiliki dua orang karyawan yang merupakan ibu rumah tangga di sekitar daerahnya yang bekerja nggereh di perusahaan kecil miliknya, pada setelah malah bulan purnama perusahaan tidak beroperasi karena tidak ada ikan di laut, Untuk harga Ikan Asin ada yang Rp 2000 per kilogram untuk ikan yang busuk, ada juga yang Rp 5000, Rp 10.000, Rp 15.000, Rp 25.000 dan Rp 50.000 untuk setiap kilogramnya terganting jenis dari Ikan yang di jual, sedangkan harga ikan teri mencapai Rp 15.000 sampai Rp 50.000 tiap kilogram tergantung jenis Ikan Terinya. Ada juga yang membuat terasi secara tradisional dengan menggunakan Udang Rebon untuk harga Terasi dihargai sekitar Rp 5000 sampai Rp 10.000 untuk setiap satu bungkusnya yang berisi beberapa kotak terasi di dalamnya, Ikan Asin yang diproduksi oleh Ibu Sartini dijual ke Pasar Kobong dan Pasar Patok yang terletak tidak jauh dari daerah sekitar Tambak Lorok, Pasar Kobong adalah pasar tradisional ynag dahulunya terbakar sehingga di namai Pasar Kobong, sedangkan Pasar Patok dahulunya dalah kuburan orang China, namun digusur dan dijadikan Pasar, karena dahulunya banyak patok di tempat tersebut sehingga warga menyebutnya dengan Pasar Patok. Omset dari pembuatan ikan Asin ini mencapai jutaan tiap bulannya namun Ibu Sartini enggan untuk menyebutkan secara detail berapa angka omset yang didapatnya tiap bulan.
Sebagian besar penduduk Tambak Lorok beragama Islam sehingga tidak sedikit warga pulang kampung ke daerah asal mereka ketika Hari Raya Idhul Fitri datang, di kampung nelayan ini juga terdapat masjid yang cukup besar dan sebuah mushola, kondisi lingkungan sekitar terlihat sangat kumuh dan tidak bersih, aroma ikan seperti ikan busuk pun menusuk hidung ketika pertama kali memasuki perkampungan, banyak sampah yang tergenang di selokan dan parit-patit sungai serta banyak sekali sampah di sungai tempat perahu nelayan mendarat. Rumah penduduk sebagian besar sudah menggunakan gedung permanen tetapi kebanyakan tidak di cat rumahnya hanya sampai pada tahap penghalusan tembok dengan semen tidak sedikit pula karena abrasi pantai banyak rumah penduduk yang amblas, setiap rumah memiliki dua kamar tidur, ruang tamu dapur dan kamar mandi, jarak rumah satu dengan yang lainnya hanya 0,5 meter saja bahkan ada yang berhimpitan tanpa jarak.
Masalah air bersih, setiap rumah menyalur air dari sumur Bor yang dimiliki seorang penduduk disana, ada sekitar tujuh sumur bor yang ada disana, sistem pembayaran tergantung banyaknya penggunaan air, untuk satu kubik air dihargai Rp 3.500, mereka biasanya memerlukan 1 kubik air untuk setiap harinya yang dipakai untuk keperluan sehari-hari, pembayaran air dilakukan setian satu minggu sekali biasanya warga menghabiskan 7 kubik air dalam satu minggu dan membayarnya senilai Rp 25.000. sedangkan untuk listrik setiap rumah sudah memiliki listrik dengan sistem pulsa listrik dan biasanya untuk membeli pulsa listrik mereka harus mengeluarkan uang Rp 15.000 untuk satu kali membeli pulsa listrik.
Di Tambak Lorok tidak ada paguyuban kaum Nelayan atau semacam organisasi terkait nelayan, kebetulan ketika saya melakukan observasi, akan ada malam satu Muharam atau sering dikenal oleh masyarakat Jawa dengan malam satu Syuro, tidak berbeda jauh dengan masyarakat Jawa yang lain, masyarakat kampung nelayan di Tambak Lorok pun juga melakukan suatu tradisi yang memang sudah dari dulu mereka lakukan ketika malam satu syuro, tradisi di kampung nelayan ini adalah makan nasi gudangan bersama-sama warga di pinggir jalan-jalan gang yang ada disana yakni dilakukan ketika malam hari.
Harapan para Nelayan untuk pemimpin baru negri ini adalah mereka menginginkan pemerintahan yang adil, jujur , bijaksana dan bersih dari korupsi serta mereka ingin nasib para Nelayan lebih diperhatikan oleh pemerintah mereka menginginkan harga Bahan Bakar Solar yang murah karena Solar adalah modal utama mereka mencari nafkan dan menghidupi keluarga mereka.
Dirapikan lagi ya Apri, kalau bisa bagian content lebih besar dari pada widget”nya
oke..terimakasih atas sarannya kakak.. 😀
Just another Jejaring Blog Unnes Sites site, kok masih ada kakak?
Dilengkapi lagi bagian kategori nya mbak 🙂
Sudah Bagus, ditingkatkan lagi ya. 😀
Udah bagus Pri. itu ngomong-ngomong tabnya dari mana yah ? bagi tipsnya dong.
Tampilan blognya bagus ibu komting 😀 semangat menulis 😉
semangat mbak apri
Terimakasih postingannya membantu
postingannya bermanfaat pri. lanjutkan ngblog. ditunggu tulisan-tulisan selanjutnya
artikelnya udah bagus, tp tulisannya dirapikan lagi kaka
dirapikan lagi kak
ditambah dokumentasi dan dirapikan tulisannya ya pri
Artikel sudah menarik ada penjelasan tempat yg menjadi objek, dibuat rata kanan kkiri sama dirapikan lagi ya kaka supaya enak dibacanya 😀
siip bagus
tulisannya di rata kanan kiri pri, biar rapi
sip pri
benerin lagi pri rata kiri-kanan nya
good
yang di rata kanan kiri cuma paragraf pertama aja, paragraf bawahnya takut pada ngiri mbak apri 😀