Amsterdam, ibu kota negara kincir angin Belanda, dikenal sebagai satu kota bersih, berudara segar, banyak pepohonan yang ditumbuhkan berjajar dengan aliran sungi, serta fasilitas pengguna sepeda yang cukup lengkap. Namun siapa sangka berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh satu lembaga independen asal Jerman, kota Amsterdam mendapatkan nilai D+ atas tingkat kualitas udara kota tersebut. Studi yang dilakukan ke 23 kota besar Eropa ini menempatkan Amsterdam di peringkat kesepuluh terbersih di bawah Zurich (Swiss – B+), Copenhagen (Denmark – B), serta Vienna (Austria – B), yang berturut-turut menempati peringkat satu, dua, dan tiga.

Organisasi lingkungan lain asal Belanda yakni Milieudefensie, juga mengungkap bahwa 11 kota Belanda termasuk Amsterdam mengalami penurunan kualitas udara menjadi di bawah standard Eropa. Di sisi lain, pihak otoritas kota dalam hal ini adalah pemerintahan kota Amsterdam, hanya melakukan uji emisi udara di beberapa titik saja, yang dapat dipastikan tidak banyak penduduk kota yang mengetahui hal tersebut. Di sinilah muncul masalah, bahwa ketidaktahuan penduduk kota akan kondisi udara di sekitar mereka, membuat mereka tidak awas atas permasalahan ini.


Kemudian muncullah sebuah ide dari Joris Lam, seorang desainer yang memiliki latar belakang dunia media digital, mendesain sebuah alat yang akan memancarkan koneksi wifi gratis di sebuah lingkungan, pada saat polusi udara di sekitar area alat tersebut berada di level aman untuk kesehatan. Maka lahirlah Tree Wi-Fi, atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘Pohon Wi-Fi’, yang didesain berbentuk rumah mini seperti sangkar burung dara yang ditempelkan ke sebuah pohon di area keramaian.

“Stasiun monitor kualitas udara yang dibuat oleh pemerintah nampak hanya seperti bangunan kecil aneh tanpa nama dilengkapi dengan bunyi lonceng dan peluit yang tidak akan membuat Anda menjadi bijak,” demikian menurut Lam dilansir dari CNN, menanggapi adanya layar monitor tingkat polusi udara yang banyak dipasang di jalan-jalan kota besar. “Saya ingin membuat sesuatu yang dapat mengukur polusi udara lokal, sekaligus membuat isu ini menjadi mudah dimengerti oleh semua orang.”

 photo 2E32C533-FC92-4933-9FC8-B860CC180AFE.jpg

Setelah empat bulan proses desain dan perakitan, maka lahirlah Tree Wi-Fi. Alat ini memiliki sensor yang mampu mendeteksi tingkat polusi udara terutama berasal dari proses pembakaran kendaraan bermotor. Sensor tersebut memiliki jangkauan deteksi hingga radius 100 meter. Setiap sore hari, sistem kontrol di dalam sangkar burung ini mengirimkan data yang ia dapat ke pusat server untuk analisa lebih lanjut. Hasil analisa akan dikirimkan kembali ke sangkar burung, yang jika didapatkan hasil baik, maka koneksi internet via wifi akan dihidupkan.

“Jika server mendeteksi adanya penurunan tingkat polusi udara dibandingkan dengan hari sebelumnya, maka koneksi internet akan menyala dan dapat dinikmati semua orang yang ada di sekitarnya,” demikian penjelasan Lam. Lam juga menambahkan bahwa koneksi internet dari sangkar tersebut sebenarnya selalu ada, hanya saja jika kondisi udara terlalu buruk maka koneksi internet bukannya gratis, malah justru pengguna akan diberikan informasi dan tips mengenai cara memperbaiki kualitas udara. Tak hanya itu, bagi seseorang yang sudah mengunduh laporan kualitas udara di sekitar sangkar lalu melaporkannya kepada pemerintah, ataupun mereka yang mempunyai usulan program untuk menunjang perbaikan kualitas udara, juga bisa mendapatkan koneksi wifi gratis dari sangkar tersebut.

Leave a Reply

Skip to toolbar