Review Teori Strukturalisme Claude Levi Strauss

Oleh: Andhika Cahya Purwanto

 

Claude Levi Strauss adalah seorang antropolog berkebangsaan Perancis yang mencetuskan pertama kali tentang Teori Strikturalisme.

Levi Strauss memandang bahwa bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan dalam arti diakronis, yang artinya bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasa manusia dapat mengetahui budaya masyarakatnya. Selain itu, Levi Strauss juga berpandangan bahwa bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan. Karena material yang digunakan untuk membagun bahasa pada dasarnya adalah material yang sama jenisnya dengan material pembentuk kebudayaan itu sendiri.

Penelitian kebudayaan dapat didekati dengan menelaah atau meneliti bahasa pada masyarakat yang akan diteliti, dan melalui bahasalah kita dapat mengetahui kebudayaan masyarakat setempat. Contohnya adalah kata “salju”, dimana kita hanya mengetahui bahwa kata “salju” untuk menggambarkan bekuan es yang luas. Sedangkan orang-orang Eskimo memiliki lebih dari 10 kata untuk menggambarkan berbagai jenis salju.

Teori Strukturalisme Levi Strauss sangat dipengaruhi oleh linguis yang bernama Ferdinand de Saussure. Dimana Saussure menganggap fenomena-fenomena bahasa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu; parole dan langue. Parole adalah ucapan-ucapak dialek yang bersifat individual, sedangkan langue adalah aspek sosial, dimiliki bersama di dalam bahasa.

Roman Jakobson pun mempengaruhi Teori Strukturalisme yang dikemukakan oleh Levi Strauss, yang mempengaruhi teori ini adalah fonem (phoneme). Fonem merupakan unsur bahasa yang paling kecil dan membedakan makna walaupun fonem sendiri tidak memiliki makna apapun. Contohnya adalah kata putu dan puthu’ dalam bahasa Jawa. Perbedaan kata ini terletak pada fonem /t/ dan /th/, sehingga arti keduanya sangatlah jauh berbeda. Putu berarti “cucu” sedangkan puthu berarti makanan yang dibuat dari tepung beras berwarna hijau (pada umumnya) dan diisi dengan gula jawa (gula merah).

Kemudian Levi Strauss menguraikan berbagai macam unsur kebudayaan manusia dengan suatu metode dari ilmu linguistik yang mana metode tersebut adalah “Metode Segitiga Kuliner”. Menurutnya secara universal manusia memproses makanannya, walaupun ia juga menyukai makanan mentah, tetapi diantara apa yang dia makan selalu ada yang melalui proses pemasakan. Lagipula, berbagai jenis makanan mempunyai arti sosial, keagamaan, bahkan mempunyai arti simbolik.

Makanan manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu makanan yang melalui proses pemasakan, proses fermentasi, dan makanan mentah atau bebas dari proses (non-elaborate). Akal manusia dapat memilih salah satu diantara beberapa makanan tersebut yang beraneka warna, makanan yang bebas dari penggarapan tangan manusia (bebas dari proses) dan makanan yang “kena proses” tersebut. Dari penggolongan tersebut Levi mengatakan bahwa akal manusia selalu mencoba mencari antara dua ekstreem dalam satu kontinum, satu keadaan antara yang dapat menghubungkan kedua ekstreem tersebut, karena mengandung ciri-ciri dari keduanya. Golongan makanan yang mentah itulah keadaan-antara yang ditemukan oleh manusia, karena makanan mentah termasuk golongan alam yang tidak tercampur tangan manusia. Walaupun demikian makanan mentah itu termasuk dalam golongan kebudayaan, karena sumber makanan berupa tumbuh-tumbuhan atau binatang yang dipelihara dan diburu.

Levi Strauss juga menerangkan tentang susunan kata paragdimatis dan sintagmatis, yang artinya sintagmatis adalah dimana sebuah kata memiliki keterkaitan atau hubungan dengan kata di depan atau dibelakangnya atau dengan kata lain memiliki hubungan horizontal. Sedangkan paragdimatis adalah sebuah kata yang memiliki makna sama dengan kata berkait dengan pilihan kata tersebut sehingga timbul makna asosiatif atau dengan kata lain memiliki hubungan vertikal. Contoh dari susunan kata sintagmatis adalah “Ibu Membeli Buku”, kata-kata tersebut memberi makna bahwa seorang “Ibu” sedang “Membeli” sebuah “Buku”. Sedangkan contoh dari susunan paradigmatis adalah “Budi Membeli Buku”, jadi kata “Budi” dapat mengganti konsep “Ibu” pada susunan kata sintagmatis.

Levi Strauss menerangkan bahwa Teori Strukturalisme membedah tentang struktur yang ada di dalam pemikiran manusia (deep structure). Ketika ada kata ”Buku” maka secara otomatis otak kita akan memberi informasi tentang apa itu “Buku”. Struktur di dalam suatu kata pun dibahas oleh Levi Strauss, contohnya adalah kata “BISA” yang terdiri dari huruf B, I, S, dan A, namun dalam permainan anagram ke empat huruf tersebut dapat dirubah menjadi “BIAS” yang dimana arti keduanya sangatlah jauh berbeda.

Hubungan kekerabatan yang di analisis oleh Levi Strauss tentang pembahasan tentang struktur sosial tidak didalami secara konvensional, melainkan ada maksud tertentu didalam analisisnya. Levi Strauss beranggapan bahwa hubungan positif adalah hubungan berdasarkan sikap bersahabat, mesra, dan dicintai-mencintai. Sedangkan hubungan yang negatif adalah hubungan yang didasarkan pada sikap sungkan, resmi, dan hormat. Contohnya adalah ketika Malinowski melakukan penelitian pada keluarga inti dalam masyarakat Trobriand. Hubungan suami-istri yang hangat dan mesra diartikan sebagai hubungan positif oleh Levi Strauss, sedangkan hubungan antara pria-wanita yang terkekang oleh pantangan dan suatu adat sopan santun dalam pergaulan yang ketat dan resmi dianggapnya sebagai hubungan negatif.

Pada dasarnya, konsepsi pranata perkawinan adalah tukar-menukar antara kelompok. Adat mencari calon isteri dari luar kelompok sendiri (eksogami) membuat sistem tukar menukar tersebut menjadi semakin luas dan kompleks. Karena tidak hanya antara dua kelompok saja, melainkan kelompok lainnya akan meniru budaya tersebut, dan itulah azas masyarakat manusia yang simbolik dan kompleks. Kemudian Levi Strauss menyatakan bahwa ada dua macam cara tukar-menukar wanita, yaitu; Struktur Tukar-Menukar Terbatas (l’echange restraint) dan Struktur Tukar-Menukar Meluas (l’echange generalise) dan kemudian Struktur Tukar-Menukar Meluas itu dibagi lagi menjadi dua cara, yaitu; Struktur Tukar-Menukar Kontinyu (l’echange continue) dan Struktur Tukar-Menukar Diskontinyu (l’echange dyscontinue).

Struktur Tukar Menukar Terbatas adalah struktur yang paling sederhana, karena didalam interaksi itu hanya dibutuhkan dua kelompok saja yaitu dua kelompok yang saling memberi dan menerima istri. Sedangkan Tukar-Menukar Meluas memerlukan lebih dari dua kelompok. Sistem adatlah yang membatasi, meratakan, dan menghentikan sistem peredaran wanita agar tidak terjadi kemacetan dalam sistem peredaran wanita.

Mitologi yang dipaparkan oleh Levi Strauss tidak beralih dari pengaruh ilmu linguistiknya. Bahwa mitologi yang kita terima itu adalah perkataan yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya, contohnya adalah unggah-ungguh di dalam masrayakat Jawa. Para orang tua mengatakan kepada anaknya tentang kesopanan dalam bertutur kepada orang lain yang lebih tua maupun yang lebih muda. Selain unggah-ungguh ada pula tentang kekeramatan yang diceritakan oleh orang tua kepada anaknya.

Kemudian pada akhirnya ada perbedaan besar antara konsep Levi Strauss dalam caranya menganalisis sistem-sistem kekerabatan dan sistem mitologi yang dituturkan secara turun temurun.

Pada dasarnya, Teori Strukturalisme adalah teori yang untuk saat ini kita anggap sebagai mainstream. Contohnya adalah oposisi binear tadi yang telah dijelaskan, dimana hanya ada pria dan wanita serta selain dari kedua hal tersebut dianggap menyimpang. Teori Strukturalisme ini juga mengacu pada sistem kognitif yang ada di dalam diri manusia. Contohnya ketika ada orang yang mengatakan “Paku” maka secara otomatis kita akan mengerti deskripsi dari “Paku” tersebut. Tidak hanya di dalam bahasa, dalam seni, dan arsitek pun demikian. Ada pula perbedaan kata yang bermakna sama di dalam bahasa yang digunakan manusia, contohnya adalah “Api” dalam bahasa Indonesia dengan kata “Fire” dalam bahasa Inggris. Keduanya memiliki makna sama tetapi berbeda katanya yang disebabkan oleh bedanya budaya yang dimiliki antara masyarakat keduanya.