Siapa sih yang nggak tau komet? Komet atau yang biasanya disebut bintang berekor merupakan salah satu benda langit yang mengelilingi matahari dengan garis edar berbentuk lonjong atau parabolis atau hiperbolis. Komet terbentuk dari es dan debu. Komet terdiri dari kumpulan debu dan gas yang membeku pada saat berada jauh dari Matahari. Ketika mendekati Matahari, sebagian bahan penyusun komet menguap membentuk kepala gas dan ekor. Komet juga mengelilingi Matahari, sehingga termasuk dalam sistem tata surya. Komet merupakan gas pijar dengan garis edar yang berbeda-beda. Panjang “ekor” komet dapat mencapai jutaan km. Beberapa komet menempuh jarak lebih jauh di luar angkasa daripada planet. Beberapa komet membutuhkan ribuan tahun untuk menyelesaikan satu kali mengorbit Matahari

komet-halley

Dalam bahasa Jawa komet dikenal dengan nama Lintang Kemukus, yang berarti bintang berekor. Tulisan ini akan membahas legenda komet yang berkaitan dengan sejarah Indonesia, yaitu sejarah Kerajaan Majapahit.

Kita semua tentunya pernah mendengar tentang Kerajaan Majapahit dari pelajaran sejarah kuno Indonesia. Kerajaan Majapahit (1293 – 1527) adalah salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Wilayah kerajaan Majapahit sangat luas, yang bila dilihat dari kacamata geografi modern meliputi Indonesia secara keseluruhan, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Timor Leste dan Filipina. Majapahit mencapai masa kejayaan di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan patihnya yang terkenal yaitu Gadjah Mada.

Dalam kehidupan bernegara di Majapahit, kerajaan tersebut terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan atas yang terdiri dari anggota kerajaan, keluarga bangsawan dan orang-orang kaya, serta golongan bawah yang terdiri dari rakyat jelata. Perbedaan dan perselisihan di antara kedua golongan ini begitu besar sehingga mengancam persatuan dan kesatuan Majapahit ketika itu. Untuk mengatasi masalah ini, dipanggilah sekitar seratus orang Empu (orang bijak, pembuat keris) untuk membuat satu keris sakti untuk mempersatukan bangsa.

Keris istimewa tersebut dibuat dari bahan yang diambil dari berbagai daerah dan dinamai Kyai Condong Campur. Nama tersebut dipilih sesuai dengan tujuannya. Kata “condong” dalam bahasa Jawa kuno (yang mungkin sudah diserap menjadi bahasa Indonesia) berarti “cenderung/lebih mendekati/mengarah pada…”. Sementara “campur” berarti “menjadi satu” atau “persatuan”. Dengan demikian, arti nama keris ini kurang lebih adalah “pembawa persatuan”.

Masyarakat Majapahit (dan masih diyakini oleh masyarakat Jawa masa kini) meyakini bahwa setiap keris pusaka memiliki kekuatan spiritual dan supernatural, bahkan memiliki karakternya sendiri-sendiri. Demikian pula dengan keris Kyai Condong Campur. Keris tersebut diharapkan memiliki karakter pemersatu, namun betapa terkejutanya para Empu pembuat keris ketika mengetahui bahwa Kyai Condong Campur memilki karakter yang jahat dan ingin menguasai.

Pada masa itu, setiap golongan memiliki keris yang menjadi simbol golongan mereka. Golongan Atas memiliki keris pusaka yang bernama Keris Sabuk Inten (nama yang berarti “ikat pinggang  permata/intan”) dan golongan bawah memiliki keris pusaka bernama Keris Sengkelat. Nama “sengkelat” diyakin berasal kari kata-kata Jawa “sengkal atine” yang berarti “hati yang berat/lelah/kecewa”, dikaitkan dengan kondisi hati masyarakat kelas bawah yang penuh kekecewaan atas kondisi kehidupan mereka yang berat. Keris Sabuk Inten merasa terancam dengan kehadiran Keris Kyai Condong Campur, maka Kersi Sabuk Inten menantang Keris Kyai Condong Campur untuk bertarung.

Setelah melalui pertarungan yang sengit, Keris Sabuk Inten kalah dalam pertarungan tersebut. Mengetahui karakter jahat Keris Kyai Condong Campur, Keris Sengkelat akhirnya bertarung melawan Kyai Condong Campur meskipun sebenarnya ia segan bertarung. Di luar dugaan, Keris Sengkelat berhasil mengalahkan Kyai Condong Campur yang terkenal sakti. Keris Kyai Condong Campur amat murka kareka kekalahannya. Dalam kemarahannya Keris Kyai Condong Campur bersumpah bahwa ia akan kembali setiap 500 tahun untuk membawa ontran-ontran (bahasa Jawa, yang berarti “kekacauan/bencana”) ke tanah Majapahit. Setelah mengucapkan sumpahnya, Keris Kyai Condong Campur melesat ke angkasa, meninggalkan jejak cahaya terang. Inilah yang dikenal orang Jawa/Majapahit sebagai Lintang Kemukus, bintang berekor. Mungkin inilah sebabnya masyarakat Jawa hingga saat ini masih percaya bahwa penampakan komet di langit adalah pertanda akan adanya bencana.

Kisah tersebut memang termasuk kategori legenda atau mitos. Namun entah hanya karena kebetulan atau memang ada kebenaran di dalam cerita tersebut, perpecahan di dalam kerajaan Majapahit tidak pernah terjembatani. Perpecahan ini, tentunya dengan kontribusi berbagai faktor lain dalam kondisi politik dan kemasyarakatan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan di sekitarnya pada masa itu, akhirnya menjadi sebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Semuanya kami serahkan kembali kepada para pembaca.

 

‘Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan’