Skip to content


Re-Desain Master Plan Menuju Eco Campus

Masterplan kampus sebagai acuan pengembangan maupun peruntukan/zoning menjadi suatu pedoman yang sangat penting dalam pengelolaan pengembangan sarana maupun prasarana pendidikan. Bertolak dari pengertian tersebut maka pengembangan kampus tidak boleh menyimpang dari masterplan yang telah ditetapkan. Dokumen masterplan mengikat baik itu kegiatan pelaksanaan pengembangan (pembangunan) maupun kegiatan pemeliharaan terhadap hasil pembangunan tersebut (eksisting bangunan)

Secara spesifik penyusunan masterplan ini bertujuan untuk :

  1. Memperoleh keterpaduan dalam rencana pengembangan fisik, yang dapat diandalkan baik dalam jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek.
  2. Memperoleh arah pengembangan fisik, sekaligus sebagai kerangka dasar bagi pengembangan-pengembangan bangunan serta infrastruktur.
  3. Memperoleh dasar bagi pentahapan pengembangan fisik.
  4. Memperoleh harmonisasi pengembangan fisik sesuai dengan manajemen lingkungan hidup.
  5. Memperoleh arahan investasi bagi pengembangan lahan, bangunan dan infrastruktur untuk mencapai pemanfaatan yang optimal sesuai dengan rencana bisnis.

Secara umum biasanya masterplan sebuah kampus terbagi dalam pengelompokan gedung berdasarkan fungsinya (Sistem Zoning). Konsep penataan dalam sistem zoning (zonasi) itu sendiri dibagi dalam empat fungsi yaitu pusat pengelolaan institusi, lembaga, akademik, korporasi bisnis. Selain itu juga diperhatikan pengembangan kampus hijau dengan mengurangi massa bangunan dan membatasi akses masuk kendaraan dengan sistem rail road (jalan lingkar). Sehingga nantinya tidak akan ada lagi mobil yang mendekati area perkuliahan.

Continued…

Posted in Bicara Konservasi.

Tagged with .


Menuju Zona Nyaman Baru

Suatu siang mata saya menangkap sesosok dosen yang tergesa mengambil sepeda dari tempat parkir sebuah fakultas. Layaknya pejabat di universitas ini, beliau berpakaian lengkap: kemeja putih, berdasi dan bercelana kain. Perlente. Sirat wajahnya menunjukkan kearifan. Tak kurang dari lima menit sosoknya sudah hilang di kelokan. “Saya ke Rektorat ya dik” sapanya tadi saat melewati ruang saya, Tak demonstratif.

Tak hanya siang itu, hari-hari berikut sangat sering melihat beliau bersepeda dalam pakaian dinas.Menakjubkan mata saya.

Pernah suatu ketika saya bertanya pada beliau, “Kenapa tidak pakai mobil dinas Pak?, sontak dia jawab, “Wah..mumpung ada sepeda dinas dik” sambil tergelak. Jawaban yang sama sekali tidak bercanda menurut saya. Good answer, good point.

Sebuah realita di tengah hingar bingar  Continued…

Posted in Bicara Konservasi.

Tagged with .


Menanam dengan Hati

“Yen pengin urip setaun, nanduro woh-wohan. Yen pengin urip sepuluh taun nanduro wit-witan.

Yen pengin urip saklawase nanduro kabecikan” (pepatah Jawa)

Pepatah Jawa di atas yang mengingatkan saya tentang hal yang selama ini tak terpikir mendalam. Menjadi renungan tatkala melihat makin hijaunya lingkungan di sekitar saya.

Lingkungan di tempat saya berada, Universitas Negeri Semarang (UNNES), telah mendeklarasikan dirinya sebagai Universitas Konservasi pertama di Indonesia. Konsekuensi dari deklarasi ini adalah bagaimana UNNES menjadikan konservasi sebagai sumber inspirasi upaya pengembangan perannya bagi masyarakat lokal, nasional maupun internasional.

Dari sudut pandang yang sempit, konservasi identik dengan gerakan menanam pohon. Tradisi menanam pohon telah dilakukan UNNES dengan banyak kemasan program dan acara. UNNES pada tahun 2010 berpartisipasi dalam Program Nasional Penanaman Satu Miliar Pohon dan Hari Menanam Nasional. Pada tataran internal, UNNES mencanangkan gerakan “satu mahasiswa satu pohon”, penanaman mangrove di daerah pesisir Mangunharjo, penanaman pohon buah di Kecamatan Gunungpati dan masih banyak lagi gerakan menanam pohon yang telah dilakukan UNNES. Intinya, UNNES ingin mejadikan gerakan menanam pohon sebagai sebuah kebutuhan dan gaya hidup baru, tidak sekedar seremoni dan pencitraan semata.

Continued…

Posted in Bicara Konservasi.

Tagged with .


Rumah Ilmu : Kesetaraan Berkarya #2

Konsep Rumah Ilmu tentunya menjadi hal baru bagi tenaga kependidikan (tendik) di lingkungan kampus Unnes. Konsep yang terus terang masih asing meski sering disuarakan. Minimnya sosialisasi dan pedoman yang jelas membuat warga kampus menjadi banyak rupa pendapat dan interpretasi. Pun dengan tenaga kependidikan yang selama ini masih dianggap “warga kelas dua” di lingkungan kampus, sebagai bagian/unsur penunjang bagi layanan pembelajaran yang subyek utamanya adalah dosen dan mahasiswa tentunya konsep rumah ilmu menjadi angin segar bagi tendik untuk menunjukkan peran dan eksistensinya. Meski sekali lagi – dengan acuan dan standar yang belum jelas.

Bagi tendik – seperti saya , Continued…

Posted in Tulisan Utama.

Tagged with .


Rumah Ilmu : Hasrat Berbudaya Akademik #1

Seluruh geliat, pemikiran, sikap dan langkah warga kampus harus didasarkan atas ilmu pengetahuan, itulah kunci konsep membangun Rumah Ilmu dari Prof Dr Fathur Rokhman Mhum. Sudah jelas dari konsep tersebut diharapkan bahwa komunitas kampus – tak terkecuali, selayaknya merupakan suatu tatanan masyarakat yang mempunyai budaya khas tersendiri, yaitu suatu komunitas yang santun, yang bertumpu pada nilai-nilai universal eksistensialnya, terutama: logik, sistimatik dan obyektif serta pragmatik – dalam artian berorientasi pada nilai guna manfaat, atau suatu masyarakat yang lebih bercirikan nalar daripada emosional.

Ciri utama warga kampus yang mengedepankan Budaya Akademik (Academic Culture) adalah mempunyai budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif. Aktivitas berbudaya akademik meliputi :

  • penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif
  • pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral
  • kebiasaan membaca
  • penambahan ilmu dan wawasan
  • kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat
  • penulisan artikel, makalah, buku
  • diskusi ilmiah
  • proses belajar-mengajar, dan
  • manajemen perguruan tinggi yang baik

Aktivitas berbudaya akademik tersebut menjadi tidak bertumbuh tanpa didasari komitmen bersama untuk memberi ruang gerak yang cukup dalam koridor aturan dan etika akademik.

Warga Unnes secara keseluruhan dituntut untuk menjadi simbol pembaharu (agent of change) dan inisiator perjuangan yang respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan umat manusia, terutama untuk lingkungan masyarakat sekitar kampus.

Penggunaan budaya akademik oleh seluruh warga kampus menjadi kebutuhan baru dan prasyarat untuk menjadi agen perubahan yang mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan kerja masing-masing. Tak perduli apakah sebagai dosen, karyawan ataupun mahasiswa. Tanpa hasrat kebutuhan untuk berbudaya akademik yang ditumbuhkembangkan niscaya konsep Rumah Ilmu tidak akan tumbuh sebagai dinamika yang diharapkan. Jadi sebelum masuk ke rumah ilmu sebaiknya kita punya hasrat yang sama terlebih dulu, sehingga kita punya perjanjian diri – komitmen yang sama agar konsep ini bisa ditunjukkan dengan tindakan nyata.

(Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Dosen dan Tendik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan #1)


Posted in Tulisan Utama.

Tagged with .




Lewat ke baris perkakas