Dalam kehidupan sehari-hari tak jarang mendengar kata “gender” yang erat dikaitkan dengan perempuan. Sebenarnya apa itu gender? Mengapa gender ini erat kaitannya dengan perempuan? Untuk memahami apa itu gender maka perlu diketahui terlebih dahulu apa itu gender dan apa itu jenis kelamin (sex).
Jenis kelamin atau sex merupakan pemberian dari Tuhan YME yang bersifat biologis yakni laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki memiliki penis, jakun dan menghasilkan sperma. Perempuan memiliki payudara, bisa mengandung, melahirkan dan menyusui. Perbedaan biologis ini adalah suatu kodrat atau takdir dan tidak bisa menolaknya. Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dikenal dengan suaraya yang lemah lembut, penurut, emosional, cantik, bekerja di dapur dan lain-lain. Sedangkan laki-laki dikenal sebagai sosok yang pemberani, melindungi, rasional, mempunyai kekuasaan lebih dan lebih berhak untuk menjadi seorang pemimpin. Inilah konsep-konsep tentang laki-laki dan perempuan yang selama ini di konstruksikan oleh masyarakat. Padahal sifat-sifat yang dilekatkan oleh perempuan dan laki-laki tersebut bisa dipertukarkan yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda tempat ke tempat lainnya maupun yang berbeda dari suatu kelas ke kelas lainnya.
Gender berhubungan dengan ekspetasi sosial masyarakat sekitar yang mengondisikan sesuatu itu boleh atau tidak boleh, pantas atau tidak pantas, etis atau tidak etis, dan senonoh atau tidak senonoh. Pembagian peran gender ini kemudian melahirkan yang dinamakan identitas gender (feminin dan maskulin), peran gender atau gender roles (domestik dan publik), relasi gender atau gender relations (hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh norma-norma dan ekspetasi masyarakat), dan divisi pembagian kerja berdasarkan gender atau gender division of labour (pembagian status sosial dan eknomi pekerjaan berdasarkan status gender yang berbeda).Oleh karenanya, konsep gender tidak bergantung pada jenis kelamin. Justru, bergantung pada kondisi sosial dan adat budaya setempat. Lalu mengapa gender dikaitkan dengan perempuan?
Selama ini kita mendengar ada kementrian Perlindugan dan Pemberdayaan Perempuan dan juga Perlindungan anak. Jika dikaitkan dengan analisis gender slama ini memang banyak sekali terjadi ketimpangan atau ketidakadilan gender yang sering dialami oleh perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan selama ini berupa marginalisasi perempuan, subordinasi terhadap perempuan, kekerasan, stereotype atau pelabelan, dan beban ganda. Banyak sekali contoh-contoh dari setiap bentuk ketidakadilan yang dialami oleh perempuan.
- Marginalisasi
Marginalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Contohnya adalah Guru TK, pekerja konveksi dan pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerjaan rendah, sehingga berpengaruh dengan gaji/upah yang diterima mempunyai nilai yang rendah pula. Inilah yang menyebabkan kemiskinan pada perempuan.
- Subordinasi
Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Kita telah mengetahui bahwandi masyarakat telah memisahkan peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. perempuan dianggap bertanggung jawab atas urusan domestic dan reproduksi sementara laki-laki dalam urusan public dan produksi. Yang menjadi pertanyaan disini apakah penghargaan atas urusan domestic dan public itu sama? Semestara masyarakat saat ini masih menganggap bahwa wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga tidak menghasikan apa-apa. Padahal apa yang sudah dikerjakan oleh ibu rumah tangga sungguh luar biasa. Mulai dari membersihkan rumah, merawat suami dan anak. Sedangkan suami yang hanya bekerja dianggap lebih mempunyai eksistensi dibandingkan ibu rumah tangga. Saat ini masyarakat masih menilai eksistensi orang dari segi materi saja sehingga yang tidak menghasilkan itu dianggap tidak produktif dan di subordinasikan. Contoh kasus dari subordinasi itu sendiri adalah masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja, kalaupun bekerja upah yang diberikan dianggap sebagai uang lajang, karena sudah mendapat nafkah sari suami.
- Kekerasan
Kekerasan artinya disini adalah melakukan tindakan kekerasan yang melukai seseorang, baik fisik maupun nonfisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin dalam sebuah keluarga, masyarakat atau Negara terhadap jenis kelain lainnya. Karena laki-laki dianggap maskulin akan mewujudkan psikologis sebagai laki-laki yang gagah, berani dan kuat. Sedangkan wanita yang feminism dianggaplemah dan lembut. Dari sinilah muncul tindakan semena-mena terhadap perempuan. contoh kasusnya adalah pemukulan, pelecehan, pemerkosaan, eksploitasi, genital mutilation dan prostitusi.
- Bebab ganda (double burden)
Beban ganda adalah beban pekerjaan yang diterima salh satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sebagai seorang perempuan yang ingin tetap menjaga eksistensi dirinya tentu akan memilih untuk bekerja di ranah public, tak hanya sekedar untuk eksistensi saja tetapi bisa juga karena tuntutan ekonomi yang mengharuskan perempuan untuk bekerja di luar rumah. Namun kenyataanya meski sudah bekerja diluar rumah para perempuan ini masih saja dibebani dengan tanggung jawab rumah (domestik) perempuan harus mengurus anak dan suami serta memasak dan membersihkan rumah meski mereka (perempuan) bekerja di sector public. Sebenarnya tidak ada masalah dengan hal tersebut akan tetapi akan menjadi masalah ketika suami atau laki-laki ini tidak bisa diajak kompromi untuk berbagi tugas dengan istri dalam mengurus rumah. Beban domestic dan public inilah yang harus ditanggung perempuan sehingga menimbulkan ketidakadilan gender di dalam keluarga.
- Stereotype (pelabelan negative)
Semua ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pda seumber kekeliruan yang sama yaitu pelabelan gender laki-laki dan perempuan. selama ini masyarakat atau orang yang melabelkan atas dasar yang keliru dan biasanya label negative melekat pada diri perempuan. contohnya saja adalah anggapan bahwa perempuan itu cengeng, tidak rasional, lemah, tidak mampu mengambil keputusan sendiri, tidak boleh keluar malam, harus menjaga kesuciannya dsb. Ada kasus yang membuat saya bingung adalah ketika laki-laki yang ingin menikah itu menuntut atau mencari wanita yang masih menjaga kesuciannya atau bahasa awamnya adalah masih “perawan”. Sedangkan dalam kehidupan nyata banyak sekali kasus dimana perempuan kehilangan keperawanannya. Siapa lagi kalau bukan laki-laki yang merenggut kesucian atau keperawanan seorang wanita. Ketika sudah menikah dan berhubungan suami istri laki-laki harus agresif dan perempuan harus pasif. Laki-laki menganggap dirinya harus mempunyai pengalaman dalam sex. Padahal pengalaman yang dia dapatkan itu juga bersumber dari perempuan. lantas ini bagaimana? Laki-laki menuntut kesucian perempuan sedangkan laki-laki tidak turut menjaga kesucian perempuan. malahan kesucian perempuan dijadikan alat untuk bereksperimen dan mencari pengalaman. Ini merupakan ketidakadilan yang terjadi dimasyarakat. Perempuan sangat dirugikan akan hal ini. Memang benar dalam agama juga telah disebutkan bahwa perempuan perlu menjaga dirinya, namun alangkah baiknya jika laki-laki juga turut untuk untuk menjaganya.
Ketimpangan-ketimpangan yan terjadi di masyarakat ini entah disadari atau tidak telah terjadi berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama. Hampir disemua bidang kehidupan perempuan mengalami yang namanya ketidakadilan gender. Pendidikan, kesehatan, pekerjaan, pembangunan bahkan media pun tak luput dari ketidakadilan gender terhadap perempuan. saya akan mengambil contoh kasus dalam perempuan dan media. Televise merupakan media informasi yang dapat dinikmati oleh semua kalangab baik itu tua, muda, anak-anak, orang kaya sampai orang miskin. Penyajian di televise yang menggunakan video dan audio menjadikan mudahnya terserapnya apa yang disampaikan oleh televisi. Selain menyampaikan informasi melalui berita, televise juga sebagai sarana hiburan dan juga sebagai media pemasaran atau iklan.
Berangkat dari sini yaitu iklan sekarang ini telah menjamur iklan-iklan produk yang dikemas sebegitu menarik untuk mempengaruhi konsumen membeli produknya. Perempuan memang hampir selalu ada dalam setiap iklan. Baik sebagai tokoh sentral produk yang berkaitan dengan perempuan, bahkan sekadar jadi pelengkap dalam iklan produk laki-laki. Perempuan selalu ada di sana, mengambil sebuah peran. Seberapa tidak pentingnya peran tersebut.
Peran ini yang sarat bias. Tentu saja bias gender, karena ini berkaitan dengan penggambaran atau representasi perilaku yang bisa memperkuat stereotip yang melekat pada peran, fungsi dan tanggung jawab perempuan. Satu yang paling gampang terlihat adalah eksploitasi perempuan. Eksploitasi ini bisa dalam bentuk eksploitasi tubuh perempuan, bahkan untuk tingkat lebih tinggi penggambaran perempuan sebagai objek seks.
Perjuangan kaum feminis seolah membawa dua gaung. Di satu sisi, perempuan lebih bisa berekspresi dalam hal ini mengenai cara berpakaian karena cara berpakaian adalah hak individu. Di sisi lain, pesan yang dibawa media ini adalah salah satu bentuk eksploitasi terhadap perempuan, karena perempuan dijadikan komoditas. Semata-mata sebagai objek, yang fungsinya untuk memikat dan menjual produk.
Banyak sekali produk-produk yang menggunakan perempuan sebagai objek iklan. Mulai dari produk pembersih lantai, pencuci piring, sabun, alat-alat kecantikan bahkan iklan yang tidak ada hubungannya dengan perempuan justru menampilkan perempuan sebagai bahan pengikat konsumen. Contohnya adalah iklan Pepsodent Expert Protection yang menampilkan seorang ibu bertanya, “Bagaimana cara terbaik untuk merawat kesehatan gigi dan mulut keluarga saya?” Sementara di situ juga ada ayah yang turut berhadapan dengan pakar gigi. Televisi msih mengkonstruksikan perempuan ada di ranah domestik. Di zaman yang sudah modern ini seharusnya hal ini sudah tidak berlaku lagi dan konsep-konsep tentang cap atau label tentang perempuan yang bekerja di ranah domestik harus dihapuskan.
Laki-laki yang di labelkan sebagai pelindung dan menuntut perempuan untuk menjaga kesuciannya atau “keperawanan” hendaknya turut menjaganya bukan malah merusaknya dan mencari pengalaman sex mereka. Untuk dapat bersaing dan menjaga eksistensi diri seornag perempuan seharusnya bisa bebas untuk nekerja di ranah publik dan laki-laki atau suami bisa untuk diajak berkompromi dalam pembagian peran antara perempuan dan laki-laki untuk mewujudkan seteraraan gender.
Kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender terhitung masih kurang sehingga masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan dan bias peran antara laki-laki dan perempuan. laki-laki dan perempuan diharapkan bisa saling menjaga dan berbagi peran untuk mewujudkan kesetaraan gender tanpa harus ada salah satu pihak yang tertindas. Gender ini bukan untuk menindas salah satu pihak atau menyalahkan laki-laki tetapi untuk memberikan penyadaran mengenai peran yang dimiliki laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan serta kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan serta konstruksi masyarakat yang selama ini keliru untuk diluruskan kembali.
artikelnya sudah bagus, tapi lebih bagus lagi jika tampilannya diatur rata kanan dan kiri 😀
teks nya masih kurang rapih kakak
keren kak, mungkin kalau pengaturan tulisan dirapikan lagi akan lebih bagus
artikelnya sangat kaya dan membantu orang awam untuk tahu tentang gender, lanjutkan qaqa
coba dikasih sumber pustaka ka biar lebih ilmiah hehe
masukan sumber referensinya
judulnya mungkin bisa diubah agar lebih menarik 🙂
Sangat menarik kak, namun perhatikan penulisannya dan akan lebih menarik apabila diberi gambar atau foto kak
tolong cantumkan daftar pustaka kakak 😀