Biografi
Foucault lahir di Poitiers, Prancis pada 15 Oktober 1926. Ia berasal dari keluarga yang berlatar pendidikan medis, hingga bagi orang tuanya, Foucault diharapkan untuk memilih profesi yang sama. Tetapi studi filsafat, sejarah, dan psikologi menjadi pilihan utamanya, walaupun kelak pemikiran-pemikirannya banyak berkaitan dengan bidang medis, khususnya psikopatologi.
Dalam mendalami Studi filsafat dan psikologi di Ecole Normale Superiure, ia bertemu dengan Louis Althusser yang sekaligus memperkenalkannya kepada pemikiran marxisme strukturalis; kemudian mendalami filsafat Hegel di bawah bimbingan Jean Hyppolite; dari Georges Canguilhem tentang sejarah ide; dan Georges Dumezil membuat Foucault tertarik dengan sejarah mitos-mitos, seni dan agama. Pada 1946 ia menyelesaikan pendidikannya dan menerima lisensi filsafat pada 1948 dari Sorbone dan dua tahun kemudian memperoleh lisensi dalam bidang psikologi. Ia juga mendapat diploma dalam psikopatologi.
Karir akademisnya diawali dengan menjadi staf pengajar di Universitas Uppsala, Swedia untuk bidang sastra dan kebudayaan Prancis (1955-1958), juga menjadi dosen di berbagai universitas di Prancis. Sempat juga terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Parai Komunis Prancis hingga 1951. Selama periode ini, Ia kemudian menerbitkan karya monumentalnya “Historie de la Folie al’age Classique” yang lebih dikenal dengan “Madness and Civilization” (Peradaban dan Kegilaan).
Melalui konteks karyanya kelak, alam pemikiran Foucault menunjukkan bermacam-macam minat pengetahuan yang menjadikan dirinya sebagai salah satu pemikir yang provokativ dan sulit dipahami (Ritzer, 2008). Tetapi selain dari Ide-ide Marxian melalui alur pemikirannya, ia banyak bersentuhan dengan teori rasionalisasi Weber yang ia sebutkan hanya ditemukan pada “tempat-tempat kunci (key sites); pendekatan hermeneutika dalam melihat fenomena sosial yang menurutnya problematis; pengaruh fenomenologi dengan cara penolakannya terhadap ide-ide otonomi subjek; dan yang paling penting adalah pemikirannya yang kuat terhadap beberapa minat Nietzsche terhadap kekuasaan dan pengetahuan. Input teoritis yang beragam ini akhirnya menempatkan ia sebagai seorang poststrukturalis (Ritzer, 2008).
Melalui Madness and Civilization, Foucault persis seperti menara yang menjulang akibat ketenaran dari tulisannya. Sejak penerbitan buku itu, perhatian terhadap gejala penyimpangan, yang juga sejarah psikiatri, ilmu kedokteran, psikopatologi, kriminologi dan seksualitas telah menjadi kajian yang kompleks saat diperhadapkan kepada tahap masyarakat dan tahap pemikiran. Begitu juga sebagaimana deskripsinya tentang perilaku aneh dengan kaitannya terhadap siksaan sadis melalui cara-cara yang ekstrem, dimulailah sebuah tahap ilmiah yang menghubungkan gejala inhumanitas dan humanitas sebagai bagian dari pengamatan sosial (Kurzweil, 2010)
Cara Kerja Foucault
Tindak baca Foucault atas sejarah peradaban barat terutama pada tema-tema perilaku menyimpang dan sejarah klinik, dilakukan berdasarkan metodelogi genealogidan arkheologi pengetahuan yang terungkap melalui kategori yang ia cetuskan. Dalam Madness and Civilization, Foucault mengujicobakan pendekatannya melalui pembacaan kondisi sejarah yang memungkinkan terjadinya kelompok-kelompok masyarakat terpusat melalui kategori kekuasaan selama masa abad pertengahan hingga pencerahan.
Dari tindak pembacaannya, Ia menemukan bagaimana kekuasaan menormalisasi kelompok marginal; orang berpenyakit lepra, orang gila, kaum miskin dan pengangguran melalui modus yang memperantai bagaimana cara kerja kekuasaan diberlakukan dalam skema pengetahuan dan kedokteran melalui diskursus.
Unit analisis diskursif sekitar kekuasaan dan pegetahuan dinyatakannya melalui bentuk-bentuk pengetahuan yang menyertakan kualitas moral dari kekuasaan itu sendiri. Melalui cara ini, kekuasaan mengkondisikan fungsi otoritasnya dalam mengatur praktik-praktik, aturan-aturan, pernyataan-pernyataan yang berhak beroperasi di dalam lingkungan dominasi kekuasaan. Dari tema ini diskursus dapat diartikan sebagai “kelompok pernyataan yang memililiki sistem formasi tunggal” (Ritzer, 2008).
Diskursus dalam beberapa pengertiannya dipadankan dengan arti ideology. Penggunaan ini seperti ungkapan Eagleton adalah usaha Foucault untuk menghindari pemakanaan ideologi yang bias dari sebelumnya. Tetapi dari yang diberikan Eagleton, diskursus yang diperantai antara relasi kekuasaan sebenarnya selalu dimediasi melalui bahasa dan dibentuk oleh bahasa. Sehingga penggunaan diskursus lebih tepat digunakan dalam menjelaskan relasi struktural bahasa dalam mediasi kekuasaan (Bagus Takwin, 1999).
Ada empat artikulasi Foucault yang prinsipal dari arkeologi pengetahuan dengan membedakannya dengan sejarah ide untuk memahami diskursus;
- Arkeologi tidak mengupas “pemikiran, representasi, pencitraan yang terimplisit dalam diskursus, melainkan melihat kembali diskursus dibentuk dari kekuasaan yang menyertainya. Dengan kata lain arkeologi pengetahuan membantu kita untuk melihat diskursus itu sendiri.
- Dari dimungkinkannya diskursus yang disertai dari kekuasaan maka ia dilihat sebagai perkembangan yang memiliki kekhasannya sendiri. Ini sejalan dengan maksud Foucault untuk memahmi diskursus secara tidak langsung akan memposisikan kebenaran bukan hal yang prinsipal, melainkan adanya kecenderungan berbeda dari the other.
- Perhatian dalam diskursus tidak memberikan perhatian pada level individu, sehingga memungkinkan pembacaannya bersifat heterogen dengan maksud melihat bagaimana diskursus itu dibuat dan berkembang dari aturan-aturan yang teribat di dalamnya.
- Diskursus tidak melihat asal usul kemunculan diskursus melainkan upaya sistematik sebuah objek dari diterapkannya sebuah diskursus.
Kelahiran Klinik
Dalam buku The Birth of The Clinics (1965) dengan pendekatan arkeologi pengetahuan dan genealogi kekuasaannya, Foucault memperlihatkan seperti apa terbentuknya kemunculan kekuasaan dokter dan psikiater dalam hubungannya terhadap kegilaan dan penyimpangan. Perhatian utama buku ini sebenarnya meninggalkan analisis menyangkut kegilaan dan lebih memberikan perhatiannya terhadap penyakit dan kekuasaan medis yang muncul antara tahun 1794 hingga sampai 1820 (Kurzweil, 2010).
Melalui pendekatan strukturalisme Foucault juga tertarik menyelidiki perubahan dasar dari struktur pengalaman dan perubahan ilmu kedokteran. Salah satu yang penting dalam analisis ini adalah apa yang ia istilahkan dengan gaze, yakni adalah persepsi yang melihat adanya pergeseran historis dalam memandang ilmu kedokteran. Gaze dalam konseptualisasi Foucault adalah apa yang diilustrasikan dalam pendekatan kedokteran yang ia istilahkan sebagai “bahasa tanpa kata-kata” yang ditandai dengan kekuasaan dokter dalam vonis pengetahuan yang dimilikinya.
Foucault menganalisis dunia medik sebagai sebuah sains yang memulai menerapkan metode saintifik untuk mengatasi berbagai macam wabah penyakit dengan cara klasifikasi berdasarkan tabel. Fokus klasifikasi sistem tabeling akirnya membuka sebuah model baru dalam pencatatan ragam penyakit berdasarkan kelas, spesis dan jenisnya. Dari hal ini sains sebagai ilmu digunakan sampai pada aspek-aspek epistemologisnya dalam menentukan penting tidaknya klasifikaasi yang dibangun. Berdasarkan cara inilah dunia medik memulai tindakannya berdasarkan pencatatan-pencatatan atas penyimpangan yang terjadi.
Disebutkan di dalam Madness and Civilization, ilmu kedokteran merupakan awal kajian yang membuka perspektif bagi lahirnya ilmu-ilmu manusia. Semenjak abad 18 rumusan-rumusan kedokteran yang berbasiskan pengamatan memfokuskan analsisnya kepada soal-soal kesehatan. Namun upaya pencegahan yang bersifat patologis, mulai menjadi kecenderungan umum yang nampak semenjak abad 19 (Ritzer, 2008). Pengandaian ini mengakibatkan terjadinya perubahan dari cara pencegahan penyakit yang berubah menjadi upaya pengontrolan tubuh.
Dari catatan Foucault, Jerman dan Prancis menandai awal mulanya pendirian rumah singgah untuk merawat orang-orang yang dianggap menyimpang dan berpenyakit. Di Prancis didirikannya hopital general pada tahun 1656 oleh raja Perancis, mendorong lahirnya pendirian rumah koreksi yang banyak didirikan setelahnya. Namun, Di mana sebelumnya hal yang sama, hopital telah didirikan pada tahun 1620 di Jerman dengan nama Zuchthausern (Foucault, 1975). Pendirian hopital di kedua negara tersebut, akhirnya merebak sampai ke belahan Eropa. Di Basel, hopital dibuka tahun 1667, Breslau tahun 1668, Konigsberg tahun 1691, Leipzig tahun 1701, Halle dan Cassel tahun 1717 dan 1720, Brieg dan Osnabruck 1756 dan Torgau tahun 1771 (Foucault, 1975). Demikian juga terjadi seperti di Spanyol, Belanda, Skotlandia, Italia dan Inggris.
Semakin banyaknya rumah rawat yang didirikan di penjuru Eropa, menandai secara historis asal mula penerapan pengontrolan tubuh bagi pengidap penyakit dan penderita gagal mental. Tidak saja bagi orang-orang yang berpenyakit, kaum miskin dan juga pengangguran ikut serta dalam penerapan legalitas atas penyelewengan demi ketertiban tatanan masyarakat. Diterapkannya fenomena normalisasi atas tubuh, melalui medikalisasi, masyarakat Eropa memasuki peralihan dan perubahan kekuasaan melalui ancaman dan teror atas otoritas medis (di Perancis dinamakan lettres de cachet).
Dalam Maddness and Civilization, melalui teror dan ancaman dijelaskan oleh Foucault bagaimana ketakutan memainkan peranan kunci dalam memberlakukan pasien sebagai objek kontrol atas tubuh. Ia menuliskan:
“ketakutan muncul sebagai sesuatu yang esensial dalam rumah sakit. Tidak diragukan lagi, teror pengurungan telah menjadi sebuah gambaran yang ada sejak dulu… teror yang sekali berkuasa merupakan isyarat alienasi kegilaan yang paling tampak di abad klasik.” (Foucault, 2002).
Kontrol atas tubuh juga dituliskannya menjadi bagian integral dalam pendisiplinan dengan program-program yang diawasi melalui pencatatan. Rumah peristirahatan memberlakukan pasien atas dasar pengendalian diri dengan cara yang kontinyu tanpa henti melalui penyadaran atas kesalahan (Foucault, 290). Cara kerja yang demikian memposisikan kegilaan dan penyimpangan sebagai deviasi yang ditangguhkan dengan cara-cara yang logis. Atau dengan kata lain, kegilaan dianggap sebagai peristiwa yang abnormal sehingga mesti diperlakukan dengan cara di luar dari tolok ukur manusiawi dengan legitimasi medik.
Saat Kurzweil menuliskan deskripsi pemikiran Foucault dalam konteks kelahiran klinik, ia menyebutkan perlakuan para dokter terhadap pasien yang diidentifikasi melalui pendekatan yang objektivis. Pengamatan yang menjadi pendekatan penting dalam dunia medik di satu sisi memperlakukan manusia sebagai sekedar objek amatan. Mula-mula pasien diamati kemudian menjadi subjek kurikulum ilmu kedokteran yang tersrtuktur dalam rangka pengembangan keilmuan. Lewat ini Foucault menunjukkan secara simultan klinik atau rumah sakit menjadi akses profesi bagi pelajar-pelajar medis dengan diberlakukannya surat ijin bagi pegawai kesehatan, tenaga profesional dan dokter (Kurzweil, 2010).
Disebutkan pula secara bersamaan, situasi di atas berimplikasi terhadap akses untuk mendekati tubuh terutama saat perlakuan autopsi dilakukan. Bedah mayat akhirnya dilegalkan akibat akses otoritas dokter yang berimplikasi terhadap dimulainya suatu penyelidikan baru atas penyakit dan pencegahannya bagi pendisiplinan masyarakat. Pada dasarnya, otoritas dokter yang memiliki wewenang atas kontrol tubuh menjadikan rumah sakit dan para dokter memiliki posisi istimewa dengan membangun perangkat episteme yang mendukung keberlangsungan posisinya.
Dalam sejarah ilmu kedokteran, pembedahan terhadap manusia dimulai di abad ke-13 di Universitas Bologna dalam rangka menemukan sebab-sebab spesifik penyebab kematian. Juga bedah anatomi di tahun 1316 professor di Bolognese yakni Mondino de Luzzi menulis untuk pertama kalinya analisis kerja anatomi dengan pendekatan modern. Sementara di awal abad enam belas, studi terhadap anatomi tubuh melibatkan rasa keingintahuan bidang akademik, bedah tubuh dan seni melukis tubuh dalam rangka merangsang perkembangan studi anatomi hingga akhirnya di tahun 1543 Andreas Vesalius menerbitkan De Humani Corporis Febrica (struktur tubuh manusia) sebagai tonggak evolusi ilmu kedokteran (Lubis, 2008).
Libido Dokter-sentrisme
Sosiolog pasca-modern, berkebangsaan Perancis, Michel Foucault dalam The Birth of the Clinic memberi penjelasan bahwa “Tugas utama dokter (hakekatnya) adalah politis”. Seorang dokter dengan kapasitas pengetahuan yang dimilikinya mempunyai otoritas penuh untuk menghakimi seseorang itu sehat atau sakit. Dokter bisa dengan mudah menjustifikasi bahwa seseorang itu sakit, padahal sejatianya ia sehat. Otoritarianisme dokter ini diperteguh dengan derap laju modernitas. Klinik-klinik kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit didirikan untuk manampung kuasa pengetahuan dokter.
Akibatnya, dengan kuasa pengetahuan itu, masyarakat menjadi sangat tergantung pada dokter dalam menentukan sakit atau sehat sekaligus untuk mencari kesembuhan atas sakit yang ia derita. Masyarakat rela membayar mahal untuk mendapatkan kesembuhan versi dokter. Realitas ini menempatkan profesi kedokteran mempunyai nilai yang penting di masyarakat. Dan, karena posisi politis itu, seorang dokter berusaha untuk tetap mempertahankan kuasanya. Seorang dokter lebih memilih memberi obat daripada menyebarkan pengetahuan tentang sehat di masyarakat. Sangat jarang ditemui – untuk mengatakan tidak ada – seorang dokter mau datang dari rumah ke rumah untuk mengajarkan hidup sehat, untuk meminimalisir jumlah orang sakit. Adalah wajar jika ada pameo doa seorang dokter setiap pagi : “Ya Tuhan semoga hari ini ada orang sakit yang datang kepadaku”. Orang sakit adalah sumber rejeki utama seorang dokter.
Terjadilah proyek libido doktersentrisme dilihat dari dua sisi, 1) orang berbondong-bondong ke dokter ketika merasa sakit atau sekedar meminta nasehat tentang sehat, dan 2) orang berlomba-lomba untuk menjadi dokter.
Padahala, menurut Foucault, pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk menyebarkan pengetahuan dan cara hidup sehat ke masyarakat, bukan dengan cara memperbanyak dokter. Banyaknya jumlah dokter tidak ada hubungannya dengan pembangunan kesehatan.
Foucault, masih dalam The Birth of Clinic, memberi penegasan bahwa perjuangan melawan penyakit harus dimulai dengan perang melawan pemerintahan yangg buruk. “Manusia akan benar-benar mendapat kesembuhan total hanya bila ia terbebaskan (dari pemerintahan yang buruk)“. Artinya, ketika definisi sakit dan sembuh hanya mengikuti petuah dokter, definisi itu menjadi politis. Dokter – atas nama pengetahuan yang dimilikinya – bertindak otoriter dalam menghakimi seseorang itu sakit atau sembuh.
Lebih parah, jika rezin “dokter-sentrisme“ ini tidak didukung dengan tata kelola kesehatan yang baik. Sanitasi buruk, got-got kotor, korupsi meraja-lela, kawasan-kawasan kumuh dibiarkan, politik penuh dusta, harga-harga kebutuhan pokok tak terkendali dan seterusnya. Artinya, menurut Foucault, menyembuhkan sakit dengan membawa ke dokter tanpa didukung pemerintahan yang baik hanya membuang uang belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Stanford Encyclopediaof Philosophy. (2008). ‘Michele Foucault”. From https://plato.stanford.edu/entries/foucault/. Diakses pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 20.12.
Suyanto Bagong, Amal Khusna. 2010. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Malang: Aditya Media Publishing
Michele Foucault (e book The Birth of the Clinic) edition published in the Taylor & Francise-Library, 2003.Tavistock Publications Limited 1973. Diakses pada tanggal 9 Juni 2015 pukul 10.54.
lanjutkan kakak… perataan teksnya diperbaiki yaa kak
Coba, dikasih sumber pustaka biar tidak plagiat
Wi,,tambahin fotonya Foucault dong. Biar lebih kenal orangnya . ^0^v
sudah baik, ditambah gambar biar ketauan muka Foucault kaya apa 😀