Disamping pemandangan alam yang indah Gunung Bromo juga memiliki daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap berpegang teguh pada adat istiadat dan budaya yang menjadi pedoman hidupnya.Upacara adat istiadat salah satunya Kasada yang terkenal hingga manca negara dan selalu ramai di hadiri turis luar negeri maupun lokal.
Di dalam masyarakat Bromo khususnya desa Ngadas yang telah saya observasi disana terlihat masyarakat yang hidup harmonis dan saling menghormati, dibuktikan dengan adanya 2 agama yaitu agama hindhu dan agama islam yang hidup berdampingan antara desa Ngadas dan Wonokerto, walaupun agama/keyakinan mereka berbeda tidak menjadikan perbedaan tersebut suatu konflik, tetapi mereka berbaur satu sama lain, dan bertoleransi satu sama lain, dalam kegiatan sarasehan terdapat tokoh adat yaitu Pak Sumartono yang menjabat sebagai kepala desa, pak sasmito sebagai dukun pandita, dan pak Mulyono, mereka yang memakai udeng di kepalanya yang menjadi ciri khas agama hindhu yang ada disana, didalam sarasehan dijelaskan bahwa dukun pandita adalah seorang yang di sucikan untuk melakukan upacara-upacara adat untuk melestarikan kebudayaan.
Di desa Ngadas juga mempunyai kebudayaan yang setiap bulannya mengadakan slametan bersih desa di hari raya nyepi. Dukun pandita melaksanakan pati geni(tidak menyalakan api) dan mutih selama satu bulan.Ketika mutih, dukun tersebut menghindari makanan yang mengandung garam, gula dan minyak, putih yang berarti suci dan mengajarkan kita untuk berbuat berbuat menjadi baik, dukun tersebut berhenti mutih di bulan ketujuh.
Agama Hindu di Bali dan di Tengger pada dasarnya sama yaitu Hindu Dharma, tetapi masyarakat Tengger tidak mengenal kasta. Tidak seperti halnya masyarakat Hindu di Bali, masyarakat Tengger tidak memiliki Istana, pustaka, maupun kekayaan seni-budaya tradisional.
Namun demikian masyarakat desa Ngadas kaya akan kepercayaan dan upacara adat, diantaranya ialah:
a. Upacara Karo
Hari raya terbesar masyarakat Tengger adalah Upacara Karo atau Hari Raya Karo yang di adakan 15 hari setelah hari raya nyepi, di hari raya tersebut setiap rumah membuat sesajen dan makanan-makanan yang ditaruh di rumahnya,dan penduduk yang satu berkunjung ke penduduk yang lain, masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru kadang membeli pakaian baru, perabotpun juga baru. Makanan dan minuman pun melimpah. Tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah Mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati leluhurnya. Memperingati asal usul manusia. Untuk kembali pada kesucian. Untuk memusnahkan angkara murka.
b. Pujan Kapat (Bulan Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa.
c. Pujan Kapitu (Bulan Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi jagung dan daun – daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.
d. Upacara Pujan Kawolu
Jatuh pada bulan kedelapan tahun saka. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
e. Upacara Pujan Kasanga
Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obor. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepala desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama anak – anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.
-
Pos-pos Terbaru
- Ulasan Akhir 10 Blog Sejawat
- Materi Sosiologi kelas XII:Kearifan lokal dan pemberdayaan komunitas
- Materi Sosiologi kelas XII:Ketimpangan sosial sebagai dampak perubahan sosial di tengah globalisasi
- Materi Sosiologi kelas XII:Globalisasi dan perubahan komunitas lokal
- Materi Sosiologi kelas XII:Perubahan sosial dan dampaknya
Tamu
Komentar Terbaru
- Silvia Alfiyani pada Silabus Antropologi SMA Kelas XII Kurikulum 2013
- Silvia Alfiyani pada Silabus Sosiologi SMA Kelas XII Kurikulum 2013
- Rani Meilina Siswoyo pada Silabus Sosiologi SMA Kelas X Kurikulum 2013
- Rani Meilina Siswoyo pada Budaya Kekerasan dalam Perspektif Nilai-Nilai dan Etika Masyarakat Jawa
- Rani Meilina Siswoyo pada Aliran Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Arsip
Kategori
- Antropologi (1)
- Kebudayaan Jawa (2)
- Pembelajaran Antropologi SMA (17)
- Pembelajaran Sosiologi SMA (16)
- Praktek Laboratorium (1)
- Sosiologi (2)
Meta
blog’s temanku
- ignasia intan
- anis istiqomah
- rima ayu riani
- novita windiarti
- tri yuliana
- nuufid rahayu ambarwati
- renny ayuningsih
- resti bona yulita
- syarafina nandanisita
- diah rohmatul laeli
- rossy juliana
- imam fauzi
- putri ayu
- farika tri aryanti
- rani meilina siswoyo
- mita puspita
- nur ayu istiqomah
- siti fatimah
- siti zakiyatur rofiah
- sofiyatin
- abdul rohman
- lina idamatus silmi
- sekar arum
- silvia alfiani
- arum yuni
- anisa aulia
artikelnya menambah wawasan kaka, lanjutkan 😀
tulisan dibuat rata kanan kiri kak, sama judul dibuat lebih menarik ya terimaksih 😀
Komentar yang membangun,siap kak 😀
good job 😀