Assalamualaikum Para Blogger. setelah minggu lalu saya memposting materi terkait sosiologi dan antropologi SMA lengkap dengan media pembelajarannya. kali ini saya akan memposting beberapa tugas kuliah yang mungkin bisa bermanfaat bagi para blogger semua. dengan dasar jurusan saya pendidikan sosiologi dan antropologi pertama ini saya akan memposting tugas yang berjudul “Analisis Kemiskinan di Banyuwangi” tugas ini merupakan tugas pada mata kuliah pengantar Antropologi. tugas ini merupakan bentuk analisis dalam kasus kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi. Selamat membaca yaa..
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI
Oleh
H. ABDULLAH AZWAR ANAS, M.Si .
Kabupaten Banyuwangi saat ini berada dalam sebuah tahapan penting dalam sejarahnya. Sebagaimana seluruh wilayah lain di Indonesia yang terguncang akibat terpaan badai Krisis ekonomi, politik dan sosial pada akhir 1990-an, kemudian mulai kembali stabil. Namun tak lama setelah itu, kondisi yang telah pulih tersebut kembali terguncang akibat krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada 1998, sehingga kemiskinan kembali meningkat. Pada tahun 2006 seiring dengan peningkatan perekonomian nasional akibat lonjakan harga beras pada awal tahun tersebut, angka kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan kondisi perbaikan. Secara bertahap situasi tersebut mulai menunjukkan perubahan dan peningkatan. Meskipun angka kemiskinan secara umum telah turun namun masih berada dibawah rata-rata Provinsi Jawa Timur.Belum lama berjalan upaya untuk melewati ambang batas kemiskinan, pada tahun 2008 sebagai dampak krisis keuangan global berimbas pada perekonomian nasional hingga di Kabupaten Banyuwangi, sehingga menekan kembali pertumbuhan ekonomi. Namun dengan segenap upaya yang dilakukan secara simultan dalam melakukan upaya pemulihan ekonomi, makapadatahun 2010 perekonomian Banyuwangi menunjukkan perbaikan dan menunjukkan stabilitas pada tahun 2011.
Tantangan dan pelajaran dari upaya yang telah dilakukan sebelumnya menjadi warisan sejarah yang penting. Namun, hanya menggunakan sejarah semata sebagai panduan untuk menyelesaikan problem di masa depan, tidaklah cukup. Setidaknya pengalaman masa lalu sepanjang sejarah tersebut menjadi referensi yang sangat berharga, khususnya untuk mengidentifikasi sifat dan kendala-kendala utama dalam dalam penanggulangan kemiskinan dewasa ini serta memberikan rekomendasi-rekomendasi nyata mengenai bagaimana mencapai target-target penanggulangan kemiskinan. Mengingat bahwa keberhasilan pembangunan daerah, di indikasikan oleh meningkat nya kesejahteraan dan menurun nya kemiskinan.
Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks karena merupakan masalah multidimensi dimana masalah internal (budaya miskin) dan masalah eksternal (ekonomi, sosial, lingkungan, politik) saling kait mengkait. Upaya–upaya pemecahan masalah ini tergantung dari cara pandang pelaku–pelaku yang terlibat terhadap permasalahan kemiskinan. Artinya, dalam upaya penanggulangan kemiskinan, sangat penting untuk terlebih dahulu bersama–sama menggali akar penyebab kemiskinan untuk membangun cara pandang yang sama, agar upaya yang dilakukan tidak hanya mengatasi gejala masalahnya saja tetapi langsung memecahkan masalah sampai ke akar–akarnya sehingga dapat membuka seluk beluk dan keterkaitan masalah yang tersembunyi di dalamnya. Oleh sebab, apa yang terlihat dari luar seringkali berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Untuk melihat kenyataan yang sebenarnya hanya bisa dilakukan dengan proses analisis sosial secara komprehensif.
Kondisi itulah yang melatarbelakangi, pentingnya melakukan refleksi terhadap apa yang telah kita upayakan bersama selama ini. Upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi, harus menjawab persoalan pokok kemiskinan yang menimpa individu maupun komunitas itu sendiri. Demikian pula dalam perspektif pendekatan masalahnya, masyarakat miskin dan terpinggirkan, tidak boleh dipandang sebagai obyek upaya dariatas (top down), namun harus lebih kearah sebagai subyek(bottom up). Upaya top down, sebagai ikhtiar Pemerintah Daerah selama ini telah banyak dilakukan, baik melalui program-program pemberdayaan maupun bantuan sosial. Upaya koordinasi program-program penanggulangan kemiskinan saat ini dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kluster yaitu, Klusterpertama, Bantuan dan Perlindungan Sosial. Dalam Kluster ini dicakup program-program bantuan dan perlindungan sosial yang dikhususkan untuk kelompok masyarakat sangat miskin atau Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), antara lain Program Bantuan Tunai Bersyarat atau disebut juga Program Keluarga Harapan (PKH), Beras untuk masyarakat miskin (Raskin), Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), bantuan social untuk penyandang cacat, bantuan untuk kelompok lansia. Klusterkedua adalah Kluster Pemberdayaan Masyarakat dengan instrumen Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, GerduTaskin, Pengembangan Ekonomi Kawasan, Anti Poverty Program (APP), Program Pengembangan Perempuan Pemberdayaan EkonomiLokal (P3EL), JPES (Jaring Pengaman Ekonomis Sosial), serta Program Pengembangan Desa Model Binaan. Kemudian, Kluster ketiga yaitu Kluster Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan programnya adalah program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penerima manfaat kluster ketiga adalah kelompok masyarakat yang telah dilatih dan ditingkatkan keberdayaan serta kemandiriannya pada kluster program sebelumnya sehingga mereka mampu untuk memanfaatkan skema pendanaan yang berasal dari lembaga keuangan formal seperti Bank, Koperasi, BPR dan sebagainya. Dengan penyediaan 3 (tiga) Kluster ini maka diharapkan seluruh kategori penduduk miskin, sangat miskin dan dekat dengan kemiskinan dapat dibantu oleh kluster-kluster untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas kesejahteraannya.
Tulisan ini tidak hendak menjelaskan panjang lebar ‘prosedur standar’ yang telah dilakukan selama ini.Namun memberikan perspektif lain dari apa yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sertarespon masyarakat terhadap program-program tersebut selama ini.
Sebagai mana uraian diatas, bahwa problem kemiskinan merupakan problem yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan analisis komprehensif sebagai pendekatan pemecahan masalah tersebut. Untuk itu, setidaknya terdapat 2 (dua) hal yang harus dilakukan, yaitu 1) oleh rasa, yaitu membangun kepedulian segenap pemangku kepentingan terhadap permasalahan kemiskinan yang terjadi di wilayahnya. Kewajiban untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan harus diletakkan sebagai tanggung jawab bersama atas dasar kepedulian berdasarkan nilai kemanusiaan. Dalam pemecahan masalah masyarakat bukan hanya sekedar melaksanakan kehendak ’orang luar’ atau karena tergiur dengan ’iming–iming’ bantuan uang atau karena pamrih yang lain, dan 2) olah pikir, dengan menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap penyebab masalah kemiskinan karena selama ini seringkali dalam berbagai program, masyarakat ditempatkan sebagai ’objek’. Seringkali masyarakat diajak untuk melakukan berbagai upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan menyadari masalah yang sebenarnya (masalah dirumuskan oleh ’orang luar’).
Program-program Pemerintah Daerah hanya bersifat stimulan, selanjutnya diharapkan mampu menumbuh kembangkan kepedulian social dan kesadaran kritis masyarakat miskin untuk bangkit dari keterpurukan.Hal ini sebagai modal utama upaya penanggulangan kemiskinan, sehingga program-program tersebut tepat sasaran dan penanganannya sesuai dengan permasalahan yang dihadapi warga miskin sendiri.Lebih dari itu, kedepan diharapkan:
Masyarakat memahami bahwa kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau masyarakat miskin saja, melainkan tanggung jawab bersama seluruh warga masyarakat;
Mewujudkan “rasa memiliki” masyarakat miskin dan “kepedulian” masyarakat lainnya terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan;
Mendorong terbangunnya interaksi (hubungan) masyarakat miskin dan masyarakat yang peduli dalam kesetaraan serta saling percaya satu sama lain;
Memberikan pemahaman masyarakat tentang pembelajaran prinsip dan nilai bersama dalam menghadapi masalah kemiskinan dan aspirasi warga miskin terhadap program atau kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya;
Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat bahwa upaya penanggulangan kemiskinan harus dimulai dari diri sendiri melalui perubahan mental dan perilaku serta kerja keras; dan
Internalisasi kesadaran bahwa masyarakat berdaya dan mandiri adalah kunci utama penanggulangan kemiskinan.
Harapan tersebut diatas bias terwujud dengan syaratadanya kesamaan pemahaman bahwa penyebab kemiskinan berasal dari berbagai dimensi (sudut pandang), adanya kesadaran kritis masyarakat terhadap permasalahan kemiskinan dan akar permasalahan nya,serta adanya kesepakatan untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
Berdasarkan analisis sosial, dari hasil wawancara dalam berbagai kesempatan kepada masyarakat, tentangapa yang menjadi penyebab kemiskinan? Jawaban-jawaban yang muncul umumnya kondisi yang kasat mata dan langsung dapat dilihat seperti; kurangnya pendidikan, tidak punya penghasilan tetap, pengangguran, dan tidak punya usaha.
Namun demikian setelah ditelusuri lebih jauh ternyata hal-hal tersebut hanya merupakan gejala masalahnya saja. Selanjutnya dapat dirangkum hubungan sebab akibat sebagaimana pada gambar dibawah ini:
Tetapi masalah-masalah pada level 4 atau level 3, ternyata bukan merupakan masalah pokok, karena semua yang terjadi merupakan dampak dari masalah-masalah di level 2 dan bersum berdari akar masalah di level 1. Masyarakat miskin seringkali tidak mendapat akses pendidikan atau pelatihan yang layak, modal usaha yang memadai, serta akses informasi yang mencukup. Pendidikan atau pelatihan yang berkualitas hanya dapat dijangkau oleh kelompok tertentu yang notabene mampu membayar. Lembaga pendidikan, lembaga pelatihan dan lembaga keuangan masih dirasakan oleh warga miskin hanya berorientasi pada profit. Masyarakat yang mempunyai akses modal, pendidikan, danpelatihan yang memadai berkembang dengan pesatnya, jauh meninggal kanper kembangaan warga miskin yang semakin terpuruk. Maka dengan demikian akar penyebab kemiskinan antara lain adalah lunturnya kepedulian, meningkatnya ketamakan, lunturnya kejujuran dan keadilan. Dan, makna besar dibalik keadan ini adalah telah terjadi lunturnya nilai-nilai kemanusiaan sehingga sebagai manusia, kita tidak berdaya untuk menjadi pelaku moral.
Lunturnya nilai-nilai kemanusiaanlah yang dapat menghancurkan prinsip-prinsip partisipasi, demokrasi, transparansi dan akuntabilitas sehingga masyarakat miskin semakin tertinggal dan terpinggirkan oleh dasyatnya perubahan dinamika masyarakat dan pembangunan. Maka menjadi kewajiban bersama seluruh pemangku kepentingan khususnya warga masyarakat yang mampu untuk lebih peduli dan berpihak kepada masyarakat miskin dan terpinggirkan ini.
Demikian pula sebaliknya, upaya penanggulangan kemiskinan tidak akan dapat diatasi dengan penanganan yang bersifat sporadis dan sektoral (sepotong-sepotong, sebagian saja). Upaya penanggulangan kemiskinan tidak akan mampu ditangani dengan mengandalkan semata-mata bantuan pemerintah atau dari luar masyarakat. Namun harus dimulai dengan penanganan akar penyebab kemiskinan, yakni pembangunan manusia sebagai pondasi menumbuhkembangkan kemandirian dan kebersamaan masyarakat (modal sosial), pemerintahan yang baik (good governance), dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Ada tiga poin penting sedang berlangsung di Kabupaten Banyuwangi yang berpotensi membantu kepada masyarakat miskin. Pertama, perekonomian di Kabupaten Banyuwangi yang masih mengandalkan sektor pertanian. Prioritas penanggulangan kemiskinan semestinya selaras dengan peningkatan pembangunan daerah yang memprioritaskan pertanian. Pertumbuhan pertanian tersebut harus berfaedah bagi penduduk miskin terutama di daerah pedesaan. Peningkatan infrastruktur perdesaan, jaringan jalan, peningkatan jembatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan pertanian yang tentunya menjadi bagian untuk meningkatkan kondisi perdesaan dan upaya menekan kemiskinan.Kedua, seiring menguatnya iklim demokrasi, pemerintah daerah sedang berubah dari penyedia sebagian besar layanan masyarakat menjadi pemerintahan yang akan lebih banyak mengandalkan peran besar masyarakat khususnya untuk membuat penyediaan layanan yang bermanfaat bagi penduduk miskin. Peran Pos Kesehatan Desa, Komite Sekolah, dan partisipasi masyarakat lainnya akan diperkuat serta penyediaan insentif yang lebih baik bagi penyedia layanan baik swasta maupun masyarakat. Ketiga, seiring dengan kemajuan yang dicapai Kabupaten Banyuwangi saat ini, nampak bahwa sosial dan ekonomi mengarah kepada peningkatan lebih baik serta lebih kompetitif. Prioritas untuk menjadikan belanja daerah untuk dikonsumsi oleh penduduk miskin secara langsung (seperti BBM dan beras) dapat diarahkan menjadi bantuan pendapatan yang terarah bagi rumah tangga miskin, dan dengan menggunakan ruang gerak untuk memperbaiki penyediaan layanan yang sangat penting seperti peningkatan sarana layanan pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dan sanitasi.