PERKAWINAN SUKU TENGGER DALAM TEORI FUNGSIONALISME MALINOWSKI
Pendahuluan
Manusia dalam kehidupannya akan selalu dihadapkan pada bagaimana kebutuhannya bisa terpenuhi. Pada dasarnya kebutuhan setiap manusia itu sama, baik dari segi biologis maupun psikologis. Manusia akan mencari cara atau jalan bagaimana naluri untuk memenuhi kebutuhannya itu bisa terpenuhi. Manusia berusaha mencari melalui apa kebutuhan itu terpenuhi tanpa menimbulkan efek negatif dalam kehidupan mereka yang bermasyarakat.
Dari kebutuhan yang sama tersebut, munculah suatu tindakan manusia sebagai hasil pemikiran bersama yang disepakati bersama. Hasil pemikiran yang disepakati bersama itulah yang menghasikan kebudayaan. Kebudayaan merupakan sebuah hasil yang telah disepakati bersama untuk dilakukan masyarakatnya bersama-sama. Kebudayaan yang disepakati itu menjadi hal yang dianut oleh masyarakatnya.
Kebudayaan dan kebutuhan erat kaitannya. Kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaan yang dilakukan oleh manusia mempunyai suatu fungsi dalam rangka memenuhi kebutuhannya itu. Ada keterkaitan kebudayaan dengan aspek-aspek yang ada disekelilingnya dan saling mempengaruhi. Suatu kebudayaan yang telah dianut oleh masyarakatnya adalah hal yang sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Hal itu mungkin menjadi alasan lain mengapa kebudayaan tersebut tetap dipertahankan oleh masyarakat.
Adat istiadat yang telah tertanam senantiasa terus dijaga oleh pemiliknya. Oleh masyarakat yang merasa mempunyai. Rasa memiliki sesuatu yang khas yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain memunculkan keinginan untuk terus melestarikannya agar tidak punah.
Pembahasan
Deskripsi Masalah
Perkawinan pada masyarakat Tengger masih mempertahankan adat istiadat dan tradisi lokal yang berlaku. Selain itu, masyarakatnya juga masih memegang teguh nilai, norma, dan aturan-aturan yang berlaku. Sistem perkawinan suku tengger mempunyai keunikan tersendiri yang menarik untuk dibahas. Pernikahan yang dilakukan dengan mas kawin dibayar hutang melalui ikrar perkawinan. Selain dari kekhasan dan keunikan dari sistem perkawinan, terlihat pada kekerabatannya. Banyak aspek yang berkaitan dengan kekhasan dan keunikan pada pernikahan suku Tengger. Seperti prosesi perkawinan, mas kawin, pola menetap setelah menikah, hubungan antar keluarga, penyambutan dalam keluarga. Kesemua aspek saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekerabatan yang muncul pada pernikahan suku Tengger bisa dipengaruhi karena adanya pola menetap setelah menikah. Perkawinan beda agama menjadi hal yang umum terjadi pada masyarakat Tengger khususnya di desa Wonokerto. Tidak ada larangan perkawinan warga asli dengan penduduk dari desa lain dengan status sosial dan agama yang berbeda. Akan tetapi pada pelaksanaannya, prosesi perkawinan dilaksanakan didesa Wonokerto dan sesuai dengan adat yang berlaku di suku Tengger desa Wonokerto. Prosesi perkawinan dilaksanakan di desa Wonokerto menjadi salah satu syarat yang harus dilaksanakan ketika menikahi pasangan asli suku Tengger. Pasangan laki-laki yang berasal dari desa lain yang harus mengikuti adat istiadat dan tradisi prosesi perkawinan suku Tengger tersebut.
Selain melihat adat istiadat dan tradisi perkawinan suku Tengger yang unik, ada hal tersirat dari perkawinan yang seringkali dilakukan oleh suku Tengger yang melakukan pernikahan beda agama. Muncul pertanyaan mengapa seringkali pasangan pernikahan itu menetap di desa Wonokerto, jarang sekali pasangan yang telah menikah merantau pergi dari desa Wonokerto. Pasangan tersebut seringkali memilih menjadi warga asli desa Wonokerto. Kebanyakan pasangan baru, pihak laki-laki sebagai warga luar desa Wonokerto menjadi mualaf dan memilih mengikuti pasangan perempuan yang merupakan warga asli desa Wonokerto itu sendiri.
Masyarakat Tengger desa Wonokerto menjunjung Tinggi sikap toleransi agama. Perayaan hari besar keagamaan mereka jalankan sesuai dengan adat tradisi yang telah berlaku tanpa ada gangguan dari pemeluk agama lain di suku Tengger itu sendiri. Mereka saling mempersilahkan kepada para pemeluk agama masing-masing untuk merayakan hari besarnya atau melaksanakan ritual-ritual yang biasanya mereka jalankan. Ada semacam ideologi yang sudah tertanam pada masyarakat Tengger yaitu rasa saling memiliki. Sehingga sikap saling menjaga segala sesuatu yang ada di suku Tengger diterapkan oleh warga. Rasa persaudaraan juga ditanamkan kuat oleh warga. Ketika warga membutuhkan bantuan maka warga lain akan siap membantu dengan senang hati.
Desa Wonokerto dan desa Ngades yang kini menjadi desa wisata, sedikit banyak merubah sistem matapencaharian asli desa tersebut. Sektor pertanian tidak lagi diunggul-unggulkan. Kini berganti menjadi sektor pariwisata yang terbilang lebih mendorong perekonomian mereka. Perekonomian masyarakat tengger lebih maju dengan ditetapkannya kedua desa tersebut menjadi desa wisata. Dinilai sektor pariwisata lebih bisa mendorong perekonomian mereka. Sektor pariwisata dinilai lebih mempermudah perekonomian warga suku Tengger. Penghasilan yang didapatkan setelah dibukanya pariwisata suku Tengger lebih bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka dibanding hanya mengandalkan pertanian yang terkadang juga tergantung musim.
Melihat masyarakat Tengger yang memegang teguh adat dan tradisinya, muncul pertanyaan kembali apakah ada fungsi yang tersirat dari adanya pernikahan pada masyarakat Tengger? Apakah ada kaitannya aspek sosial dan ekonomi diatas tersebut berhubungan dengan pola menetap setelah pernikahan pada pernikahan yang ada di suku Tengger? apakah teori yang diajarkan oleh malinowski tentang fungsionalisme mampu menganalisis kebudayaan yaitu pernikahan dan pola menetap setelah perkawinan yang ada di suku Tengger tersebut?
Landasan Teori
Kerangka teori baru untuk menganalisa fungsi dan kebudayaan manusia dikembangkan oleh seorang tokoh yang sangat penting didunia antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski. Teori-teori yang dikembangkan disebutnya suatu teori fungsional tentang kebudayaan atau a fungsional theory of culture.
Menitikberatkan kerja etnografi sebagai hasil penelitian lapangan yang memegang peranan penting dalam menjelaskan suatu kebudayaan. Ada hal yang unik dari cara pandang etnografi yang ditulis oleh malinowski terhadap sistem perdagangan di kepulauan trobiand. Yaitu cara malinowski menggambarkan hubungan yang saling terkait antara sistem kula (sistem perdagangan) orang Trobiand dengan lingkungan alam sekitar pulau-pulau serta berbagai macam unsur kebudayaan dan masyarakat penduduknya. Berkembanglah pemikiran mengenai metode untuk mendeskripsikan berbagai kaitannya terhadap unsur-unsur kebudayaan yang difungsikan dalam suatu sistem sosial yang berkembang didalam suatu masyarakat.
Dalam kerjanya etnografi diharuskan mencatat sebanyak mungkin segala sesuatu yang konkrit dari apa saja yang ditemukan di lapangan. Mencatat sebanyak mungkin unsur-unsur kehidupan ekonomi, sosial, keagamaan, dan kesenian. Dengan observasi mendalam melatih untuk mencapai penelitian analitikal. Dimaksudkan untuk bisa menerangkan latar belakang dan fungsi tingkah laku manusia dan pranata-pranata sosial dalam masyarakat.
Seperti pada penelitiannya mengenai masyarakat Trobiand, malinowski menemukan metode baru dalam ilmu antropologi. Reaksi dari kalangan ilmu antropologi memberikan dorongan untuk mengembangkan suatu teori tentang fungsi dari unsur-unsur kebudayaan manusia. Inti dari teori adalah pendirian bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya dimaksudkan untuk memuskan suatu rangkaian dari sejumah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
Teori ini menjelaskan bahwa setiap manusia dalam setiap aktivitasnya yang juga dilakukan oleh banyak orang sebagai suatu keharusan. Aktivitas kebudayaan tersebut mempunyai fungsi yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuahn akan nalurinya. Manusia berkeyakinan bahwa segala aktivitas yang dilakukan karena didorong adanya naluri. Dan yang dilakukannya itu terdapat fungsi, baik itu secara langsung maupun tidak secara langsung dapat dirasakan. Keyakinan itulah yang mendorong seseorang mempertahankan aktivitasnya tersebut sehingga akan dilakukan secara terus-menerus. Tidak hanya dilakukan oleh individu, tetapi juga merupakan suatu kesepakatan bersama oleh masyarakatnya. Sehingga aktivitas tersebut bisa menjadi kebudayaan yang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat tersebut.
Suatu aktivitas kebudayaan diciptakan oleh masyarakat itu sendiri berdasarkan kebutuhan yang mereka perlukan. Sesuai dengan apa yang mereka butuhkan dalam memenuhi kebutuhannya. Berawal dari kebutuhan akan naluri mendorong seseorang melakukan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan nalurinya. Keyakinan dimana aktivitas tersebut harus dijalankan agar tercapai kebutuhan nalurinya. Disamping kebutuhan nalurinya, aktivitas kebudayaan yang dilakukan masyarakat berkaitan dengan unsur-unsur yang ada dilingkungan sekitar. Kecapaian kebutuhan naluri tersebut berhubungan dengan aspek-aspek yang ada diseklilingnya.
Dalam konsep fungsionalisme Malinowski, dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia yang terdapat dalam kebudayaan dan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. seperti kebutuhan gizi (nutrizion), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comfort), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth).
Aplikasi Teori
Setiap pasangan melakukan perkawinan tidak akan terlepas dari tujuan utamanya adalah menghasilkan keturunan. Dengan adanya keturunan dari pasangan tersebut diharapkan ada yang melanjutkan yang sudah ada pada orang tuanya. Baik dari keluarga orang tuanya maupun lingkungan sekitar yang telah diterapkan pada masa sebelumnya. Perkawinan pada awalnya merupakan kebutuhan naluri untuk melanjutkan keturunan. Keturuan asli dari mereka itulah yang akan mewarisi semua yang dianut dan dijalankan serta semua yang ada pada keluarganya. Baik dari dalam keuarga itu sendiri maupun lingkungan keluarga disekelilingnya yang mereka tinggali.
Pernikahan yang sering terjadi di desa Wonokerto adalah pernikahan beda agama. Merupakan hal yang wajar ketika perempuan desa Wonokerto mendapatkan pasangan dari luar desa yang beragama nonislam. Dan yang menjadi kebiasaan lagi adalah pasangan baru tersebut seringkali memutuskan untuk menetap menjadi warga desa Wonokerto. Mereka enggan untuk merantau meninggalkan desa Wonokerto setelah semua prosesi pernikahan itu selesai. Sejalan dengan kebutuhan naluri, bahwasannya pola menetap yang sering dilakukan oleh pasangan-pasangan baru tersebut awalnya dikarenakan kebutuhan naluri sebagai pasangan yang melangsungkan perkawinan yaitu menginginkan adanya keturunan asli dari mereka. Dengan melanjutkan keturunan yang asli dari mereka secara otomatis mewarisi apa yang ada pada orang tuanya. Baik itu dari aspek biologis maupun sosialnya. Aspek biologis dari kedua orangtuanya diwariskan kepada keturunannya tersebut, misalkan anaknya berambut keriting seperti ayahnya, tetapi kulitnya putih dan berhidung mancung seperti ibunya. Dari aspek sosialnya, misalkan saja adat istiadat yang berlaku dilingkungan tempat tinggal kedua orang tuanya yang dijalankan kedua orang tuanya. Adat istiadat dan tradisi yang sudah mereka jalankan diajarkan kepada keturunannya tersebut. Nilai-nilai yang berkembang dan dijalankan kedua orangtuanya sebagai anggota masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya juga dikenalkan dan diajarkan untuk membekalinya sebagai anggota dari masyarakat juga. Selain itu norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat juga diajarkan agar penerusnya itu menjadi anggota masyarakat yang baik dalam berkehidupan sosial. Dengan demikian fungsi dari perkawinan untuk memenuhi kebutuhan naluri tersebut berdampak pada aspek-aspek yang ada disekitarnya.
Seperti yang ada di desa Wonokerto, adat istiadat dan tradisi yang diterapkan pada setiap upacara keagamaa, kebiasaan-kebiasaan sakral, ritual-ritual keagamaan yang khas, dan lain sebagainya. Hal-hal semacam itu nantinya dikenalkan kepada keturunan-keturunan dari pasangan-pasangan yang menetap dan menjadi warga dari anggota suku Tengger. Semuanya yang menyangkut apa yang ada disuku Tengger diperkenalkan dan diajarkan. Bagaimana tradisi dan adat istiadat mereka dilaksanakan termasuk makna dan filosofi yang terkandung dalam aktivitas kebudayaan tersebut.
Disamping adat istiadat yang unik dari suku Tengger perlu juga memperkenalkan dan mengajari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Hal itu bertujuan agar penerus ini mempunyai sikap yang sesuai dengan apa yang telah berlaku didalam masyarakat. Tidak merubah apa yang sudah dijalankan masyarakat. Misalkan saja nilai-nilai bahwa toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi oleh suku Tengger desa Ngades dan Wonokerto. Diajarkan saling menghormati ketika umat beragama lain sedang mengadakan upacara keagamaan. Warga lain sebagai umat agama lain dilarang membuat gaduh yang berakibat mengacaukan jalannya perayaan hari besar tersebut. Ada pula nilai-nilai lain yang diterapkan oleh masyarakat Tengger, yaitu rasa kekeluargaan dan sikap tolong menolong. Nilai-nilai tersebut ditanam kuat oleh masyarakat Tengger. Pasangan yang memiliki keturunan tersebut pastilah akan mengajarkan nilai-nilai yang dibilang penting dalam kehidupan bermasyarakat di suku Tengger. Mereka akan mengajarkan nilai-nilai tolong menolong antar warga penting sebagai anggota masyarakat suku Tengger. Selain itu pula norma-norma atau aturan-atauran yang berlaku juga dikenalkan kepada penerusnya. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan sebagai anggota masyarakat suku Tengger. Misalkan saja ada kewajiban umat hindu meletakan sesaji ditempat tertentu dengan periode berapa hari sekali harus diganti, aturan-aturan lain yang menyangkut adat-adat atau upacara keagamaan. Selain dari ajaran orang tuanya, ketika ia berada dilingkungan tersebut secara tidak langsung ia bisa menyerap apa yang ada disekitanya. Dengan begitu keturunan ini akan meneruskan apa yang sudah ia dapat dari orang tuanya dan dari lingkungannya. Dari hasil dia berada dilingkungan tempat tinggal seperti orang tuannya tersebut. ia akan mengikuti pola-pola yang sudah ada dilingkungannya karena ia sudah mengenal dan terbiasa dilakukannya.
Dengan demikian terbukti bahwa pernikahan yang ada di suku Tengger bisa diaplikasikan terhadap teori fungsionalisme Malinowski. Fungsi pernikahan oleh suku Tengger asli dengan pasangan laki-laki dari luar suku Tengger dan terkadang beda agama tidak berpengaruh terhadap perkawinan itu sendiri. Hal yang terlihat disini justru fungsi pernikahan yang menitikberatkan pada fungsinya agar ada penerus kebudayaan yang ada di suku Tengger. Awalnya pernikahan merupakan kebutuhan naluri yaitu menginginkan adanya generasi penerus asli dari keturunan suku Tengger. Dari kebutuhan naluri tersebut ternyata mempengaruhi beberapa aspek yang ada disekitarnya, yaitu aspek biologis dan aspek sosial. Dimana fungsi pernikahan agar ada yang mewarisi aspek-aspek biologis dan sosial tersebut. Dari segi biologis, kedua orang tuanya atau keluarga yang lain mungkin saja ada ciri tersendiri dari keluarganya yang harus tetap ada pewarisnya dari generasi kegenerasi. Melalui perkawinan itulah tentu gen yang ada pada orang tuanya diwariskan kepada keturunan asli mereka. Sehingga ciri tersebut tidak akan hilang. Selain dari aspek biologis, aspek sosial juga terlibat didalamnya. Aspek-aspek kehidupan bermasyarakat seperti adanya adat istiadat dan tradisi yang berlaku, nilai-nilai dan morma-norma yang diterapkan diharapkan diteruskan pula oleh keturunan-keturunan ini.
Sesuai dengan teorinya Malinowski bahwa aktivitas kebudayaan dimaksudkan untuk memenuhi serangkaian kebutuhan naluri yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan. Disini dijelaskan kebutuhan naluri seseorang melangsungkan perkawinan adalah menginginkan adanya keturunan. Dibalik itu keturuan juga memiliki fungsi sebagai penerus apa yang sudah ada pada kedua orang tuanya baik dari segi biologis maupun sosialnya. Diharapkan dengan adanya generasi baru ini sebagai penerus. Bagi suku Tengger, fungsi perkawinan dengan pola menetap yang diberlakukan pasangan baru jelas terlihat. Bahwa mengapa kebanyakan pasangan memilih menetap menjadi warga yaitu salah satunya adalah menginginkan agar adat istiadat dan tradisi yang ada di masyarakat tetap dilestarikan, tetap ada yang meneruskannya. Selain itu ada hukum yang berlaku di suku Tengger yaitu apabila pasangan perempuan asli suku Tengger memilih meninggalkan desa mengikuti pasangan laki-lakinya yang berasal dari luar desa maka keanggotaannya sebagai suku Tengger akan dicabut. Disamping itu konsep yang dijelaskan oleh Malinowski beberapa unsur pokok kebutuhan manusia terpenuhi. Yang terlihat pada aspek sosial yang telah mereka jalankan menciptakan suasana yang aman dan nyaman menjadi anggota masyarakat desa tersebut. Untuk masalah perekonomian juga terbilang mudah. Faktor-faktor diataslah menyebabkan pasangan baru lebih memilih menjadi anggota masyarakat suku Tengger.
Kesimpulan
Perkawinan suku tengger apabila melihat teori fungsionalisme Malinowski dijelaskan bahwa pernikahan disini adalah aktivitas kebudayaan yang mempunyai fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan naluri. Dimana kebutuhan naluri tersebut dilihat dengan adanya keinginan mendapatkan keturunan. Serangkaian kebutuhan naluri kemudian berhubungan dengan aspek-aspek yang ada disekitarnya. Dari perkawinan tersebut naluri menginginkan adanya keturunan berhubungan dengan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan, baik aspek biologis maupun sosial. Dari segi aspek biologis, perkawinan berfungsi untuk meneruskan biologis yang ada pada keluarganya. Baik itu fisik maupun sifat, gen atau yang lainnya. Dari aspek sosial, mengacu pada lingkungan sekeliling tempat tinggalnya. Baik itu adat istiadat dan tradisi, nilai yang berkembang, ataupun norma-norma yang diterapkan oleh masyarakat. Kedua aspek tersebut akan diwariskan kepada keturunn-keturuannya agar tidak hilang.
Dari segi aspek sosial tersebut berkaitan dengan adanya pola menetap setelah menikah. Aspek-aspek yang terdapat dalam aspek sosial tersebut seperti kenyamanan, keamanan dan aspek ekonomi juga menjadi alasannya. Kebutuhan pokok yang seperti demikian dapat terpenuhi ketika menjadi warga suku Tengger. Jadi terjawab mengapa pola menetap setelah perkawinan tetap dilakukan oleh pasangan yang menikah dengan warga suku Tengger. Aspek-aspek tersebut ada hubungannya dengan perkawinan suku Tengger yang menerapkan pola menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press
putriindahkurniawati.blogspot.com/2011/12/potret-sistem-perkawinan-masyarakat.html
teoriantropologi.blogspot.com
Tinggalkan Balasan