Indonesia adalah Negara yang sangat unik dimata dunia karena Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh Negara lain, salah satunya adalah keadaan masyarakatnya yang majemuk yang teridiri dari bermacam-macam suku, ras, agama, bahasa maupun budaya. Salah satu kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari banyak nya suku-suku bangsanya. Seperti suku Batak, Dayak, Minangkabau, Badui, Jawa, Bugis, Tengger dan lain-lain. Pada pembahasan ini akan tertuju pada suku Tengger. Suku yang berada tepat di kaki gunung Bromo, Jawa Timur. Masyarakat suku Tengger asli sudah ada sejak zaman dahulu kala. Pada saat Majapahit mendapat serangan dari berbagai macam daerah. Para pengikut dari Majapahit banyak yang melarikan diri, diantaranya ke gunung bromo dan pulau Bali. Hal itu menyebabkan kedua tempat ini memiliki kebudayaan yang hampir sama. Masyarakat asli suku Tengger membaur dengan masyarakat pendatang dari kerajaan Majapahit.
Dilereng gunung pananjakan, di sekitar situ juga tinggal seorang pertapa yang suci. Suatu hari istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, wajahnya bercahaya, menampakan kesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Untuk itu anak tersebut diberi nama Joko Seger, yang artinya joko yang sehat dan kuat. Disekitar gunung itu juga lahir bayi perempuan titisan dewa, wajahnya cantik dan elok, waktu dilahirkan bayi itu tidak menangis, diam dan begitu tenang. Sehingga anak tersebut diberi nama Roro Anteng, yang artinya Roro yang tenang dan pendiam.
Semakin hari Joko Seger tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa begitupun Roro Anteng juga tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik dan baik hati. Roro Anteng telah terpikat pada Joko Seger, namun pada suatu hari ia dipinang oleh seorang Raja yang terkenal sakti, kuat, dan jahat. Sehingga ia tidak berani menolak lamarannya. Kemudian Roro Anteng mengajukan persyaratan pada pelamar itu agar dibuatkan lautan di tengah gunung dalam waktu satu malam. Pelamar itu mengerjakan dengan alat sebuah tempurung kelapa (batok kelapa). Dan pekerjaan itu hampir selesai, melihat kenyataan itu hati Roro Anteng gelisah dan memikirkan cara menggagalkannya, Kemudian Roro Anteng mulai menumbuk padi ditengah malam. Sehingga membangunkan ayam-ayam, ayam-ayam pun mulai berkokok seolah-olah fajar sudah menyingsing. Raja itu marah karena tidak bisa memenuhi permintaan Roro Anteng tepat pada waktunya. Akhirnya batok yang ia gunakan untuk mengeruk pasir tersebut dilemparnya hingga tertelungkup di dekat gunung bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan gunung batok. Dengan kegagalan raja tadi akhirnya Roro Anteng menikah dengan Joko Seger.
Mereka membuka sebuah perkampungan dan diberi nama Tengger. Nama tengger di ambil dari gabungan akhir suku kata Roro Anteng dan Joko Seger. Tengger juga berarti moral tinggi, simbol perdamaian abadi. Roro Anteng dan Joko Seger belum juga dikaruniai momongan setelah sekian tahun menikah, maka diputuskan untuk naik kepuncak gunung bromo. Tiba-tiba ada suara gaib menyatakan jika mereka ingin mempunyai anak mereka harus bersemedi agar doa nya terkabul dengan syarat apabila mendapatkan keturunan anak bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung bromo. Akhirnya merekapun mendapatkan keturunan 25 orang putra dan putri. Namun Roro Anteng mengingkari janjinya maka terjadilah gunung bromo menyemburkan api, dan anak bungsunya “Kesuma” dijilat api dan masuk ke kawah gunung bromo, kemudian terdengarlah suara gaib, bahwa kesuma telah dikorbankan, dan Hyang Widi telah menyelamatkan seluruh penduduk, maka penduduk harus hidup tentram damai dengan menyembah Hyang Widi.
Kekeluargaan dan gotong royong sangat menonjol pada masyarakat Tengger tanpa memandang agama. Walaupun arus globalisasi sudah memasuki daerah ini mereka masih tetap mempertahankan kebudayaan tersebut, sehingga tidak pernah sekali pun ada gejolak atau perselisihan. Mayoritasa agama yang dianut oleh suku Tengger adalah Hindu, selebihnya adalah muslim, dll. Agama Hindu di Tengger berbeda dengan agama Hindu di Bali. Perbedaan yang sangat mencolok adalah agama Hindu di Tengger tidak mengenal adanya sistem kasta. Keyakinan masyarakat suku Tengger (Hindu) untuk tetap menjaga kebudayaan yaitu jagat alit (diri sendiri) dan jagat agung (alam sekitar).
Bagi masyarakat Suku Tengger, Upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada tuhan. Ada banyak upacara adat di masyarakat Tengger yang memiliku tujuan bermacam-macam diantaranya meminta berkah, menjauhkan malapetaka, wujud syukur atas karunia yang diberikan tuhan kepada masyarakat Tengger. Adat dalam pertanian yaitu : Pujan Karo (Bulan Karo). Merupakan hari raya masyarakat tengger dimana hari tersebut masyarakat menyambutnya dengan mengenakan pakaian baru, perabotan baru, serta adanya makanan dan minuman yang berlimpah disana. Saat itulah masyarakat Suku Tengger saling bersilaturahim, dan para tamu wajib menikmati hidangan yang disajikan oleh tuan rumah. Pujan Kapat (Bulan Keempat). Upacara ini dilakukan pada bulan keempat menurut penanggalan Tahun Saka. Upacara ini dilakukan pada setiap desa dan dihadiri para sesepuh dan masyarakat desa yang dimaksudkan untuk memohon berkah keselamatan. Pujan Kapitu (Bulan Tujuh). Pada perayaan ini para sesepuh dan dukun melakukan tapa brata yang diawali dengan nyepi satu malam (tanpa makan dan tidur). Selanjutnya diisi dengan puasa mutih selama satu bulan. Pada bulan ini, masyarakat Tengger tidak diperbolehkan memiliki hajat. Pujan Kawolu (Bulan Delapan). Pujan Kawolu ini dimaksudkan sebagai penutupan megeng. Masyarakat memberikan sesaji ke kepala desa dan perayaannya dilakukan bersama di rumah kepala desa. Pujan Kasanga (Bulan Sembilan). Perayaan ini dilakukan pada bulan kesembilan setelah purnama Saka. Upacara ini dimaksudkan untuk memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat Tengger. Pada perayaannya masyarakat bersama anak–anak berkeliling desa membawa alat kesenian dan obor. Selain itu adalah upacara kasada. Upacara Kasada (Hari Raya Yadnya Kasada) atau Kasodo yaitu suatu upacara adat suku Tengger yang dilakukan setiap tahun sekali (penanggalan agama Hindu Tengger) yaitu ketika sudah memasuki bulan Kasada dan tepatnya pada hari ke 14 . Upacara Yadnya Kasada berupa pemberian sesajen untuk sesembahan yaitu Sang Hyang Widhi dan para leluhur suku Tengger ( Dewi Roro Anteng dan Joko Seger). Lokasi upacara adat suku Tengger ini digelar di Pura Luhur Poten, tepat di lautan pasir Bromo dan dekat dengan kaki Gunung Bromo. Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat suku tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah gunung Bromo, seluruh sesaji tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun.
Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger terdapat beberapa tahapan upacara yang harus dilaksanakan agar upacara Kasada berlangsung dengan khidmat yaitu Puja purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri sandiya, Muspa, Pembagian bija, Diksa widhi, Penyerahan sesaji di kawah Bromo. Proses berjalannya upacara Kasada dimulai pada Sadya kala puja dan berakhir sampai Surya puja dimana seluruh masyarakat Tengger menuju Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari. Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik, para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek tersebut dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek moyang mereka.
Upacara Kasada Masyarakat Tengger telah membawa manfaat bagi masyarakat tengger. Selain untuk meminta keselamatan, upacara ini mampu menyedot banyak perhatian seluruh kalangan masyarakat. Bukan hanya masyarakat dalam negeri saja masyarakat dari luar negeri pun banyak yang berbondong-bondong datang ke suku Tengger tersebut. Dan kita sebagai warga negara Indonesia harus merasa bangga akan kebudayaan kita masing-masing, saling menghargai satu sama lain dan terus melestarikannya.
NB: Etnografi adalah tulisan, diskripsi, penggambaran, tentang sukubangsa tertentu. Diskripsi tersebut berisi tentang berbagai hal menyangkut kehidupan manusia, baik aspek fisik (ciri-ciri biologis) maupun non fisik misalnya nilai, adat istiadat, dan cara hidup.
Artikel ini merupakan tugas mata kuliah Kajian Etnografi, Pend. sosiologi dan antropologi
Comments