Pedesaan nelayan adalah individu dan kelompoknya yang hidup bersama di pedesaan di dekat laut dan mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan.
1. ADAPTASI
Adaptasi adalah suatu proses yang harus dilakukan individu atau keluarga masyarakat dalam upayanya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
a. Lingkungan Hidup
Ø Sumber Daya Alam (SDA)
Tanah asli di daerah ini hanya sedikit. Daerah berpasir hanya daerah mulai gerbang masuk hingga pasar di desa ini. Rumah-rumah yang berada dipinggir lautan dahulunya tidak ada dan merupakan tepi laut. Namun seiring dengan banyaknya populasi penduduk di daerah itu mereka pun membuat daerah tepi laut sebagai lahan tempat tinggalnya. Mereka menumpuk pasir laut yang dicampur dengan cangkang kerang hijau sebagai dasar rumahnya. Setelah dasar dirasa cukup kuat barulah mereka membangun rumah-rumahnya. Air yang digunakan untuk minum dan kebutuhan sehari-hari masyarakat penduduk desa di Tanjung Mas ini berasal dari air PAM. Pasalnya tidak ada aliran air tawar di daerah ini. Semua aliran air di daerah ini berasal dari laut yang pastinya memiliki kadar garam yang cukup tinggi. Tumbuhan pepohonan besar maupun kecil atau tanaman dipot sangat jarang ditemui di deaerah ini. Sehingga mengakibatkan daerah di desa ini sangat panas dan gersang. Tak dapat dipungkiri ketika ada kendaraan yang lewat dijalan desa yang berpasir menyebabkan debu-debu pasir tersebut berterbangan. Hewan peliharaan yang banyak dipelihara masyarakat mayoritas desa ini adalah kambing. Kambing-kambing di desa ini dibiarkan berkeliaran bebas dijalanan. Selain kambing banyak pula ditemukan ayam. Ayam-ayam ini pun dibiarkan hidup bebas. Sehingga sepanjang jalan desa ini kita akan banyak menemukan kedua hewan ini.
Ø Masyarakat yang hidup di daerah Tanjung Mas ini hidup bahu membahu satu sama lain. Bahu membahu ini didasari atas kesamaan senasib seprofesi sebagai nelayan. Bila ada masyarakat desa yang mempunyai acara (hajatan) secara otomatis tetangga-tetangganya akan datang untuk membantu.
Ø Kebudayaan yang ada di sekitar pelabuhan tanjung mas semarang ini antara lain sedekah laut. Mereka menyebutnya dengan larungan hal ini dikarenakan mereka akan menghanyutkan berbagai macam sesehambahan yang berisi kepala kerbau, dll di tengah laut. Sedekah laut ini dilakukan masyarakat sebagai ucapan rasa syukur kepaada Tuhan Yang Maha Esa atas berbagai kenikmatan hasil melaut yang berlimpah dan memohon perlindungan untuk nelayan yang melaut. Sedekah laut ini dipimpin oleh sesepuh desa. Dalam menjalankan aktifitasnya untuk mengangkap ikan, para nelayan biasanya akan membutuhkan alat-alat yang akan membantu meringankan beban mereka. Alat tersebut antara lain dayung dan mesin. Lalu ada jaring yang digunakan untuk menangkap ikan. Biasanya sambil menungggu ikan masuk ke jaring para nelayan akan menghabiskan waktunya dengan memancing. Ikan-ikan yang telah didapatkan selanjutnya ditaruh di ember di dalam kapal.
Ø Saat air laut pasang masyarakat biasanya akan mengurangi jam melautnya. Air laut yang pasang terjadi kisaran 3-5 hari. Untuk mengisi waktu luangnya nelayan akan memperbaiki jaring dan kapal, atau menangkap kerang-kerang hijau di tepi laut.
2. MATA PENCAHARIAN
Karena bermukim di dekat laut maka masyarakat di desa ini 90% bermata pencaharian sebagai nelayan. Sebagai nelayan biasanya mereka akan dua kali pergi melaut. Yang pertama pagi hari pada pukul 06.00-09.00 selanjutnya sore hari pukul 14.00-17.00. Selain sebagai nelayan ada pula warga yang bekerja di pabrik. Pabrik yang terdapat di sekitar daerah ini antara lain pabrik di pelabuhan tanjung mas, pabrik konveksi baju, pabrik kacamata, dll. Kebanyakan hasil-hasil dari pabrik ini dieksport ke luar negeri. Menurut narasumber kami hanya sebagian kecil saja penduduk yang bekerja dipabrik hal ini dikarenakan adanya aturan waktu dipabrik yangmengakibatkan warga enggan bekerja disana. Selain itu hasil yang tidak menentu menjadi faktor lainnya. para istri nelayan hanya sebagai ibu rumah tangga atau membantu mengupas daging dari kerang hijau. Harga kerang hijau per kilonya 2500-3000 rupiah, nelayan biasa menjualnya di pasar yang terletak di depan desa.
Dalam sekali melaut biasanya nelayan yang memiliki kapal yang besar memperoleh penghasilan bersih 300-500 ribu per hari. Sedangkan nelayan yang memiliki kapal sedang dan kecil akan memperoleh pengasilan bersih 150-300 ribu per hari. Untuk 1 perahu harganya berkisar 5 juta sampai 10 juta rupiah. Untuk membelinya mereka biasanya memesan kepada orang yang biasa membuat atau mereka membuat perahunya sendiri. Bagi yang tidak memiliki perahu sendiri biasanya mereka akan menyewa perahu kepada masyarakat yang memiliki perahu banyak. Untuk harga sewanya 150-200 ribu.
Stratifikasi berdasarkan banyaknya kapal:
· Pemilik kapal banyak dan besar
· Selanjutnya pemilik kapal sedang
· Penyewa kapal
Stratifikasi berdasarkan kepemilikan kapal:
· Pemilik kapal
· Penyewa kapal
· Buruh angkut kapal
3. PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan di masyarakat ini sangat minim. Hanya ada SD dan SMP saja sedangkan jika masyarakat ingin sekolah yang lebih tinggi mereka harus ke luar dari daerah ini. Orang tua biasanya akan mengantar anaknya pergi ke sekolah dan akan menjemputnya lagi ketika jam sekolah sudah selesai. Mungkin hal inilah yang menyebabkan masyarakat zaman dahulu enggan untuk bersekolah, mereka akan senang menangkap ikan di laut untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Sehingga orang tua- orang tua disana banyak yang hanya lulusan dari SD. Seiring dengan perkembangan waktu banyak orang tua yang sadar akan pendidikan sehingga mereka menyekolahkan anak mereka hingga tinggi.
4. EKOLOGI (LINGKUNGAN)
Kondisi lingkungan di daerah ini seperti dijelaskan diatas udara di sini sangat panas, gersang, dan berdebu. Aroma ikan laut sangat kuat didaerah ini, mungkin orang yang tidak biasa menghirupnya akan merasakan mual. Hewan ternak akan dibiarkan hidup bebas di jalanan. Di depan rumah masyarakat biasa untuk mengolah hasil dari melaut seperti melepaskan daging dari cangkang kerang, menjemur ikan, dll. Sayangnya banyak cangkang kerang hijau yang dibuang begitu saja di sekitar rumah sehingga menimbulkan kesan kumuh dan menghambat laju air di dalam parit. Ada juga yang membuat jaring saat sedang beristirahat di depan rumah. Untuk membantu meringankan beban solar kepada nelayan pemerintah mendirikan pom pengisian bahan bakar solar di desa tersebut. Harganya pun lebih murah dibandingkan dengan pom pengisian diluar. Harga per liternya Rp. 5500,- sedang diluar harga per liternya Rp. 6000,-. Untuk layanan kesehatan di desa ini hanya ada 1 puskesmas. Di puskesmas inilah banyak warga yang memeriksakan dirinya bila sakit. Dan program rutin dari puskesmas ini adalah program posyandu.
5. ORIENTASI HIDUP
Pandangan hidup orang tua di sini sudah lebih modern bila dibandingkan dengan pandangan hidup orang tuanya pada zaman dahulu. Pada zaman sekarang sudah banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Mereka tidak ingin anak-anaknya kelak hidup seperti mereka orang tuanya. Terbukti banyak anak muda disana yang melanjutkan studi di luar kota. Banyak juga yang sudah menjadi pelayaran dan guru.
Pandangan hidup yang lain adalah para istri nelayan banyak yang membuka warung kelontong atau warung makan untuk membantu meringankan beban ekonomi keluarganya.
6. BENTUK RUMAH
Rumah-rumah di daerah ini cenderung pendek-pendek. Saat kami berdiri atap rumah tepat berada di kepala kami. Menurut narasumber kami awalnya rumah yang dibangun tidak sependek ini. Terlihat pendek karena ketika banjir rob melanda daerah ini air laut mengkikis dasar pondasi rumah mereka. Bahkan menurut beliau rumah tetangganya yang dulunya berlantai dua sekarang tinggal berlantai satu. Oleh sebab itu banyak masyarakat disini membangun rumahnya agak tinggi seperti rumah panggung.
7. RELIGI
Agama mayoritas di desa ini adalah Islam. Tempat ibadah di desa ini yang kami
lihat hanyalah masjid, itu pun hanya ada 1 di desa ini. Penduduk di desa ini berasal dari berbagai macam daerah diantaranya semarang, jepara, demak, surabaya,dll
8. KOMUNITAS
Komunitas yang ada di desa ini untuk ppara ibu adalah arisan yang diadakan sebulan sekali dan untuk tempatnya bergilir. Sedang untuk para nelayannya ada suatu komunitas nelayan. Dalam komunitas ini berguna ketika ada seorang nelayan yang mengalami kesulitan keuangan mereka dapat meminjamnya di sini.
KESIMPULAN
1) Rumah-rumah mereka didasari oleh cangkang kekrang hijau dan pasir laut dan bila banjir ron tanah tersebut terkikis sehingga rumah semakin pendek
2) Untuk konsumsi minum menggunakan PAM, tidak terdapat pepohonan di daerah ini, hewan peliharaan kambing dan ayam, kebudayaannya larungan atau sedekah laut
3) Masyarakat mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu mereka ada yang bekerja di pabrik
4) Stratifikasi berdasarkan banyaknya kapal: (1) Pemilik kapal banyak dan besar (2) Pemilik kapal sedang (3) Penyewa kapal
5) Stratifikasi berdasarkan kepemilikan kapal: (1) pemilik kapal (2) penyewa kapal (3) buruh angkut kapal
6) Tingkat pendidikan masih sangat minim
7) Para istri nelayan bekerja sebagai pengupas kerang hijau, ada juga yang membuka usaha dagang
8) Agama mayoritas adalah Islam
9) Komunitas untuk para istri nelayan adalah arisan, untuk para nelayan komunitas nelayan
NB: Artikel ini merupakan tugas mata kuliah sosiologi terapan, khususnya pada masyarakat nelayan.
Comments