Hallo Blogys, gimana nih kabarnya? dipostingan kali ini, saya mau sedikit share mengenai beberapa tugas-tugas saya dari semester 1 sampai lima nih. hayoo siapa yang udah siap baca-baca tentang tugas kuliah nih? Tugas ini ada di mata kuliah Kajian Etnografi, tepatnya di semester III, silahkan di baca-baca ya Blogys…
BABI : TERNAK KESAYANGAN ORANG MENTAWAI
Syaiful Kasman
PENDAHULUAN
Babi digunakan sebagai pembayaran mahar atau maskawin. Dalam masyarakat sarereiket proses pengambilan mas kawin ini disebut dengan istilah “pasialak toga”.
Ada proses yang harus dijalani dan ada banyak gaut (mantra) dan kekei (pantangan) yang sudah ditentukan akan berakibat pada kegagalan peternakan babi tersebut.
SILAK : LOKASI PETERNAKAN BABI
Lokasi peternakan babi terpisah dengan lokasi pemukiman penduduk. Sebuah sungai besar (sungai rereiket) memisahkan antara lokasi pemukiman penduduk dengan lokasi peternakan babi. Sungai rereiket berada di sebelah timur desa, mengalir dari utara ke selatan.
Silak, lokasi peternakan babi ini banyak terdapat pondok yang disebut oleh masyarakat dengan istilah “sapou sainak”. Di sapou sainak juga terdapat pohon sagu. Sagu yang melimpah menjadi stok untuk pakan babi. Sagu ini dinamakan “surappik”.
Babi tidak dikandangkan. Babi hanya dikandangkan pada saat atau pada masa penjinakkan, yakni selama 1 – 3 minggu, setelah itu babi dilepaskan.
Babi – babi milik peternak hanya pulang pada saat dipanggil oleh pemiliknya yang juga berarti pemberian makan babi. Babi dipanggil dengan memukul sebuah lololklok (pentongan untuk memanggil babi) yang berada di pondok atau sapou sainak nya.
PROSES PETERNAKAN BABI
Sapou Sainak (Pondok)
Yang pertama kali dilakukan adalah membuat sapou sainak (pondok). Dibuat berbentuk panggung yang mana bagian bawahnya nanti akan digunakan sebagai tempat penjinakkan babi. Bagian atas sapou berbahan kayu dengan atapnya dari rumbia. Sedangkan bagian bawah (tempat penjinakkan babi) dipagari dengan menggunakan bambu.
Jika babi kurus – kurus dan perkembang biakannya lambat (bahkan tidak ada perkembangan) maka bisa jadi lokasi tersebut tidak cocok. Sebaliknya jika perkembangan babi bagus maka berarti lokasi tersebut cocok.
Pasiuggu Sainak (Proses Penjinakan Babi)
Peternak bisa mendapatkan babi barunya dengan cara membeli kepada orang lain, atau bisa juga didapat dari pemberian orang tuanya.
Jika babi tersebut cepat jinaknya (relatif jinak) maka babi hanya akan hanya akan dikandangkan selama satu minggu, setelah itu bisa dilepaskan. Sementara itu jika babinya agak susah dijinakan (relatif liar) maka bisa memakan waktu sampai 3 minggu untuk bisa melepaskan babi tersebut.
Babi yang sudah jinak itu tandanya dia agak manja. Sedangkan, babi yang belum jinak tandanya jika diberikan makan atau diletakkan makanan di atas lantai sapou sainak babi tersebut tidak merespon.
Pasibukak (Pengeluaran Babi dari Kandang)
Setelah babi dilepaskan, maka babi tidak akan dikandangkan lagi, dia akan bebas bermain kemanapun.
Selain kekei (pantangan) ada juga gaut (ramuan yang dimantrai) yang dipercayai bisa membuat babi aman dari serangan predator alaminya yakni ular phyton (ulou saba), aman dari roh hutan, dan menjamin babi berkembang dengan baik.
Ada juga peternak babi yang tidak melalui proses – proses tersebut karena melanjutkan orang tua nya.
Sipubalut (Makanan Spesial à udang dan ikan)
Ini bisa juga diartikan pemberian bekal atau persiapan
KEKEI : PANTANGAN PETERNAKAN BABI
Kekei dilakukan atau wajib dikerjakan di waktu proses penangkaran atau penjinakkan babi dan di saat babi hamil tua (pergi melahirkan).Pantangan atau kekei selama proses pasiuggu sainak adalah:
- Tidak boleh berhubungan badan
- Tidak melakukan kegiatan yang berat (seperti menebang kayu, merambah semak, menanam, membuat rumah, dll)
- Tidak boleh menyisir rambut
- Tidak boleh makan lojo (ikan panjang)
- Tidak boleh makan shokcak (tupai)
- Tidak boleh menangkap ikan
Babi yang melahirkan tidak akan pulang ke sapou sainak selama kurang lebih satu minggu. Babi tidak melahirkan di sekitar sapou sainak. Ada prosesi kecil – kecilan yang harus dilakukan oleh sipemilik babi. Pemilik babi akan mengambil segenggam abu dari tungku yang ada di sapou sainak, kemudian dibubuhkan ke tubuh induk babi dan anak babi.
GAUT : RAMUAN DAN MANTRA PETERNAKAN BABI
Gaut merupakan perpaduan antara ramuan dan mantra, bisa dikatakan gaut merupakan ramuan yang dimantrai. Seseorang bisa membeli gaut dengan pohon durian, sagu, babi, kuali, gong, dll
SURAPPIK : PAKAN TERNAK BABI
Sagu lebih banyak dihabiskan oleh babi daripada dikonsumsi oleh manusia. Adanya perbedaan ini dikarenakan perbedaan sifat dan pemikiran si pemilik ternak.
Fungsi Babi
Fungsi babi dalam masyarakat serereiket adalah untuk konsumsi dalam pesta adat (punen), mahar atau mas kawin (alak toga), digunakan untuk pengobatan yang dilakukan oleh sikerei, dan untuk pembayaran denda (tulou).
Tidak ada larangan dan ketentuan khusus jika sipemilik babi ingin menyembelih babinya untuk dikonsumsi oleh keluarganya di luar upacara adat (punen).
KEBUDAYAAN AMBON
Oleh : Subyakto
- IDENTIFIKASI
Pulau Ambon merupakan salah satu pulau dari kepulauan Maluku, suatu kepulauan yang terletak antara pulau Irian di sebelah timur, pulau Sulawesi di sebelah barat, lautan Teduh di sebelah utara dan lautan Indonesia di sebelah selatan.
Orang Tobelo di Halmahera dengan orang Tobaru, mempunyai kebudayaan yang berlainan dan demikian juga dengan orang Sau, padahal ketiga – tiganya hidup di suatu pulau. Demikian juga orang – orang Aru, Bacan, Ambon, Bunda, Kei, semuanya mempunyai ciri – ciri khas kebudayaan mereka sendiri – sendiri, walaupun tentu saja ada banyak unsur – unsur dan malahan azas – azas dari kebudayaan – kebudayaan mereka yang sama.
- ANGKA – ANGKA DAN DATA – DATA DEMOGRAFIS
Hasil sensus penduduk tahun 1971, menujukkan jumlah penduduk Propinsi Maluku seluruhnya 1.088.945 jiwa. Maluku Tengah saja penduduknya berjumlah 378.870 jiwa, yaitu 194.145 laki – laki dan 184.725 perempuan, sedangkan angka – angka cacah jiwa pulau Ambon tahun 1959 dengan pengecualian Kotapraja Ambon, adalah 80.364 orang.
- BENTUK DESA
Desa – desa di pulau Ambon, biasanya merupakan sekelompok rumah yang didirikan sepanjang suatu jalan utama. Rumah – rumah desa biasanya didirikan amat berdekatan, tetapi ada pula desa – desa di mana rumah – rumahnya berjauhan satu dengan lain dan dipisahkan oleh pekarangan – pekarangan.
Desa dinamakan negeri dan dikepalai oleh seorang raja (sama dengan kepala desa di jawa). Aman, soa dan mata rumah, dewasa ini tidak tampak lagi dalam struktur desa, karena pada waktu perpindahan dahulu dari daerah bukit – bukit ke daerah pantai, kesatuan – kesatuan ini terpecah belah terpisah satu dengan yang lain.
- MATA PENCAHARIAN HIDUP
Mata pencaharian orang Ambon adalah pada umumnya pertanian di ladang. Dalam hal itu orang membuka sebidang tanah di hutan, dengan menebang pohon – pohon dan dengan membakar batang – batang dan dahan – dahan yang telah kering.
Sagu adalah makanan pokok orang Ambon pada umumnya dan walaupun sekarang beras sudah biasa mereka makan, akan tetapi belum bisa menggantikan sagu seluruhnya.
Di daerah lereng – lereng gunung orang juga menanam kentang walaupun hasilnya tidak besar – besar. Katanya kebiasaan itu mereka dapat dari orang Belanda. Banyak penduduk menanam tembakau, kebanyakan untuk dipakai sendiiri, mereka menanam di pekarangan. Ada juga orang yang menanam tebu, singkong, jagung, dan kacang. Orang Ambon kadang – kadang juga berburu rusa, babi hutan dan burung kasuari.
Hampir semua penduduk pantai menangkap ikan. Perahu – perahu mereka buat dari satu batang kayu dan dilengkapi dengan cadik. Perahu ini dinamakan perahu semah.
- SISTEM KEMASYARAKATAN
Sistem kekerabatan orang Ambon berdasarkan hubungan patrilineal, yang diiringi dengan pola mennetap patrilokal. Kekerabatan amat penting yang lebih besar dari keluarga batih, adalah matarumah atau fam, yaitu suatu kelompok kekerabatan yang bersifat patrilineal.
Kawin lari atau kawin bini adalah sistem perkawinan yang paling lazim. Hal ini terutama disebabkan oleh Ambon pada umumnya lebih suka menempuh jarak pendek, untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara. Oleh karenanya kawin lari sebenarnya dipandang kurang baik dan kurang diinginkan oleh kaum kerabat wanita.
Bentuk perkawinan yang kedua ialah kawin minta. Kawin minta terjadi apabila seorang pemuda telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan isteri, maka ia akan memberitahukan hal itu kepada orang tuanya.
- RELIGI
Mayoritas beragama Nasrani dan Islam. Mereka masih percaya roh – roh yang harus dihormati dan diberi makan, minum dan tempat tinggal, agar supaya tidak menjadi gangguan bagi mereka yang hidup di dunia
- MASALAH PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI
Sistem masyarakat Maluku, terutama masyarakat Ambon. Mempunyai beberapa bentuk organisasi adat yang amat cocok untuk dipergunakan dalam pembangunan
Sistem masyarakat Maluku terutama masyarakat orang Ambon, ia mempunyai beberapa bentuk organisasi adat yang amat cocok untuk dipergunakan dalam pembangunan.
BERGAYA DI MALL
Studi Etnografi Gaya Anak Muda Pasca Konflik di Ambon
Struktur dan Simbol yang Berubah
Pasca konflik keagamaan 2003 telah banyak perubanhan terjadi. Bukan hanya pada pola struktur perumahan, struktur kepemimpinan, tetapi perubanhan terjadi pada pola dan gaya berpakaian. Semisal adalah kemunculan jilbab yang menjadi tren pasca konflik. Suli, misalnya salah seorang mahasiswa kristen melihat bahwa kini setiap berjalan keruang publik sering menemukan orang berjilbab dan mengenakan sendal jepit dengan celana menggantung di atas mata kaki. Bahkan jilbab di kalangan perempuan muslim juga dikenakan hingga ke tataran anak SD dan mama (Ibu) yang sebelumnya sama sekali tidak pernah mengenakan model pakaian muslim
Pasca konflik keagamaan, ekspresi gaya dan berpakaian cenderung dimunculkan secara mencolok di ruang publik maupun semi publik seperti mall. Ambon Plaza sebagai satu – satunya mall di kota Ambon saya anggap penting karena Ia adalah infrastruktur ampuh untuk membujuk anak muda kota Ambon melakukan pengalaman mencampurkan diri mereka kembali kesatuan yang tidak didasarkan Identitas primordial apapun. Aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung di dalam pusat perbelanjaan adalah “mengaduk” sebuah komoditi dan juga menjumpai orang asing yang hanya dikenal muka dan dikenal dengan baik diantara kerumunan orang lalu lalang. Mall sebagai salah satu penopang interaksi, tidak hanya memusatkan pengalaman face to face interaction secara langsung, namun juga membuat masyarakat berpengalaman layaknya sebuah gelas kaca yang mampu menjadikan sebagai cermin oleh orang lain, di sisi lain gelas kaca tersebut juga mampu memperlihatkan diri kita sendiri (self mirror)
Ruang Luar dan Ruang Dalam Ambon Plaza
Pusat pembelajaran ini mulai baru ramai sekitar pukul sepuluh. Musik – musik mulai diperdengarkan di bagian pintu utama dan di sepanjang badan muka mall. Di bagian depan bangunan ini bertuliskan “Ambon Plaza” tempat hiburan keluarga dan rekreasi. Plaza ini tutup ketika maghrib mulai dikumandangkan.
Hanya tersisa sebuah stan pakaian, matahari di lantai dua buka hingga jam 9 malam. Selanjutnya terdapat tempat permainan billyar di lantai empat yang buka hingga jam 12 malam. Teras bagian lantai dasar mall ini dikelilingi oleh pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam sepatu, alat pakaian dan ikat pinggang. Memasuki lantai dasar, sesungguhnya tidak membawa perubahan mendasar dengan keberadaan mall di bagian luar. Di bagian tengah anak – anak muda menjual jasa pelayanan yang berhubungan dengan dunia seluler. Mereka melayani download ringtone, wallpaper ponsel, menjual casing dan pulsa sistem penawaran dilakukan hingga lima puluh persen dari harga semula. Sebagai misal, Fredy Lahulimo adalah anak muda yang sering membeli pakaian di lantai satu Ambon Plaza. Ia mengaku bahwa jika harga seratus ribu, maka harga yang ditawar pertama kali adalah tiga puluh lima ribu, maka harga yang ditawar pertama kali adalah tiga puluh lima ribu. Jika benar – benar tidak boleh, maka penawaran dilakukan hingga lima puluhribu, lima puluh persen dari harga semula, sering mencapai kesepakatan.
Tubuh Yang Selalu Merasa Diawasi
Gaya ruang publik menjadi penting karena tubuh mereka selalu merasa diawasi. Bagi yang tidak menarik atau berdandan biasa saja, maka pandangan mata dari beberapa anak muda bertujuan hanya nongkrong. Sebaliknya mereka yang menjadi pusat perhatian berada dalam keadaan yang membanggakan. Perempuan yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang mempunyai kulit yang lebih cerahterang dibandingkan beberapa rombongannya atau mereka yang berambut keritng tapi mempunyai air muka yang manis. Ruang AC yang hanya dimiliki oleh matahari menyebabkan diambil kesempatan oleh anak – anak muda untuk mendinginkan tubuhnya sejenak. Ruang matahari merupakan pusat perbelanjaan yang mempunyai kekuatan untuk mematahkan tubuh ke dalam tata aturan yang penuh dengan pengawasan.
Berbeda dengan Ambon Plaza yang tutup jam 6 senja, tempat billiard yang terletak di lantai 4 buka hanya jam 12 malam. Karena itulah hingga beberapa waktu saya tidak menemukan satu kalipun para perempuan yang memasuki ruang ini, kecuali tiga pengawasnya. Tempat biliard ini memaknai sebagai “tempat laki – laki”, tanpa ada hitam di atas putih, tetapi cap buruk yang langsung mengena kepada mereka. Memang pernah ada pada suatu waktu datang perempuan mengitari meja ini. Tapi kedatangannya dilakukannya dengan teman – teman perempuan lainnya. Meski diantara lainnya ada laki – laki merekalah yang bermain billiard. Sedangkan perempuan lainnya hanya menjadi penonton. Perempuan jangan sekali – kali datang ke tempat ini. Stigma perempuan yang masuk ke tempat ini sebagai perempuan nakal cukup kental. Karena itulah meja – meja billiard hanya ditunukan sebagai “tempatnya laki – laki”
Identifikasi dari ketiga buku tersebut:
Permasalahan yang ada di dalam buku
Dari buku yang berjudul Babi : ternak kesayangan orang mentawai saya melihat ada beberapa permasalahan seperti kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat mentawai dalam menjalankan usaha peternakan babi. Kesulitan ini dikarenakan adanya aturan – aturan yang yang sudah ada sejak nenek moyang mereka, di mana untuk melakukan ternak babi, masyarakat mentawai harus menjalankan beberapa persyaratan yang dipercaya akan membawa pengaruh yang baik, baik buat sang pemlik ternak maupun bagi hasil ternaknya yaitu babi. Karena masyarakat percaya jika peraturan – peraturan tersebut dijalankan maka akan menghasilkan ternak yang banyak dan gemuk. Sedangkan apabila ada ritual yang ditinggalkan atau diabaikan maka hasil ternaknya akan kurus – kurus maupun.
Dari buku yang berjudul kebudayaan Ambon saya melihat adanya beberapa kesulitan, salah satunya yaitu adanya kebudayaan kawin lari yang mana kebudayaan ini sangat lazim di Ambon karena orang Ambon umumnya lebih suka menempuh jalan pendek, untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara. Kebudayaan kawin lari seperti yang sudah dijelaskan di dalam buku, jika ada salah satu dari pihak keluarga yang merasa dirugikan dengan adanya kawin lari khususnya dari pihak kerabat wanita karena kawin lari sebenarnya dipandang kurang baik dan kurang diinginkan oleh pihak wanita.
Dari buku yang berjudul Bergaya di Mall ada beberapa permasalahan, salah satunya adalah permasalahan mengenai judge dari masyarakat yang menilai sepihak jika wanita tidak dapat dikatakan baik jika wanita tersebut berada di area permainan billiard, hal ini dikarenakan masyarakat beranggapan jika billiard adalah permainan laki – laki.
Cara menjawab persoalan tersebut :
Untuk buku yang berjudul Babi : ternak kesayangan orang mentawai sebaiknya penulis mengkaji lagi terutama di bagian sejarah mengapa diadakan peraturan – peraturan dalam melakukan ternak babi.
Untuk buku yang berjudul kebudayaan Ambon sebaiknya kebudayaan kawin harus pikirkan ulang lebih tepatnya mengenai kawin lari, karena kawin lari sangat merugikan terutama bagi pihak perempuan
Untuk buku yang berjudul Bergaya di Mall sebaiknya judge mengenai penilaian sepihak bila wanita tidak dapat dikatakan baik jika wanita tersebut berada di area permainan billiard harus direfisi, karena seharusnya kedudukan antara laki – laku dan perempuan adalah sama seperti dengan adanya kesetaraan gender
Yang tidak dijelaskan dalam buku :
Di dalam buku yang berjudul Babi : ternak kesayangan orang mentawai tidak menjelaskan asal usul dari adanya kebudayaan mengenai tata cara ternak babi, yang ada hanya penjelasan mengenai fungsi – fungsi dari adanya berbagai ritual dan aturan dalam melakukan ternak babi dan juga pembahasan di dalamnya langsung membahas tentang babi, dan tidak dijelaskan berapa jumlah penduduk yang beternak babi dan sebagainya.
Di dalam buku yang berjudul kebudayaan Ambon semuanya sudah dijelaskan dan juga rinci, karena sudah dibagi dalam beberapa sub
Di dalam buku yang berjudul Bergaya di Mall penulis sangat runtut namun penjelasan yang dijelaskan pendahuluannya sangat teoritis sehingga pembaca kurang memahaminya