Ritual Protes Gaya Jawa-Yogya, Sebuah Analisis Antropologi-Struktural

Dari jurnal yang berjudul “Ritual Protes Gaya Jawa-Yogya, Sebuah Analisis Antropologi-Struktural” oleh Nugroho Trisnu Brata, menjelaskan mengenai berbagai bentuk ritual protes yang ada di Yogya. Ritual protes dalam masyarakat Jawa-Yogya mengalami perubahan jika dibandingkan dengan protes ritual pepe, mbalela, aksi mahasiswa yang melawan Rektor dengan aksi protes seperti yang terjadi pada 20 Mei 1998 di Keraton Yogyakarta dan UGM. Peristiwa ritual protes 20 Mei 1998 terjadi di Halaman Gedung Grha Saba Pramana UGM dan Keraton Yogyakarta. Kedua peristiwa tersebut merupakan bentuk protes dari masyarakat dalam rangka reformasi yaitu penurunan presiden Suharto pada masa itu.

Perubahan peristiwa ritual protes juga memiliki struktur tersendiri. Jika sebelumnya peristiwa ritual protes dilakukan masyarakat Yogya dengan pepe atau mbalela untuk tujuan memprotes raja. Dalam hal ini raja dengan masyarakat adalah kedua pihak yang beroposisi. Sedangkan dalam peristiwa ritual protes di Yogja pada 20 Mei 1998 raja dan masyarakat adalah kedua pihak yang saling bekerjasama. Sama halnya dengan ritual protes yang biasa dilakukan mahasiswa kepada rektornya yang kemudian pada 20 Mei 1998 mereka berubah menjadi kedua pihak yang melawan oposisi.

Peristiwa ritual protes yang dijelaskan dalam jurnal telah membuktikan bahwa dalam kedua peristiwa tesebut pada intinya memiliki struktur yang sama. Kedudukan Sultan Hamengkubuwono setara dengan kedudukan rektor, dan kedudukan massa di Keraton setara dengan kedudukan mahasiswa dalam kedua peristiwa ritual protes tersebut. Kemudian dari kedua peristiwa ritual protes di Yogya memiliki kesamaan tujuan yaitu menggulingkan presiden Suharto pada saat itu. Dari kedua peristiwa ritual protes di Yogya tersebut telah berhasil dianalisis dengan menggunakan teori strukturalisme dari Levi-Strauss. Jika kedua peristiwa tersebut tidak dianalisis dengan bantuan teori maka tidak akan diketahui struktur yang ada dalam sebuah peristiwa. Hal ini dikarenakan sebuah struktur memiliki sifat abstak di dalam peristiwa. Dengan menggunakan teori strukturalisme maka kita dapat lebih mudah memahami peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Seperti halnya kedua ritual protes yang terjadi di Yogyakarta pada 20 Mei 1998 yang dapat dengan mudah dipahami karena telah dianalisis dengan menggunakan teori.

Review Jurnal Komunitas, Nugroho Trisnu Brata

About kartika95

Saya adalah mahasiswa jurusan Sosiologi dan Antropologi UNNES. Saya lahir di Brebes pada tanggal 20 Agustus 1995
This entry was posted in Sosiologi. Bookmark the permalink.

3 Responses to Ritual Protes Gaya Jawa-Yogya, Sebuah Analisis Antropologi-Struktural

  1. ayuherni says:

    bagus tapi dirapiin lagi ya 🙂

  2. Mungkin kamu bisa menambahkan analisisnya dengan teori dari Levi-Strauss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: