Kekerabatan Suku Minang
Minang merupakan salah satu suku di Indonesia yang tepatnya berada di Provinsi Sumatra Barat. Daerah Minangkabau seluas daerah Sumatra Barat dengan dikurangi Kepulauan entawai. Setiap suku bangsa di Indonesia tentunya mempunyai adat dan kebudayaan masing-masing, begitu halnya dengan suku minang. Kekhasan tersebut tercermin dalam hasil kebudayaan suku tersebut diantara yaitu rumah gadang, system perkawinan, system kemasyarakatan. Serta yang paling menarik adalah system kekerabatan yang dianut oleh suku Minangkabau yang disebut Matrilineal
System kekerabatan suku minang adalah system matrilineal. Sistem sosial masyarakat Minangkabau yang matrilineal, yaitu suatu sistem sosial yang mengikuti garis keturunan dari pihak ibu. Sistem matrilineal menurut ahli antropologi merupakan suatu sistem sosial masyarakat tertua yang telah lahir jauh sebelum lahirnya sistem patrilineal yang berkembang sekarang. Sistem ini akan tetap kuat dan berlaku dalam masyarakat Minangkabau sampai sekarang, dia tidak akan mengalami evolusi, sehingga menjadi sistem patrilineal. Sistem ini menjadi langgeng dan mapan karena sistem ini memang sejiwa dengan adat Minangkabau yang universal, yang meliputi seluruh segi kehidupan manusia, baik kehidupan secara individu maupun kehidupan bermasyarakat. Ciri-ciri sistem kekerabtan matrilineal adalah sebagai berikut :
- Keturuan dihitung menurut garis keturunan ibu.
- Suku terbentuk menurut garis keturunan ibu. Seorang laki-laki di Minangkabau tidak bisa mewariakan sukunya kepada anaknya. Jadi tidak ada anak peremouan dalam satu suku aka dapat dikatakan bahwa suku itu telah punah.
- Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar suku ( eksogami ). Menurut aturan adat minangkabau seseorang tidak dapat menikah dengan seseorang dari suku yang sama. Apabila hal itu terjadi maka ia dapat dikenakan hukum adat seperti, dikucilkan dalan pergaulan.
- Yang sebenarnya berkuasa adalah laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari yang menjalankan kekuasaan di minangkabau adalah laki-laki. Perempuan di Minangkabau diposisikan sebagai pengikat, pemelihara, dan peyimpan harta pusaka.
- Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah istri.
- Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.
Garis keturunan dan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi inti dari sistem kekerabatan matrilineal ini adalah “paruik”. Setelah masuk islam di Minangkabau disebut kaum. Kelompok sosial lainnya yang merupakan pecahan dari paruik adalah “jurai”. Interaksi sosial yang terjadi antara seseorang, atau seseorang dengan kelompoknya, secara umum dapat dilihat pada sebuah kaum. Pada masa dahulu mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah gadang. Bahkan pada masa dahulu didiami oleh berpuluh-puluh orang. Ikatan batin sesama anggota kaum besar sekali dan hal ini bukan hanya didasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga di luar faktor tersebut ikut mendukungnya.
Kesatuan keluarga kecil seperti diatas di sebut paruik.pada sebagian masyarakat ada kesatuan yang di sebut kampueng yang memisahkan antara paruik dengan suku. Kepentingan keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai ninik mamak dalam keluarga itu. Istilah ninik mamak berarti saudara laki-laki ibu. Tanggung jawab seorang ninik mamak adalah untuk memperhatikan kepentingan sebuah keluarga memang terletak pada pundak seorang atau beberapa orang ninik mamak.
Anggota dari sebuah keluarga pada masyarakat Minangkabau dapat diperhitungkan sebagai berikut ( dengan memperhitungkan dua generasi diatas ego laki-laki dan satu generasi dibawahnya) : ibu, ibu, ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan ibu ibu, saudara perempuan dan saudara laki-laki ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ibu ibu ego, saudara laki-laki dan saudara perempuan ego, anak laki-laki dan perempuan saudara dari saudara laki-laki ego, saudara laki-laki dan saudara perempuan Ego, anak laki-laki dan anak perempuan saudara perempuan ibu, anak laki-laki dan perempuan perempuan ibu ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ego, anak laki-laki dan perempuan anak perempuan anak perempuran saudara perempuan ibu ibu. Ego di artikan sebagai istilah yang menunjukkan seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian hubungan dengan seseorang atau sejumlah orang lain.
Interaksi social yang terjadi antara seseorang, atau seseorang dengan kelompoknya, secara umum dapat dilihat pada sebuah kaum. Pada masa dahulu mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah gadang yang merupakan rumah adat suku minang. Bahkan dulu rumah gadang tersebut didiami oleh berpuluh-puluh orang. Ikatan batin sesama anggota kaum besar sekalidan hal ini bukan didasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga diluar factor tersebut ikut mendukungnya. Factor-faktor yang mengikat kaum ini adalah sebagai berikut :
- Orang Sekaum Seketurunan
Walaupun di Minangkabau ada anggapan orang yang sesuku juga bertali darah, namun bila diperhatikan lebih lanjut asal usul keturunannya sulit dibuktikan, lain halnya dengan orang yang sekaum. Walaupun orang yang sekaum itu sudah puluhan orang dan bahkan sampai ratusan, namun untuk membuktikan mereka seketurunan masih bias dicari. Untuk menguji ranji atau silsilah keturunan mereka. Dari ranji ini dapat dilihat generasi mereka sebelumnya dan sampai sekarang, yang ditarik dari garis keturunan wanita. Factor keturunan sangat erat hubungannya dengan harta pusaka dari kaum tersebut. Ranji yang tidak terang atau tidak ada sama sekali biasa menyebabkan kericuhan mengenai harta pusaka kaum tersebut. Ranji yang tidak terang atau tidak ada sama sekali biasa menyebabkan kericuhan mengenai harta pusaka kaum dan juga mengenai sako.
- Orang yang Sekaum Sehina Semalu
Anggota yang berbuat melanggar adat akan mencemarkan nama seluruh anggota kaum, yang paling terpukul adalah mamak kaum dan kepala waris yang diangkat sebagai pemimpin kaumnya, karena perasaan sehina semalu cukup mendalam, maka seluruh anggota selalu mengajak agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dari anggota kaumnya. Rasa sehina semalu ini adat mengatakan : ”malu tak dapek dibagi, suku tak dapek dianjak” (malu tak dapat dibagi suku tidak dapat dianjak). Artinya malu seorang malu bersama. Mamak, atau wanita-wanita yang sudah dewasa selalu mengawasi rumah gadangnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Orang yang Sekaum Sepadan Sepekuburan
Untuk menunjukan orang yang sekaum maka sebuah kaum mempunyai pandam tempat berkubur khusus bagi anggota kaumnya. Di Minangkabau tempat memakamkan mayat terdapat beberapa sebutan seperti pandam, perkuburan, ustano dan jirek. Kuburan ini merupakan tempat kuburan umum dan disini tidak berlaku seketurunan dan siapa saja atau mamak mana asalnya tidak menjadi masalah. Yang disebut juga anak dagang. Sebutan “ Ustano “ adalah makam raja-raja dengan keluarganya dan diluar itu tidak dibenarkan. Sedangkan jirek merupakan makan para pembesar kerajaan pageruyung dan keluarganya. Ustano dan jirek ini terdapat di pagaruyung batusangkar. Seorang yang sekaum merupakan orang yang berasal dari dalam kampung itu, kaum keluarganya dapat menunjukan pandamnya. Didalam adat dikatakan oaring yang sekaum itu sepandam sepekuburan dengan pengertian satu pandam ( tempat berkubur ).
- Orang yang Sekaum Seberat Seringan
Orang yang sekaum seberat seringan sesakit sesenang yang dikemukakan dalam adat “ Kaba baik baimbuan, kaba buruk bahambuan “ ( kabar baik dihimbaukan, kabar buruk berhamburan ). Artinya bila ada sesuatu yang baik untuk dilaksanakan seperti perkawinan, berdo’a dan lain-lain maka kepada sanak saudara hendaklah diberitahukan agar mereka datang menghadiri acara yang akan dilaksanakan. Semua sanak family juga akan berdatnga ketika mendengar kabar buruk tanpa dihimbau misalnya ketika ada kematian atau malapetaka lainnya.
- Orang Yang Sekaum Seharta Sepusaka
Adat Minangkabau tidak mengenal harta perseorangan. Harta merupakan warisan dari anggota kaum secara turun temurun. Harta pusaka kaum merupakan kunci sebagai alat pemersatu dan tetap berpegang pada prinsip “ hato salingka kaum, adat salingka negari “ ( harta selingkar kaum, adat selingkar negari ).
Suku dalam kekerabatan Minangkabau menyerupai suatu klen matrilineal dan jodoh harus dipilih diluar suku. Pada masa dahulu ada adat bahwa sedapat mungkin orang dalam suku minangkabau harus menikah dengan anak perempuan mamaknya, atau gadis-gadis yang dapat digolongkan demikian, tetapi karena berbagai keadaan, timbul beberapa bentuk lain, misalnya kawin dengan kemenakan ( anak saudara perempuan ) perempuan ayahnya. Orang juga boleh kawin dengan suami saudara perempuannya sendiri ( bride exchange ). Namun zaman sekarang pola-pola tersebut mulai menghilang. Dengan pengaruh dunia modern, perkawinan endogamy lokah tidak lagi dipertahankan sebagaimana semula, yang menyebabkan pemilihan makin meluas.
Perkawinan minangkabau sebenarnya tidak mengenal mas kawin. Pengantin laki-laki tidak wajib menyerahkan sesuatu pemberian kepada pengantin pperempuan sebagaimana diwajibkan dalam agama islam. Dibeberapa daerah dalam adat minangkbau terdapat istilah perempuan yang membeli laki-laki karena keluarga penganti perempuan member kepada keluarga pengantin laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat, untuk menjemputnya supaya suka mengawini perempuan tadi. Namun yang yerpenting dalam pernikahan adat minangkabau adalah pertukarann benda lambing antara dua keluarga yang bersangkutan, berupa cincin atau keris.
Recent Comments