Telepon selular dengan layar lebar, semakin mudah dijumpai. Harganya yang beragam, membuat banyak orang tergelitik untuk membeli. Smartphone, namanya. Coba kalau kita agak jeli, ternyata launching produk terbaru smartphone, menjadi magnet yang gila-gila-an bagi aktor, aktris, hingga orang biasa. Semua heboh, bersorak seperti anak yang bahagia melihat mobil presiden.
Jangan salah, masyarakat masa kini bukan tidak suka mencatat. Tapi mereka sudah “pindah rumah” untuk mengumpulkan catatan mereka. Semua ada di smartphone. Dalam aplikasi “notes”, dalam jejaring sosial, dalam blog, dalam galeri foto smartphone. Serba digital, sampai turut menyudutkan penggemar buku catatan, dengan sebutan tidak go green. Walah!
Saya ingin coba mengumpulkan beberapa alasan mengapa buku catatan masih tidak bisa digantikan oleh smartphone :
1. Memorable
Siapa yang tidak tahu kekuatan yang satu ini. Mencatat dengan tangan kita sendiri, bisa memperkuat memori otak. Berbeda dengan copy-paste tulisan/pengumuman yang diletakkan di notes, atau sekedar gambar yang disimpan di galeri. Budayakan kembali sticky-note dengan warna warna yang cerah atau spidol warna untuk mencatat. Selain mengasah kreativitas, kegiatan ini bisa membuat mata kita lebih rileks dan cepat fokus.
2. Tanpa Baterai
Ini yang susah dikalahkan. Buku catatan, tidak membutuhkan baterai untuk bisa bertahan hidup bertahun-tahun lamanya. Kalau baterai ponsel/kualitas ponsel akan cepat menurun setelah 2 tahun pemakaian, maka berbeda dengan buku catatan. Tidak perlu memory card, powerbank, dan headset untuk membaca-baca lagi catatan kita. Kita bisa ajak buku catatan ini ke hutan, laut, dan kampus, tanpa khawatir kehabisan baterai. Jatuh ke laut pun tidak perlu pusing, karena dampaknya paling hanya basah atau hilang (kalau buku itu jatuh di tengah samudera). Dan kita pun bisa membeli lagi dengan kantong yang ringan.
3. Reward!
Apa yang anda tuliskan di halaman lockscreen telepon seluler? “This phone is owned by @globeglobe, please call +628188188181 if you found it“. Atau mungkin menambahkan tulisan “I’ll give you a very cute reward“. Sepertinya kalau telepon selular kita ditemukan oleh orang baik, mereka akan menghubungi nomor itu, dan memberikan ponsel itu begitu saja. Sedang kalau si penemu ini sedang butuh uang, maka dijual-lah ponsel itu ke pasar gelap. Kalau buku, bisa kita tulis “I book is owned by @globeglobe, please call me if you found it, and I’ll give you $10“. Saya yakin, bahkan teman dekat-pun akan berpura-pura mencuri buku catatan kita, untuk mendapat uang saku tiap hari. Bagaimana lagi, tidak ada pasar gelap yang mau membeli buku catatan! 🙂
4. Tidak Perlu Internet
Ini mungkin berhubungan dengan nomor-2, tentang baterai. Kali ini dengan buku catatan, kita tidak perlu pusing memikirkan koneksi internet untuk mencari ide, membuka aplikasi, atau memasukkan emot lucu. Kalau anda sedang kemping selama 1 minggu di Everest, bawa saja buku catatan. Catatan aktivitas sehari-hari tanpa takut ponsel error karena kedinginan atau kepanasan, atau kehabisan baterai. Lalu usai dari aktivitas kegunungan, temui laptop atau si ponsel pintar untuk menyebarkan semua kisah anda di dunia. Kepala kita juga tidak akan sepusing saat ponsel berhenti berfungsi atau gagal menyimpan, saat ketikan sudah mencapai 700 kata!
5. Belajar Menulis (lagi)
Saya banyak mendapati teman saya kelupaan atau nervous atau lambat saat diminta menulis di papan atau kertas. Jawabannya selalu sama, 1). Karena sejak semester-1 kuliah lebih sering membuat paper, mencatat, menulis, dan mencari referensi lewat laptop; 2). Karena dia lebih sering mencatat, menulis, mencari referensi, dan mengetik di telepon selular. Padahal sewaktu Sekolah Dasar, banyak di antara kita yang jago menulis huruf latin tegak bersambung. Atau bahkan huruf biasa yang rapi dan mirip dengan tipe huruf Times New Roman, Arial, bahkan Cambria. Memiliki buku catatan, bisa mengembalikan keunikan tulisan indah kita, sambil mungkin belajar tipografi gaya baru.
Begitu kiranya lima alasan kenapa kita masih membutuhkan buku catatan. Bukan berarti membutuhkan yang satu lalu melupakan yang lain, tapi pasti ada cara untuk menjejerkan dua generasi ini. Gawai tetap penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari, namun buku catatan, tidak kalah penting. Sebagai desainer grafis, saya lebih sering membawa buku catatan dan bolpoin untuk dibawa kemana-mana, bahkan ke acara halal-bi-halal keluarga besar. Buku catatan memberi saya kebebasan untuk mencoret, menulis, menggambar, dan melampiaskan ide. Setelah itu, baru smartphone dan laptop yang bertugas menyebarkan ide/gambar konsep itu ke semua penduduk digital.