17
Nov 15

Pemulung – Sampah oh Sampah

Pemulung adalah pahlawan sampah dan selalu dipandang sebelah,setiap bicara sampah pemulung selalu disisihkan seolah pemulung adalah bagian dari sampah yang harus musnah.

Bicara sampah adalah bicara pemulung,sebab itulah fakta,walo dipandang sebelah,selalu dicurigai biang masalah,tanpa bantuan pemerintah Pemulung dengan rajin siang malam tidak peduli hujan selalu pilah sampah untuk dapat berkah dari sampah,

Berbusa busa para pakar,berbusa busa petinggi negara bicara sampah dengan habiskan anggaran melimpah,tapi hasilnya sampah tetap bermasalah dan selalu dipermasalahkan,bagi para elit sampah tidak lebih dari cara dapat jatah,selebihnya sampah tetap bikin gerah.

Untuk kesekian kalinya 70 tahun Indonesia merdeka kelola sampah saja masih bermasalah,ada bank sampah tapi belum berhasil benahi sampah secara keseluruhan,sebagai bentuk peran serta masyarakat Bank Sampah sangat bagus,jadi tugas bersama Ban Sampah makin besar.

Pemulung yang sudah terbukti dan teruji kelola sampah seharusnya bisa dilibatkan dan bersinergi dengan semua pihak agar sampah teratasi,bukan sekedar jadi komoditas politik bikin intrik untuk dapat duit dari sampah tapi sampah sendiri terbengkelai.

Soal sampah cuma membuktikan betapa tidak becusnya pengelola negara dalam kelola warga beserta lingkungannya,kompetensi pejabat publik,kompetensi birokrasi makin dipertanyakan,kok cuma urusi sampah saja tidak becus!!!!TERLALU!!!!kata bang haji Rhoma.

Mari berendah hati untuk mau belajar dari Pemulung, mereka Pahlawan Sampah,tanpa digaji tapi selalu dimaki,mereka tidak peduli demi sesuap nasi,terima kasih pemulung walo kau jarang jadi sorotan,jasamu nangani sampah terbaik didunia.karena berhasil membuat nilai tambah dari sampah.

16
Nov 15

Korupsi (Itu) Sampah

Jaman mahasiswa dahulu adalah hal yang absurd ketika kita tidak pernah “darmaji”, dahar lima ngakuna hiji, apalagi untuk anak-anak rantau yang ongkos transportasi pun dirapel dengan jatah apel. Tanpa disadari, kita telah berlaku koruptif, walaupun kecil-kecilan. Harus diakui, kata “walaupun” disini sering kali hadir sebagai sebagai sebuah laku permisif bahwa bila nominalnya sedikit maka serta merta tidak lagi merugikan orang lain. Buat masyarakat Indonesia, premis ini sepertinya telah mengakar budaya.

Bicara soal akar berarti bicara juga tentang bibit. Bibit-bibit korupsi, menakutkannya, sudah mulai dipupuk sejak dini. Yang paling kentara dan sering kali dianggap sepele adalah, ambil contoh, perilaku buang sampah sembarangan. Ketika anak kita atau saudara kita yang masih kecil tidak sengaja – atau sengaja – dengan enteng melempar bungkus snack ke sungai atau ke jalan seringkali kita biarkan atau mencari pembenaran. Continue reading →

Skip to toolbar