Pendidikan merupakan bangunan utama dalam sebuah peradaban. Menjadi orang yang terlibat dalam konstruksi pendidikan, bukanlah sesuatu yang dianggap remeh. Kualitas pendidikan dapat mencerminkan kualitas sebuah peradaban. Dengan demikian, guru yang berkualitas adalah salah satu faktor penyempurna kualitas pendidikan.
Pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pendidik sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi, yaitu pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dengan kata lain, pendidik tidak hanya dituntut untuk kompeten dalam bidang keilmuannya saja, tetapi juga harus kompeten dalam aspek pedagogik, kepribadian, dan sosial. Pendidik yang menguasai materi yang akan diajarkan misalnya, belum dikatakan kompeten bila tidak memiliki kompetensi sosial, dan begitu juga sebaliknya. Sehingga, keempat kompetensi tersebut harus dimiliki oleh pendidik secara integral untuk bisa dikatakan memenuhi kriteria sebagai pendidik.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah tersebut dapat dipahami bahwa menjadi pendidik bukanlah tugas yang mudah. Dengan demikian, pantaslah jika dikatakan bahwa tugas sebagai pendidik merupakan tugas yang mulia. Sehingga, untuk dapat dikatakan sebagai pendidik, seseorang harus memenuhi berbagai kriteria yang telah ditetapkan, di mana semua kriteria-kriteria tersebut bermuara pada satu hal yaitu “kemuliaan”.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan pendidik di berbagai lembaga pendidikan sulit untuk menyandang status sebagai pendidik sebagaimana diamanahkan Peraturan Pemerintah tersebut. Tugas sebagai pendidik dengan berbagai atribut yang melekat dengannya pada hakikatnya harus diakui bukanlah pekerjaan mudah. Namun kenyataannya, profesi sebagai pendidik ini justru diminati oleh orang-orang yang pada umumnya tidak diterima pada jurusan-jurusan favorit, lalu kemudian menjadikan jurusan keguruan menjadi pilihan terakhir. Sehingga profesi sebagai pendidik diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan. Pandangan demikian sebenarnya juga tidak bisa disalahkan, sebab jika dilihat dari segi kesejahteraan misalnya, profesi pendidik bukanlah pilihan populer. Berbagai profesi lain seperti: dokter, advokat, direktur, wirausahawan, politisi, dan sebagainya menjadi pilihan yang realistis.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan profesionalisme pendidik, diantaranya melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan profesionalisme pendidik seperti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), sertifikasi guru, dan Uji Kompetensi Guru (UKG). Sudah selayaknyalah profesi sebagai pendidik diisi oleh orang-orang yang memiliki ketulusan untuk menjadi seorang pendidik, serta menjadikan kualitas sebagai basis profesi ini. Di mana indikator utamanya adalah memenuhi kriteria-kriteria seorang pendidik sebagaimana dijelaskan Peraturan Pemerintah di atas. Dan sudah selayaknya pula profesi sebagai pendidik ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sehingga bisa disejajarkan dengan berbagai profesi lainnya yakni sebagai high class profession.
Pendidik Profesional
Pendidik mempunyai dua arti, dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit. Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak, contohnya orang tua, warga masyarakat, tokoh-tokoh. Sedangkan pendidik dalam arti sempit merupakan orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen.
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6)
Menurut Rifa’i (2012:31), pendidik merupakan jabatan profesional dan memberikan layanan ahli yang menuntut persyaratan kemampuan yang secara akademik dan paedagogis mampu secara profesional dapat diterima oleh pihak tempat pendidik bertugas, baik penerima jasa layanan secara langsung maupun pihak lain terhadap siapa pendidik yang bertanggung jawab.
Guru dan dosen adalah jabatan profesional sebab mereka diberi tunjangan profesional. Walaupun mereka secara formal pejabat profesional, banyak kalangan yang tidak meyakini keprofesionalan mereka, terutama guru-guru. Hal tersebut terjadi karena banyak dosen dan guru yang melakukan pekerjaan yang tidak memuaskan bagi mereka dan menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.
Untuk mengetahui apakah ia merupakan pendidik profesional atau bukan, diperlukan indikator tentang keprofesionalan. Adapun ciri-ciri profesional meliputi: (1) pilihan terhadap jabatan didasari motivasi yang kuat, (2) telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, (3) punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (4) mengabdi pada masyarakat yang berorientasi pada layanan sosial, bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan finansial, (5) tidak mengadverstensikan keahliannya untuk mendapatkan klien, (6) menjadi anggota organisasi profesi, (7) memiliki kode etik profesi, (8) punya kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper yang diakui oleh masyarakat, dan (9) berhak mendapat imbalan yang layak.
Pendidik sebagai penyandang jabatan profesional harus disiapkan melalui program pendidikan yang relatif panjang dan dirancang berdasarkan standar kompetensi pendidik. Oleh karena itu, diperlukan waktu dan keahlian untuk membekali para lulusannya dengan kompetensi yaitu penguasaan bidang studi, landasan keilmuan dari kegiatan mendidik maupun strategi menerapkannya secara profesional di lapangan.
Sebagai pendidik profesional penguasaan bidang studi tidak bersifat terisolasi. Dalam melaksanakan tugasnya penguasaan bidang studi terintegrasi dengan kemampuan memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang mendidik, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Sebagai seorang profesional, pendidik haru mengenal siapa dirinya, kekuatan, kelemahan, kewajiban, dan arah pengembangan dirinya. Dunia selalu berubah menyebabkan tuntutan yang dinamis pula terhadap kecakapan pendidik. Karenanya pendidik harus pandai memilih strategi yang efektif untuk mengembangkan diri secara terus-menerus.
(Mundry, 2005:2) mengungkapkan bahwa guru yang berpengalaman dan berpengetahuan luas memiliki porsi yang besar dalam menentukan keberhasilan siswa. Guru berpengalaman yang menggunakan strategi pembelajaran yang efektif cenderung menghasilkan hasil prestasi siswa yang lebih tinggi (Rowan, Correnti & Miller, 2002). Oleh karena itu, dalam pengembangan profesi guru diperlukan peningkatan sumber daya seperti peningkatan kompetensi mengajar dengan penguasaan materi, keterampilan mengajar, dan pengetahuan pedagogi.
Menurut Pidarta (2007:50) keberhasilan pendidik tidak ditentukan oleh prestasi akademik peserta didik. Prestasi akademik otomatis akan muncul manakala pendidikan berhasil. Adapun kriterika keberhasilan mendidik antara lain ketika siswa: (1) memiliki sikap suka belajar, (2) tahu tentang cara belajar, (3) memiliki rasa percaya diri, (4) mencintai prestasi tinggi, (5) memiliki etos kerja, (6) produktif dan kreatif, dan (7) puas akan sukses yang dicapai.
Setiap pendidik profesional harus melaksanakan kode etik pendidik yang merupakan salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya, setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik. Menurut Saondi dan Suherman (2009:62) kode etik adalah sekumpulan norma yang merupakan pedoman perilaku profesional dalam melaksanakan profesi.
Kode etik guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI se-Indonesia dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian sidempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 yang bertempat di Jakarta yang berisi sebagai berikut.
Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan ini, sesuai dengan jalurnya, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam Pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya kearah hidup yang selaras, serasi dan seimbang.
Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kurikulum dan program pengajaran untuk tingkat SD harus juga diterapkan di SD, kurikulum untuk tingkat perguruan tinggi harus juga diterapkan untuk perguruan tinggi dan begitu seterusnya. Bukan asal gampangnya saja, kurikulum dan program untuk SMP dapat digunakan di SD, di SMA dan bahkan digunakan untuk perguruan tinggi. Hal semacam ini berarti guru sudah melanggar kejujuran profesional.
Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapat informasi secara lengkap mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar-mengajar yang optimal.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal, sehingga anak itu merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu bimbingan. Usaha menciptakan suasana kehidupan sekolah sebagaimana dimaksud di atas, akan menyangkut dua hal.
Pertama, yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas secara langsung yang meliputi hal-hal berikut: (1) pengaturan tata-ruang kelas yang lebih kondusif untuk kepentingan pengajaran, dan (2) menciptakan iklim atau suasana belajar-mengajar yang lebih serasi dan menyenangkan, misalnya pembinaan situasi keakraban di dalam kelas.
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas, yakni meliputi sekolah secara keseluruhan. Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak didik. Dengan demikian, memang dituntut adanya keterlibatan semua pihak di dalam lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan tri pusat pendidikan, masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat di sekitar sekolah, bagi guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang lebih mengena demi kelancaran proses belajar mengajar. Sebagai contoh guru yang sedang menerangkan sesuatu pelajaran, kemudian untuk memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan beberapa perkembangan yang terjadi di masyarakat sekitar. Di samping itu, kalau sekolah mengadakan berbagai kegiatan, sangat memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar.
Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan profesinya, baik dilaksanakan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat penting, karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru di tengah-tengah masyarakat.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam lingkungan keseluruhan.
Kerja sama dan pembinaan hubungan anatar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan upaya yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama antarguru disuatu lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagi langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara keseluruhan, termasuk guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu daerah berbeda dengan perkembangan daerah lain (studi komparasi).
Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatakan mutu organisasi guru profesional sebagai saran pengabdiannya.
Salah satu ciri profesi adalah dimilikinya organisasi profesional. Begitu juga guru sebagai tenaga profesional kependidikan, juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia, wadah atau organisasi profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan dan sarana pengabdiannya, organisasi itu harus terus dipelihara, dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakan. Sebab dengan peningkatan mutu organisasi berarti akan mampu merencanakan dan melaksanakan program yang bermutu dan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.karena itu organisasi PGRI dan ISPI harus lebih ditingkatkan dan perlu setiap kali mengadakan pertemuan antar para guru di berbagai daerah atau mungkin secara nasional. Dalam pertemuan itu dibicarakan program yang bermanfaat, terutama bagaimana upaya meningkatkan mutu organisasi tersebut. Peningkatan mutu organisasi profesional itu, disamping untuk melindungi kepentingan anggota (para guru) juga sebagai wadah kegiatan pembinaan dan peningkatan mutu profesionalisme guru.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), atau aparat pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah sebagai pengelola bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang merupakan policy, agar pelaksanaannya dapat terarah.
Guru sebagai aparat kementerian pendidikan dan pelaksana langsung kurikulum dan proses belajar mengajar, harus memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai bagaimana menangani persoalan-persoalan pendidikan. Dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan itu, diharapkan proses pendidikan berjalan lancar sehingga bisa menopang pelaksanaan pembangunan bangsa secara integral.
Profesionalisme Pendidik
Profesionalime guru dapat diamati dari kemampuan guru melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang tentu saja sudah dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih baik. Langkah strategis dalam upaya meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan melalui beberapa terobosan, antara lain:
- Kepala sekolah harus memahami dan melakukan fungsinya sebagai penunjang peningkatan kinerja guru.
- Dinas pendidikan setempat selaku pihak yang ikut andil dalam mengeluarkan dan memutuskan kebijakan pada sektor pendidikan dapat melakukan langkah sebagai berikut.
- Memberikan kemandirian kepada sekolah secara utuh
- Mengontrol setiap perkembangan sekolah dan guru
- Menganilisis setiap persoalan yang muncul di sekolah
- Menentukan alternatif pemecahan bersama dengan kepala sekolah dan guru terhadap persoalan yang dihadapi guru.
Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki empat kompetensi, antara lain:
- Kompetensi Pedagogik
Adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
- Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual
- Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik.
- Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu.
- Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
- Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran.
- Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik.
- Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke peserta didik.
- Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar.
- Kompetensi Kepribadian
Merupakan kemampuan yang berkaitan dalam performan pribadi seorang pendidik, seperti berpribadi mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian selanjutnya dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
- Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan budaya bangsa
- Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
- Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
- Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
- Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
- Kompetensi Sosial.
Merupakan kemampuan berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
- Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga.
- Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
- Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
- Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan
- Kompetensi Profesional
Merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional.
- Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu
- Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu
- Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.
- Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
- Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Pengembangan profesi pendidik bertalian dengan organisasi profesi pendidik. Sebab pengembangan profesi itu, di samping dilakukan oleh para pendidik secara individual, secara konsep dibantu, diawasi, dan dikoordinasi oleh rganisasi profesinya. Namun fungsi organisasi profesi seperti ini dalam bidang pendidikan masih belum Nampak. Karena itu kebanyakan pendidik mengembangkan profesinya sendiri-sendiri.
Menurut Pidarta (2007) ada beberapa cara untuk mengembangkan profesi pendidik, yaitu : (1) dengan belajar sendiri di rumah, (2) belajar di perpustakaan, (3) membentuk persatuan pendidik sebidang studi atau yang berspesialisasi sama dan melakukan tukar pikiran, (4) mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah, (5) belajar secara formal di lembaga pendidikan, (6) mengikuti pertemuan organisasi profesi pendidikan, dan (7) ikut mengambil bagian dalam kompetisi-kompetisi ilmiah.
Pengembangan profesi prndidik perlu dikaitkan dengan organisasi profesi pendidikan. Organisasi profesi adalah pendukung, pembina, dan berupaya agar profesi setiap pendidik berkembang secara berkelanjutan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah organisasi profesi yang paling besar di Indonesia, yang kedua adalah Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), dan ada lagi sejumlah organisasi profesi yang lebih kecil yaitu spesialisasi-spesialiasi tertentu dalam bidang pendidikan. Tugas dan tujuan organisasi-organiasi itu tidak jauh beda satu dengan yang lain. Dalam kaitan dengan pengembangan profesi pendidik, organisasi-organisasi profesi itu berkewajiban:
- Menciptakan kriteria pendidik yang profesional.
- Menampung para pendidik yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menjadi anggota organisasi profesi.
- Mencari peluang untuk memajukkan profesi para anggota, antara lain untuk studi lanjut.
- Mengadakan pembinaan profesi, antara lain dalam bentuk tim-tim Pembina ke daerah-daerah.
- Mengawasi pelaksanaan pendidikan dan menilai tingkat profesionalitas pendidik.
- Menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar kode etik pendidik.
- Meneliti dan menilai konsep-konsep dan praktik-praktik.
- Mengadakan pertemuan-pertemuan secara berkala atau insidental untuk mengomunikasikan informasi-informasi pendidikan, bertukar pikiran, dan bila mungkin menyatukan pendapat.
- Membentuk konsep-konsep pendidikan melaluui hasil-hasil penelitian pendidikan.
- Memperjuangkan hak-hak pendidik sebagai jabatan profesional.
- Meningkatkan kesejahteraan pendidik agar bisa berpenghasilan layak sebagai seorang profesional.
Simpulan
- Pendidik profesional merupakan pendidik merupakan jabatan profesional dan memberikan layanan ahli yang menuntut persyaratan kemampuan yang secara akademik dan paedagogis mampu secara profesional dapat diterima oleh pihak tempat pendidik bertugas, baik penerima jasa layanan secara langsung maupun pihak lain terhadap siapa pendidik yang bertanggung jawab.
- Profesionalime guru dapat diamati dari kemampuan guru melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang tentu saja sudah dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan profesionalisme guru dibutuhkan langkah-langkah baik oleh diri sendiri maupun organisasi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Komptenesi. Jakarta: Bumi Aksara.
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mundry, Susan. 2005. Changing Perspectives In Professional Development. National Science Education Leadership Association. Volume 14. ISSN : 10943277.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
Rowan, B., Correnti, R. & Miller, R. J. 2002. What large scale survey research tells us about teacher effects on students’ achievement: Insights from the Prospects study of elementary schools. Teachers College Record, 104 (8), 1525-1567.
Saondi, Ondi dan Aris Suherman. 2009. Etika Profesi Keguruan. Bandung: PT Refika Additama.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: PT rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.