Apa sih antropologi?
Terdengar seperti suatu cabang ilmu yang mempelajari tulang belulang dinosaurus? Bukan, itu paleontologi. Antropologi mempelajari suatu hal yang akrab dengan kita, tepatnya sesama manusia.
Sebenarnya saya sudah mengenal antropologi sejak 4 tahun yang lalu. Ketika bersekolah di bangku SMA saya memilih jurusan A4 yang berkonsentrasi pada budaya (meskipun banyak yang menganggap jurusan ini adalah jurusan bahasa karena mempelajari sastra). Saat diminta memilih jurusan ekonomi atau budaya, pilihan kedua terlihat lebih menarik, karena mata pelajaran ekonomi amat membosankan bagi saya. Apalagi terngiang-ngiang para guru sekolah lain, teman dan orang tua yang menganggap jurusan A4 adalah jurusan “buangan” dan dipenuhi pemalas dan anak bodoh. Bagi saya lebih baik dicap bodoh daripada mati bosan saat belajar di kelas selama 2 tahun ke depan. Bahasa Jepang adalah iming-iming yang paling mengundang dari jurusan budaya ini. Setelah membeli buku-buku pelajaran, baru saya mengetahui mata pelajaran apa saja yang akan saya hadapi. Salah dua di antaranya adalah sosiologi dan antropologi dan Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Jujur saja, buku pegangan Sosiologi-Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas karangan Prof. Selo Soemardjan pertamanya tidak menarik. Seperti buku-buku pelajaran lainnya, saya anggap buku yang bersampul nelayan yang sedang mengayuh perahu bercadik bakal membosankan.
Untungnya guru SosAntro kami adalah seorang ibu yang tergolong asyik dan lebih dihormati karena beliau adalah alumni. Dari cara mengajar, dia tidak menerapkan hal tidak berbeda dari guru lain: membaca buku, menggaris bawahi hal penting dan mencatat beberapa tambahan. Saat dia bercerita, nah itu yang menarik, dia bisa menghubungkan bahasan dengan kehidupan para murid.
Jadi apakah sebenarnya antropologi itu?
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia; antropologi adalah ilmu tentang manusia, tentang asal usul, adat istiadat, bentuk fisik dan kepercayaan. Ilmu ini memiliki cabang: Antropologi Budaya, menitik beratkan masalah kebudayaan manusia dan Antropologi Sosial menganalisis aneka sifat masyarakat dan kebudayaan manusia secara sinkronis. Singkatnya: mempelajari manusia, sesuai dengan kata Antrophos dari Bahasa Yunani yang berarti manusia.
Apalagi setelah saya mempelajarinya di sekolah menengah dengan tambahan “Manusia dan Kebudayaan” oleh Prof. Koentjaraningrat sebagai buku tambahan, memang ilmu ini terutama membicarakan manusia, dan kami terutama membahas kebudayaannya. Beruntunglah saya!
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia sejak zaman sejarah dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Islam dan Eropa (Koentjaraningrat, 1971:21). Penyataan Prof. Koentjaraningrat itu adalah inti dari pelajaran Sejarah Kebudayaan Indonesia yang saya pelajari di SMA. Selain kebudayaan Eropa, kebudayaan Hindu dan Islam masuk lewat damai. Hal ini menyebabkan kedua budaya tersebut dapat berasimilasi secara maksimal dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Apa hubungan anatar antropologi dan kesehatan itu?
Pada kesempatan kali ini penulis akan sedikit membahas tentang apa hubungan antara antropologi dengan ilmu kesehatan dan apa itu antropologi kesehatan. Seperti yang telah kita ketahui, antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dan budaya. Antropologi juga mengkaji tentang antropologi kesehatan yang di dalamnya menerangkan hubungan antara manusia, budaya, dan kesehatan. Antropologi kesehatan merupakan bagian dari antropologi sosial dan kebudayaan yang mempelajari bagaimana kebudayaan dan masyarakat mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan masalah terkait lainnya. Sejarah pertama tentang timbulnya perhatian Antropologi Kesehatan terdapat pada tulisan yang ditulis Caudill berjudul “Applied Anthropology in Medicine”. Tulisan ini merupakan tour the force yang cemerlang , akan tetapi meskipun telah menimbulkan antusiasme, tulisan itu tidaklah menciptakan suatu disiplin baru. (Tahun 1963) Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul “Antropologi Kesehatan” dan Paul membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat. Setelah itu baru ahli-ahli antropologi Amerika benar-benar menghargai implikasi dari penelitian-penelitian tentang kesehatan dan penyakit bagi ilmu antropologi. Pengesahan lebih lanjut atas subdisiplin Antropologi Kesehatan ini adalah dengan munculnya tulisan yang dibuat Pearsall (1963) yang berjudul Medical Behaviour Science yang berorientasi antropologi. Budaya merupakan hasil karya manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya manusia juga akan ikut berkembang dan berubah dari masa ke masa. Hal ini terjadi pula pada budaya kesehatan yang ada pada masyarakat. Budaya kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan teknologi yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang. Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya kesehatan dalam masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat dahulu saat akan melakukan persalinan minta bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak yang mendatangi bidan atau dokter kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG. Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. · Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan. Hal ini tidak lain karena pengertian budaya itu sendiri mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat dan kebiasaan. Ini dikarenakan budaya bersifat dinamis sebagai bagian penting yang tak terpisahkan dari kehidupan. Sebagai makhluk hidup yang menyadari akan pentingnya kesehatan, pemahaman akan budaya masyarakat sangat penting dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan antropologi kesehatan sehubungan dengan fenomena konsep sehat dan sakit dapat dilihat dari faktor berikut : (1) biologis dan ekologis, disebut, sebagai kutub biologi dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan manusia maupun penyakit perkembangan penyakit dalam evolusi ekologis. Kajian ini didukung ilmu-ilmu lain seperti genetika, anatomi, serologi, biokimia ; (2) psikologis dan sosial budaya, disebut sebagai kutub sosial mengamati perilaku sakit pada pasien, mempelajari etnomedisin, petugas kesehatan dan profesionalisme, hubungan perawat-dokter-pasien-petugas farmasi. Kajian ini didukung ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi, administrasi, politik, komunikasi, bahasa, kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan.
Sumber :
Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press
https://history1978.wordpress.com/2011/10/04/belajar-antropologi-semakin-mengasyikkan
https://kafeilmu.co.cc/tema/artikel-sosio-antropologi- pendidikan-sosial.html
https://datastudi.wordpress.com/2009/10/26/konsep- sehat-sakit-dan-penyakit-dalam- konteks-sosial-budaya/
Recent Comments