salam agent of change! 🙂
Orang jawa memiliki tradisi pemikiran yang unik,bersifat metafisik dan lekat dengan mistikisme. Tradisi tersebut di aplikasikan dalam segala aspek budaya baik bersifat material ataupun non-material,seperti upacara ritual mulai sebelum kelahiran sampai upacara pasca kematian. Cara berpikir mistis orang jawa nampak ketika mereka mengahadapi situasi ketidakberdayaan,ketika wabah pes yang ganas melanda Yogyakarta (1947 dan sekitar 1960-an) masyarakat yogyakarta menggunakan cara yang tidak rasional untuk mengatasi wabah pes tersebut. Obat wabah pes tersebut adalah minyak tanah yang di minum tiga kali sehari. Pamberton dalam On The subject of “Java” mengembangkan narasi mistis di masyarakat Jawa menjelang gerhana matahari total, dimana pada saat itu pemerintah Indonesia menganjurkan masyarakat untuk berdiam diri dirumah dan melarang mereka untuk melihat langsung peristiwa tersebut di karenakan efek yang ditimbulkan adalah mata akan menjadi buta. Wacana ini tersebar di berbagai media,akibatnya pada saat itu sebagian masyarakat Jawa tidak berani keluar dan bahkan mereka menutup jendela kacanya dengan kertas.Kondisi masyarakat Yogyakarta saat ini telah banyak berubah, arus modernisasi dengan rasionalitas instrumental adalah unsur utama telah masuk ke Yogyakarta. Akibatnya pola pikir mistikisme khas orang jawa menjadi sirna secara perlahan oleh masuknya pola pikir rasional instrumental tersebut.
Budaya dapat kita artikan sebagai gambaran proses kehidupan manusia secara menyeluruh yang terkait dengan elemen fisik dan elemen non fisik. Salah satu wujud dari karya fisik budaya Jawa adalah tatanan rumah. Gerak perubahan tatanan rumah di Yogyakarta juga menunjukkan gerak perubahan pola berpikir masyarakatnya. Arah rumah pada zaman dahulu ialah selalu menghadap utara atau selatan dikarenakan ada konstruksi pola pikir di masa lalu bahwa jika tatanan rumah menghadap ke arah selain kedua arah tersebut dianggap membelakangi atau nyingkuri Keraton Yogyakarta,Laut Selatan,dan merapi. Jika hal tersebut dilanggar, dapat menghadirkan kualat. Akan tetapi sekarang telah berubah, masuknya arus modernisasi menyebabkan ciri khas pola berpikir masyarakat Jawa tersebut bergeser menjadi tafsiran yang lebih rasional. Masyarakat memberi tafsiran baru bahwa pilihan arah rumah berdasar logika kesehatan yakni tatanan rumah yang menghadap ke arah utara atau selatan akan membuat angin dari gunung atau pantai mudah masuk sehingga rumah menjadi lebih sehat. Pada dasarnya masyarakat Yogyakarta di masa lalu lebih dominan menerima alasan mistis dalam berpola pikir daripada yang lebih rasional.
Secara umum pola pikir masyarakat Yogyakarta berubah menuju pola pikir yang rasional dan pragmatis. Tetapi masih ada sebagian orang-orang yang yakin dengan logika mistis dan sebagiannya lagi masih “setengah percaya”. Pola pikir “setengah percaya” merupakan pola pikir masyarakat yang menganggap suatu tradisi yang tidak masuk akal,tetapi dia mengabaikan ketidaknalaran tersebut karena takut jika akibat kosmologis-mistis yang di khawatirkan tersebut terjadi. Konstruksi pengetahuan ini muncul karena masih ada pengalaman cerita masa lampau yang nyata dan sesuai dengan mitos. Pengetahuan lama tersebut masih tersimpan dalam pengetahuan masyarakat meskipun tumpang tindih dengan pengetahuan modern. Menurut mereka lebih baik melaksanakan tradisi yang tidak masuk akal daripada harus menimpa bencana besar. hal ini tampak dari ketidak beranian masyarakat untuk mengadakan acara hajatan pada hari pantangan serpeti bulan Sura.banyak mitos yang berkembang mengatakan bahwa mengadakan acara hajatan di bulan Sura akan mendapat bencana besar karena bulan Sura di anggap sebagai bulan pernikahan makhluk halus.selain itu, terdapat juga orang yang “percaya tidak percaya”,yaitu orang yang sebenarnya sangat yakin tidak percaya dengan “petungan”,tapi mereka takut untuk meninggalkannya karena mitos ini dapat menggerakan mekanisme sosial-kelembagaan,bahkan sanksi sosial apabila masyarakat yang melanggar tradisi. Dengan demikian, tradisi masih bertahan karena individu takut pada masyarakat bukan pada akibat kosmologis mitos tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa mistikisme tidak lagi menjadi sebuah ideologi utama masyarakat Jawa. Cara berpikir masyarakat Yogyakarta yang lama menjadi pudar seiring masuknya pengetahuan yang lebih rasional. Kepercayaan hal-hal mistik sudah tidak di anggap hal yang menakutkan oleh masyarakat jika mereka tidak mengikutinya dengan baik. Pengetahuan tersebut masih dikenang,dipanggil,muncul kembali jika pengetahuan rasional belum berhasil untuk memberikan jawaban terhadap suatu persoalan. Akan tetapi,jika pengetahuan lama gagal digunakan dan pengetahuan modern mampu menjelaskannya secara logis pengetahuan tersebut akan perlahan-lahan hilang dari masyarakat. Tindakan yang dipakai adalah tindakan tradisional mengikuti kebiasaan orang-orang zaman dulu,meskipun tidak mengetahui hubungan nalar dengan semua tindakan yang dilakukan. Sedangkan pola pikir “percaya tidak percaya” adalah pemikiran masyarakat yang tidak percaya lagi akan hal-hal mistik, akan tetapi mereka takut akibat sanksi sosial jikalau mereka meninggalkan budaya tersebut.