Salam Agent of Change!
Postingan ini juga terkait dengan mata kuliah semester 3 lho teman-teman yakni kajian etnografi. Dimana postingan ini membahas review dan perbandingan dari beberapa artikel yang ditulis dengan menggunakan gaya penulisan etnografi. Untuk judul dan pembahasan masing-masing artikel ada dibawah ini ya teman-teman semua 🙂 selamat membaca!
REVIEW ARTIKEL BERGAYA DI MALL : STUDI ETNOGRAFI GAYA ANAK MUDA PASCA KONFLIK DI AMBON KARYA HATIB ABDUL KADIR
Artikel ini membahas bagaimana penulis mengkaji para pemuda Ambon saling berkomunikasi pada ruang publik. Plaza ialah salah satu ruang modern yang sedang tren di kalangan pemuda yang bahkan menyebabkan “kecemasan menyenangkan”. Beng huat melakukan analisis tindakan berjalan-jalan (tindakan langsung ke lapangan) tanpa menghasilkan komoditas yang dibeli. Barang menghadirkan imaji ilutif kepada tubuh dimana ia selalu berubah-ubah wujud menggerakan tubuh untuk melakukan pengulangan,disiplin, dan teknik gerak tubuh yang mewajibkan tubuhnya bergerak secara teratur. Karena itulah Ambon Plaza sering didatangi secara periodik dan repetitive dimana di dalamnya hanya ada anak muda yang “itu-itu saja” berkunjung di sini.
Pasca konflik keagamaan tahun 2003 perubahan telah banyak terjadi, bukan hanya pola struktur tempat tinggal masyarakat,struktur kepemimpinan tetapi juga pola dan gaya berpakaian mulai mengalami perubahan. Misalnya banyak munculnya jilbab yang sangat ng-trend pasca konflik. Model dan jenis jilbab pasca itu dikenakan bahkan dipakai oleh dari anak-anak SD hingga mama-mama(ibu-ibu) yang sebelumnya belum pernah memakai jilbab atau pakaian muslim ini.
Dalam artikel ini penulis memusatkan perhatian bahasan pada satu lokasi semi publik bernama Ambon Plaza secara deskriptif. Mall yang didirikan tahun 1995 menurutnya sangat penting karena model infrastrukturnya yang ampuh merayu para pemuda Ambon mencari pengalaman bercampur diri dengan lingkungan hingga kembali ke kesatuan yang mana tidak didasarkan oleh primodial apapun. Situasi ini sangat memberikan peluang besar untuk pemuda ambon guna melakukan observasi terhadap berbagai gaya baru (mengikuti trend mode) untuk prestise. Berbagai macam aktivitas yang dapat dilakukan oleh para pemuda Ambon di dalam Mall ini , pada intinya aktivitas di dalam maupun diluar itu ialah sama yakni para pemuda Ambon mengeluarkan rasa keingintahuan mereka kepada trend mode yang sedang berkembang di dunia global ini, misalnya seperti aktivitas melihat dan memandang model dan gaya berpakaian yang di pakai oleh orang-orang asing yang mereka tidak tahu namanya dan mereka tidak mengenalnya , aktivitas mendownload ,meminjam kaset, dll dimana mereka harus mengunjungi stand selluler atau stan yang menjual gadget dan accesoriesnya, dan lain sebagainya. Sedangkan aktivitas yang berada diluar yakni adanya pemuda yang masih mengenakan helm di kepalanya, penjualan produk yang meluber hingga ke luar batas tegel bergaris kuning, dan lain sebagainya.
Gaya di ruang publik menjadi penting karena tubuh mereka selalu merasa diawasi. Misalnya ketika melihat orang-orang yang berpakaian kurang mencolok atau tidak menarik dan dengan dandanan yang biasa saja maka tidak akan dipandang oleh beberapa anak muda yang hanya berkunjung untuk sekadar menongkrong biasa. Sedangkan sebaliknya mereka akan melihat atau memandang ke arah salah satu orang atau wanita yang berkulit putih, berpakaian mencolok, berdandan modis dibandingkan dengan teman rombongannya, pemuda Ambon akan lebih tertarik padanya.respon tubuh anak muda akan bereaksi seketika demi melihat anak muda lainnya yang berdandan lebih necis,aneh dan bahkan lebih seksi bagi perempuan.
Ambon plaza merupakan cerminan dari kota Ambon. Keadaannya yang kumuh, tidak menarik lagi menandakan jejal dari kerusuhan yang baru terjadi lalu. Ditambah lagi dengan terjadinya keturunan Tionghoa yang sudah diusir dari pertengahan kota pun sudah nampak di mall ini. Sehingga hanya beberapa gelintir orang keturunan Tionghoa yang masih masuk ke mall. Dahulu mall ini bukan seperti berada di Ambon karena hampir dari pengunjung di dominasi oleh warga kulit putih bermata sipit yang hampir semuanya menetap di luar kota Ambon. Anak muda Tionghoa khususnya perempuan hanya berdandan memasuki mall dan bahkan mengenakan rok mini. Gaya model inilah yang sekarang jarang di temui, sebab hampir semua bangunan kini dikuasai oleh orang Ambon yang beragama Islam, sebaagai akibat terusirnya kaum Tionghoa di sekeliling Amplaz.
Kesan :
Kesan saya setelah membaca artikel ini saya merasa terkesima karena ternyata trend mode pakaian muslim dan gaya muslim berjilbab sudah muncul dan digunakan sejak tahun 2000an. Hal tersebut membuktikan bahwa islam pada saat itu sudah mulai berkembang, pada masyarakat ambon yang telah mengusir kaum Tionghoa sehingga masyarakat Ambon secara tidak sadar telah mengembangkan kebudayaan yang muncul di dalam masyarakat itu sendiri. saya merasa tertarik pada kebenarian dan tekad penulis untuk mengetahui,melaksanakan dan memusatkan pokok perhatian bahasan artikelnya pada gaya hidup pemuda di Ambon. Seperti yang kita ketahui globalisasi telah mulai berkembang pesatnya , sampai sekarang Mall masih menjadi trend dan menjadi tempat publik yang tidak akan pernah sepi dikunjungi oleh masyarakat khususnya masyarakat Indonesia dari mulai anak-anak hingga dewasa.
REVIEW ARTIKEL TERNAK KESAYANGAN ORANG MENTAWAI KARYA SYAIFUL KASMAN
Bagi orang Mentawai,babi merupakan harta milik terpenting . Begitu pula bagi orang sarereiket, bagi mereka babi merupakan salah satu hewan ternak yang paling penting. Bagi masyarakat sarereiket babi merupakan makanan yang sangat penting dalam kehidupan mereka,khususnya dalam pesta adat (punen). Mulai dari punen pernikahan, kematian,peresmian uma baru, kelahiran anak, dan sebagainya. Dalam upacara punen pernikahan, babi digunakan sebagai alat pembayaran mahar (mas kawin) yang dilakukan oleh pengantin pria dengan memberikannya kepada pihak pengantin wanita.
Dalam beternak babi, ada beberapa proses yang harus dijalani dan beberapa gaut atau mantra serta kekei (pantangan) yang sudah ditetapkan. Dimana jika semua itu tidak dilakukan, akan berakibat pada kegagalan peternakan babi tersebut. Kegagalan tersebut dapat ditandai dengan babi yang di mangsa oleh ular saba, kematian babi secara massal karena sesuatu yang bernama oiluk, serta babi yang tidak kembali lagi ke kandang setelah dilepaskan dari kandang. Perlu di ketahui bahwa babi yang diternak itu bukanlah seekor babi hutan, karena babi hutan tidak bisa dijinakkan. Lokasi peternakan babi sendiri terpisah dengan pemukiman penduduk. Kedua daratannya dipisahkan oleh sungai besar yang bernama sungai Rereiket. Tempat peternakan babi yang di ternak di beri istilah silak atau disilak yang memiliki arti di seberang. Di sekitar lokasi peternakan babi, banyak terdapat pondok-pondok (sapou sainak) yang digunakan untuk tempat istirahat peternak babi. Selin itu disana juga terdapat pohon sagu untuk dikandangkan pada masa penjinakkan,yakni selama satu sampai tiga minggu. Para peternak babi memanggil babinya dengan cara memukul loloklok.
Ada beberapa proses yang harus dilewati oleh para peternak babi yang akan memulai dari awal beternak. Proses pertama yaitu mendirikan Sapou Sainak yang dibuat berbentuk panggung dimana di bagian bawahnya digunakan sebagai tempat penjinakkan babi. Proses yang kedua yaitu Pasiuggu Sainak atau proses penjinakkan babi. Penjinakkan ini dilakukan dengan cara memasukan dan mengurungkan babi ke dalam kandang selama tiga minggu (tergantung cepat atau tidaknya babi dijinakkan). Proses yang ketiga yaitu Pasibukak atau tahap melepaskan babi dari kandangnya setelah babi jinak, yang mana dilakukan pada sore hari pukul 18.00 dengan tujuan agar babi tidak pergi terlalu jauh keluar kandang. Sedangkan proses yang terakhir yaitu Sipubalut (pemberian bekal) kepada babi yang akan dilepas pada proses Pasibukak berupa makanan yang spesial seperti udang dan ikan yang dicari di sungai oleh istri peternak.
Kekei atau pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh peternak selama proses pasiuggu sainak hingga proses pasibukak diantaranya yaitu dilarang berhubungan badan, dilarang melakukan kegiatan yang berat, dilarang menyisir rambut, dilarang memakan Lojo (ikan panjang ), tidak boleh makan shockak (tupai), dan dilarang menangkap ikan.
Gaut merupakan sebuah ramuan yang sudah dimantra. Masyarakat Mentawai mempercayai bahwa perkembangan peternakan babi juga ditentukan oleh gaut yang dipakai oleh peternak. Jika gautnya bagus, maka peternakan babinya akan sukses serta babi akan berkembang biak dengan baik dan cepat. Sedangkan jika gautnya kurang bagus, maka peternakan babi itu akan mengalami kegagalan. Tak menutup kemungkinan pula gaut yang dipakai oleh masing-masing peternak itu berbeda satu dengan yang lainnya.
Masyarakat sarereiket memberikan surappik (pakan ternak babi) yang berupa sagu. Intensitas pemberian pakan babi ini tergantung oleh pemiliknya sendiri. Sagu yang digunakan untuk pakan ternak babi yaitu sagu yang sudah berbuah (berisi tepung sagu) yang sudah dipotong menjadi beberapa bagian yang memudahkan babi untuk memakan sagu tersebut.
Adapun Fungsi babi bagi masyarakatn sarereiket yaitu untuk di konsumsi dalam punen, mahar atau mas kawin (alak toga), untuk prosesi pengobatan yang dilakukan oleh sikerei (upah untuk sikerei yang melakukan pengobatan), pembayaran denda adat (tulou), serta dapat menjadi hasil pundi-pundi rupiah dengan menjualnya.
Kesan :
Kesan saya setelah membaca artikel ini yakni saya merasa tertarik dengan kebudayaan dan kepercayaan yang ada di masyarakat Mentawai,khususnya masyarakat sarereiket yang mana menganggap babi ialah harta yang paling penting di masyarakat ini. Berbeda sekali dengan masyarakat jawa dimana seperti yang kita ketahui bahwa babi dianggap sebagai hewan yang haram untuk dipelihara apalagi dikonsumsi (dimakan) karena mayoritas suku bangsa jawa ialah beragama Islam. Saya merasa terkesima pada tulisan dimana ada proses penjinakkan babi sebelum dipelihara oleh masyarakat sarereiket.
REVIEW KEBUDAYAAN MASYARAKAT AMBON OLEH SUBYAKTO
Pulau Ambon merupakan pulau yang terdapat di Kepulauan Maluku dengan penduduknya mencapai 80.364 jiwa terhitung pada tahun 1959. Adapun agama yang terdapat di Ambon yaitu Islam dan Kristen. Bentuk desa di Ambon ini biasanya merupakan sekelompok rumah yang didirikan di sepanjang jalan utama, serta ada pula perkampungan dengan bentuk rumah yang berjauhan atau cenderung terpisah satu sama lain yang disebut aman. Rumah penduduk lokal Ambon umumnya merupakan rumah bertiang, berbentuk segi empat dengan serambi muka yang kecil dan terbuka atau dego – dego, rangka rumah dan atap dibuat dari potongan batang dan daun pohon sagu. Bangunan yang menjadi pusat desa disana disebut juga dengan boeileu (balai desa) yang letaknya berdekatan dengan masjid, rumah pendeta, gereja, dan warung.
Pada sistem mata pencaharian Ambon, masyarakat Ambon pada umumnya memiliki mata pencaharian petani yang mayoritas ialah bertani di ladang. Salah satu hasil pertaniannya ialah sagu. Dimana sagu disana merupakan makanan pokok masyarakat Ambon, walaupun pada saat ini sagu mulai dapat digantikan dengan beras. Pada daerah lereng gunung masyarakat menanam kentang, kopi, serta tumbuhan lainnya, hal tersebut tidak terlepas dari pengalaman penjajahan di Indonesia oleh Belanda. Selain bertani, masyarakat Ambon juga terkadang meramu di hutan, serta mencari ikan di sungai. Sistem kekerabatan yang ada di Ambon didasarkan pada hubungan patrilineal, dengan pola menetap patrilokal. Perkawinan di Ambon sendiri bersifat eksogami. Dalam kebudayaan masyarakat Ambon, kawin lari atau kawin bini dianggap sebagai suatu sistem perkawinan yang lazim dilakukan, hal ini telah menjadi tradisi karena adanya suatu pertentangan dari salah satu pihak atau mempunyai tujuan untuk menyingkat waktu dan biaya. Selain itu, ada pula perkawinan dengan meminta persetujuan dari kedua belah pihak keluarga calon pengantin serta melakukan upacara adat perkawinan yang sebagai mana wajarnya. Sistem kepemimpinan pada masyarakat Ambon sendiri dipimpin oleh raja atau kepala desa yang saat ini dipilih melalui jalur demokrasi, namun dapat juga dengan berdasarkan keturunan. Maluku memiliki banyak organisasi sosial setempat, diantaranya yakni ada jojaro, pela, muhabet, serta patasiwa dan patalima dari Seram Barat yang merupakan himpunan kekuatan politik militer. Sedangkan kemajuan masyaraka Ambon sendiri pada saat ini telah mengalami pembangunan dengan adanya modernisasi yang masuk, hal ini terbukti adanya dengan berdirinya sekolah – sekolah dan penggunaan peralatan pada sistem mata pencaharian masyarakat.
Kesan :
Setelah saya membaca isi dari buku ini yang di sajikan oleh penulis sangatlah apik, karena di dalam karya bukunya terdapat sub bab tulisannya tersendiri dalam mengkaji suatu fenomena, sehingga saya dengan mudah mencari suatu fenomena yang ada di Ambon dengan melihat sub bab yang telah terstruktur tersebut. Kemudian selain itu saat membaca isi dari buku ini saya merasa keheranan pada kebudayaan yang terdapat di Ambon, khususnya pada tradisi perkawinan dimana sangat berbeda dengan kebudayaan dan adat yang ada di Suku Bangsa Jawa. Hal tersebut menjadi salah satu ciri khas tersendiri saat pembaca membaca buku ini termasuk saya sendiri. kebudayaan yang dimiliki masyarakat Ambon ialah merupakan hasil dari sejarah pada masa lampau hal ini dapat membuat kita flashback atau melihat kembali apa yang terjadi pada masa lampau. Akan tetapi rasa kebingungan pun muncul dari dalam diri saya mengenai hal tersebut yakni pada saat saya membaca tulisan ini terdapat beberapa bahasa daerah dari Ambon dan saya harus mencari makna dari bahasa daerah tersebut.
PERBANDINGAN TIGA ARTIKEL
Pada buku Koentjaraningrat “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” lebih di fokuskan pada kebudayaan Ambon karya Subyakto ini , pembahasannya tentang masayarakat dan kebudayaan yang bersifat fisik pada masyarakat Ambon. Yang mana kebudayaan yang ada tersebut telah diklasifikasikan ke dalam sub bab- sub bab tersendiri, antara lain membahas mengenai data demografi dan bentuk desa, mata pencaharian masyarakat, sistem kemasyarakatan dan kekerabatan , religi dan juga membahas tentang permasalahan pembangunan serta modernisasi yang berada pada masyarakat Ambon. Pada intinya dalam artikel yang satu ini membahas tentang suatu fenomena kebudayaan yang ada di Ambon.
Kemudian pada artikel yang berjudul “Babi. Ternak Kesayangan Orang Mentawai” karya Syaiful Kasman, menjelaskan tentang hewan babi yang di anggap sebagai harta berharga oleh masyarakat Mentawai khususnya masyarakat Sarereiket. Dimana masyarakat menganggap hewan babi amat penting sebab telah berperan dan emiliki fungsi dalam kehidupan disana. Misalnya babi digunakan untuk hidangan dalam berbagai pesta adat, baik dalam pesta pernikahan, kelahiran anak,kematian, dan lain sebagainya. Selain itu babi juga digunakan sebagai mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempian, digunakan untuk membayar denda adat, sebagai obat yang digunakan oleh sikerei dan juga dapat dijual kepada penampung. Kemudian masyarakat Mentawai memelihara hewan babi dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang, dengan adanya larangan (kekei) dan serta melakukan mantra (gaut) dengan hati-hati supaya dalam beternak hewan babi tersebut berhasil dan tidak mengalami suatu kegagala atau mara bahaya apapun. Selanjutnya dalam cara mereka beternak hewan babi masih percaya dengan adat tradisi para leluhurnya sampai sekarang ini. Sehingga dapat di sampaikan dalam sebuah tulisan di artikel ini bagaimana kebudayaan mengenai tradisi masyarakat Mentawai dalam merawat hewan babi.
Pada artikel Bergaya di Mall , penulis hanya membahas tentang bagaimana suatu kebudayaan yang terjadi di dalam suatu ruang publik yakni ambon plaza mall. Dimana di dalam artikel ini juga di tulis bagaimana suatu kebudayaan menggerakkan tubuh dan mereaksikan tubuh manusia tersebut dalam beraktivitas. Mall ini dikunjungi oleh kebanyakan para pemuda Ambon yang tak mempunyai tujuan misalnya hanya menongkrong guna melihat gaya berpakaian mode sekarang yang lagi trend. Penulis memfokuskan pokok bahasan di artikel ini yakni pada bahasan deskriptif yang akan dijelaskan oleh penulis tentang Mall Ambon Plaza ini. Pada intinya artikel ini hanya membahas tentang gaya hidup dan gaya trend yang terjadi di kalangan pemuda Ambon yakni seperti gaya berpakaian jilbab. Dimana gaya berpakaian hijab muncul ketika kaum Tionghoa di Ambon jumlahnya sudah sedikit di dalam masyarakat Ambon sendiri. Kaum Tionghoa yang terusir menyebabkan orang Ambon sekarang beragama muslim.