Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam suku bangsa, ras, agama, dan kedaerahan yang tersebar di sepanjang wilayah Indonesia. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan kebudayaan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Kebudayaan menurut Koenjaraningrat (1990: 180) merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia melalui belajar. Meskipun berbeda budaya, namun tidak menjadikan pembeda antara satu dengan lainnya. Hal tersebut justru dijadikan sebagai identitas dari kelompok itu sendiri.
Menurut Kluckon, dalam suatu kebudayaan terdapat tujuh unsur universal. Unsur-sunsur tersebut yaitu: (1) bahasa, sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem pencaharian hidup, (6) sistem religi, (7) bahasa. Dari pandangan Kluckon mengenai unsur universal tersebut, maka dapat diketahui bahwa bahasa merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Menurut Kridalaksana dalam buku “Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005)”, bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa menjadi hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena sebagai sarana mengkomunikasikan maksud dan tujuan yang hendak disampaikan kepada orang lain . Seperti halnya kebudayaan, di Indonesia pun bahasa memiliki keragaman dalam bentuk dialek yang berbeda antara masyarakat satu dengan lainnya. Menurut Wijen yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Bahasa (1983) dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mebedakan dari masyarakat lainnya. Dialek tersebut ada dan dibentuk karena pengaruh konteks sosial budaya yang melingkunginya. Konteks budaya tersebut bergantung pula pada status sosial, aktivitas, daerah geografis, usia, gender, dan masih banyak lagi.
Bahasa dialek menjadi ciri khas dan pembeda bagi masyarakat di suatu daerah yang menggunakannya, dan biasanya dapat diketahui dari tata bunyi pelafalannya. Sebagai contoh dialek yang digunakan oleh masyarakat Bali. Dimana ketika berbicara, terdapat hal yang unik yaitu saat pelafalan hutuf “t” yang berubah menjadi “th”. Hal ini tentunya menjadi ciri dan identitas sendiri bagi masyarakat Bali. Dalam pelafalan tersebut juga disertai dengan tekanan yang jelas, naik turunnya nada yang khas, dan panjang pendeknya bunyi yang membangun aksen yang berbeda.
Penggunaan dialek juga bisa berbeda meskipun rumpun bahasa yang digunakan sama. Sebagai contoh adalah perbedaan dialek yang digunakan orang-orang Banyumas yang dalam bahasa sehari-harinya ngapak dengan bahasa dialek yang digunakan oleh orang-orang Jogja-Solo. Meskipun masyarakat di wilayah tersebut sama-sama orang jawa,tinggal di Jawa dan menganut tradisi Jawa, namun pelafalan yang digunakan berbeda. Dialek Banyumasan ini digunakan oleh masyarakat di daerah Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, dan Kebumen. Sedangkan Dialek Jogja-Solo digunakan oleh masyarakat yang ada di sekitar Jogja dan Solo.
Perbedaan yang utama yakni ketika orang Banyumas berbicara, maka lafal akhiran ’a’ tetap diucapkan ’a’ bukan ’o’. Berbeda dengan orang Solo dan Jogja yang apabila berbicara, maka lafal akhiran menggunakan huruf ’o’. Berikut ini adalah contoh jelasnya.
Dialek Banyumasan Dialek Jogja-Solo Arti
Sega Sego Nasi
Lunga Lungo Pergi
Ana apa Ono opo Ada apa
Aja Ojo Jangan
Dst
Perbedaan lainnya yaitu kata-kata yang berakhiran huruf mati misalnya kata enak, dalam dialek Banyumasan dibaca penuh dengan suara huruf ’k’ yang jelas. Akan tetapi dalam dialek lain bunyi kata enak menjadi ena atau tetap dibaca enak tetapi pelafalan huruf “k” tipis dan kurang jelas. Hal itulah yang menjadi penyebab bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa ngapak atau ngapak-ngapak. Perbedaan yang ada pada ragam bahasa dan dialek yang ada di Indonesia dapat dijadikan sebagai pembentuk karakter bangsa.
Kebudayaan, bahasa dialek, dan tradisi merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain. Ketiga hal tersebut saling mempengarui satu sama lain. Adanya suatu kebudayaan akan memunculkan sebuah dialek yang berbeda serta menyebabkan adanya suatu tradisi yang menjadikan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa tertentu. Tradisi adalah segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini atau sekarang. Contoh tradisi yang ada di Indonesia adalah Rambu Solok (Minangkabau), Carok (Madura), Dalihan Natolu (Batak), dan sebagainya. Dalam masyarakat suatu tradisi dapat memuncul dengan dua cara. Pertama, secara spontan dan tidak diharapkan yang mekibatkan kelompok masyarakat. Tradisi ini dapat terjadi karena seorang individu dapat menemukan suatu hal yang menarik. Kemudian, penemuan tersebut diceritakan kepada masyarakat sehingga masyarakat tersebut terpengaruh pada temuannya. Sehingga, hal ini dapat dikatakan bahwa tradisi lahir sama halnya dengan menemukan temuan baru, akan tetapi dalam hal ini tradisi lebih pada penemuan kembali yang sebenarnya sudah ada sejak dulu. Kedua, suatu tradisi bisa muncul karena adanya paksaan. Sesuatu yang dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah tradisi yang digunakan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan. Perbedaan kemunculan tradisi tersebut, mengakibatkan perbedaan antara tradisi asli (tradisi yang sudah ada sejak pada masa lalu) dan juga tradisi buatan yaitu tradisi yang merupakan pemikiran masa lalu.
Daftar Pustaka
Koenjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipt
____________. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT. Balai Pustaka
Kridalaksana, H. 2005. “Bahasa dan Linguistik,” Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Ed. Kushhartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1983. Kamus bahasa Indonesia, Volume 2. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaa, Jakarta.
Komentar Terbaru