Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya majemuk terdiri dari berbagai kebudayaan, agama, ras, bahasa, dan sebagainya. Meskipun Indonesia masyarakatnya majemuk tetapi ada perbedaan dan persamaan seperti bahasa, dialek, dan tradisi lisan. Perbedaan kebudayaan ini menyebabkan keunikan tersendiri, seperti yang disebutkan oleh Nasikun (2000) bahwa Indonesia memiliki struktur masyarakat yang unik secara horizontal yang ditandai adanya keberagaman tata cara kehidupan, bahasa yang digunakan, seni budaya yang dimiliki maupun tradisi dan secara vertikal yang ditandai adanya kelas-kelas dalam masyarakat seperti lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Berbicara mengenai keberagaman, tentunya tidak terlepas dari bahasa, bahasa merupakan alat komunikasi manusia baik lisan maupun tertulis yang di setiap daerahnya memiliki bahasanya sendiri. Secara tradisional, bahasa dirtikan sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi dalam menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan perasaan. Fungsi bahasa sendiri sebagai alat komunikasi antar daerah yang ada di Indonesia sekarang ini masih mendapat pengaruh dari dialek masing-masing daerah. Perbedaan dialek di daerah satu dengan daerah lainnya dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.
Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu seperti bahasa dan dialek yang ada di bahasa Jawa yang terkenal dengan bahasa alusnya. Di dalam bahasa Jawa terdapat adat sopan santun Jawa yang menuntut penggunaan gaya bahasa yang tepat. Kondisi tersebut tergantung dari tipe interaksi tertentu yang memaksa orang untuk terlebih dahulu menentukan setepat mungkin kedudukan orang yang diajak berbicara. Terdapat Tingkatan yang ada di dalam bahasa Jawa adalah ngoko,krama madya dan krama inggil. Contohnya :
Ngoko___________ Krama Madya________ Krama Inggil_________ Arti
Krasan__________ Kraos_________________ Kraos_________________ Betah
Tingkatan ketiga bahasa ini, bahasa Jawa kini telah mengalami berbagai perubahan dimana setiap penjuru memiliki dialek jawa yang berbeda-beda. Di bagian barat Jawa, orang-orangnya mengucapkan suatu dialek Banyumas yang khas, di mana vokal bawah belakang dalam bahasa Jawa umum diucapkan sebagai vokal bawah tengah yang sering kali diakhiri dengan pita suara tutup pada akhir kata. Di daerah tengah-tengah komplek Gunung Merapi – Merbabu-Lawu, dipergunakan dialek Jawa Tengah Solo – Jogja, yang merupakan daerah pusat kebudayaan Jawa – Keraton sehingga memiliki penggunaan bahasa yang cukup rumit. Sedangkan di sebelah utara daerah ini terdapat dialek Jawa pesisir, dialek ini tidak jauh berbeda dari dialek Solo – Jogja. Bagian barat daerah subkebudayaan pesisir sangat dipengaruhi kebudayaan dan bahasa Sunda yang tampak pada dialek Cirebon, Indramayu, Tegal, dan daerah-daerah sekitarnya. Kemudian begitupula di sebelah timur daerah subkebudayaan Jawa Tengah adalah Sungai Brantas yang juga melingkupi daerah-daerah sekitar Madiun dan Kediri, logat yang diucapkan di daerah itu sangat dipengaruhi oleh dialek Solo – Jogja dan bahkan mirip sekali, kecuali yang dipakai di delta Sungai Brantas, khususnya Kota Surabaya yang memiliki dialek yang sangat khas pula.
Di samping bahasa dialek terdapat juga tradisi lisan, tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk, seperti syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyanyian. Dalam tradisi lisan terdapat banyak cerita-cerita seperti cerita tentang terjadinya suatu tempat yang berbentuk syair bebas, cerita rakyat mengenai seorang tokoh di suatu daerah, baik tokoh yang bersifat baik maupun buruk, dan cerita rakyat tentang misteri/kegaiban di suatu tempat, misalnya makam seorang tokoh, goa, batu besar, dan sebagainya. Contoh tradisi lisan dalam masyarakat :
1. Mitos Gunung Slamet dari Jawa Tengah
Di Jalur Pendakian Guci terdapat misteri yang tidak kalah seram. Berdasarkan cerita legenda gununng Slamet, konon di jalur Guci ini terdapat makhluk kerdil yang dahulunya adalah manusia yang tersesat ketika sedang mendaki Gunung Slamet dan akhirnya tidak bisa kembali ke bawah. Makhluk kerdil tersebut awalnya mencoba bertahan hidup dengan memakan dedaunan seperti hewan, tetapi seiring waktu makhluk kerdil tersebut kehilangan jati diri manusia karena terlalu lama hidup seperti hewan.
Makhluk kerdil tersebut suka bersembunyi karena takut jika bertemu pendaki.Meskipun makhluk kerdil takut kepada manusia, namun apabila pendaki mendirikan tenda di sekitar Plawangan dan meninggalkan makanan di depan tenda maka makhluk kerdil ini akan mengambil dan memakan tanpa pendaki sempat menyadarinya.
Disekitar Plawangan terdapat tempat yang bisa mengeluarkan air bersih layak minum. Namun untuk mengeluarkan air tersebut, pendaki harus membakar kemenyan sambil membaca beberapa bacaan tertentu.
Karena diyakini sebagai tempat makhluk gaib, banyak orang-orang yang kesulitan ekonomi, jauh dari agama, dan berpikir sempit datang sengaja untuk melakukan ritual pesugihan.
2. Hantu Wanita di Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo merupakan sebuah danau yang menjadi tempat peristirahatan pendaki gunung semeru. Konon ceritanya, para pendaki yang sedang berkemah disini sering melihat sosok hantu wanita dari tengah danau. Kejadian penampakan hantu wanita ini sering terjadi saat bulan purnama tiba yang mereka yakini sebagai dewi penunggu ranu kumbolo. Gumpalan kabut tebal yang berputar-putar ditengah danau berubah menyerupai sosok wanita yang diyakini sebagai Ranu Kumbolo.
Bahasa dialek dan tradisi lisan yang berbeda di setiap daerah merupakan wujud dari keberagaman kebudayaan yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki banyak perbedaan di setiap daerahnya, bahkan ada pula bahasa dialek dan tradisi lisan yang hampir mirip tetpai ada segi perbedaannya, hal itu dapat disebabkan karena letak geografi yang berdekatan, yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang sering antara penutur yang satu dengan yang lain. Jika kita mengamati bahasa dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat perbedaan bentuk dan makna dari sebuah bahasa. Besar kecilnya pengungkapan antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain akan terdengar perbedaan-perbedaannya, umpamanya antarsatuan bunyi /a/ yang diucapkan seseorang dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa seperti itu disebut variasi. Apalagi ketika kedua orang yang lafal atau bahasanya yang kita bandingkan itu datang atau berasal dari daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa dari tingkat formalitas yang berlainan. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan tersebut yang nantinya akan memunculkan persepsi baru dalam memaknai sesuatu yang menghasilkan ragam-ragam bahasa yang disebut dengan istilah- istilah baru yang berlainan.
Sumber :
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta : Rineka Cipta.
Doyin, Mukh; Wagiran. 2012. Bahasa Indonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Unnes Press.
Handoyo,Eko, dkk.2007.Studi Masyarakat Indonesia.Semarang: FIS Unnes.
Indriyawati, Emmy. 2009.Antropologi Untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta:Pusat Perbukuan.
Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nasikun. 2000.Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
https://blog.unnes.ac.id/putriayu/2015/12/09/materi-pembelajaran-antropologi-kelas-xi-sma-keterkaitan-antara-keberagaman-budaya-bahasa-dialek-tradisi-lisan-dengan-kehidupan-masyarakat-dalam-suatu-daerah/ (diunduh pada 21 Desember 2015 pukul 18:33 WIB).