gambar: destyalampard.wordpress.com
Pendekatan penilaian bersangkut paut dengan penggunaan standar penilaian dalam mengolah hasil penilaian.[1] Yaitu :
- Penilaian Acuan Norma (PAN)
PAN adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma relatif.[2] Karena apabila seorang siswa yang terjun ke kelompok A termasuk “Hebat”, mungkin jika pindah ke kelompok lainnya hanya menduduki kualitas “Sedang saja”.[3] PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif. Dalam PAN, makna angka (skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan PAN adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian tingkat kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, PAN dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru urgen sebagai sampel dari bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang lebih urgen. Untuk itu, guru harus dapat membatasi jumlah soal yang diperlukan, karena tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan soal-soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi, mulai dari yang mudah sampai dengan yang sukar sehingga memberikan kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta didik yang satu dengan lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan PAN lebih banyak mendorong kompetisi daripada membangun semangat kerja sama. Lagi pula tidak menolong sebagian besar peserta didik yang mengalami kegagalan. Dengan kata lain, keberhasilan peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya digunakan pada akhir unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Pedoman konversi yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan pendekatan PAP. Perbedaannya hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku. Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta didik.[4]
Contoh :
Dari HASIL TES 20 SISWA
- Skor 45 = 2 orang
- Skor 40 = 3 orang
- Skor 35 = 7 orang
- Skor 30 = 6 orang
- Skor 20 = 2 orang
Nilai ( x ) | Frekuensi
( f ) |
x.f | µ² | f. µ² | |
45
40 35 30 20 |
2
3 7 6 2 |
90
120 245 180 40 |
11,25
6,25 1,25 -3,75 -13,75 |
126,562
39,062 1,562 14,062 189,062 |
253,124
117,186 10,934 84,372 378,124 |
Jumlah | N= 20 | 675 | 843,74 |
Mean = = = 33,75
SD= = = = 6,495
Nilai | Skor Minimal |
10 | M + ( 2,25 x SD ) = 33,75 + ( 2,25 x 1,086 ) = 36,195 |
9 | M + ( 1,75 x SD = 33,75 + ( 1,75 x 1,086 ) = 35,650 |
8 | M + ( 1,25 x SD ) = 33,75 + ( 1,25 x 1,086 ) = 35,107 |
7 | M + (0,75 x SD ) = 33,75 + ( 0,75 x 1,086 ) = 34,564 |
6 | M + ( 0,25 x SD ) = 33,75 + ( 0,25 x 1,086 ) = 34,021 |
5 | M – ( 0,25 x SD ) = 33,75 – (0,25 x 1,086) = 33,478 |
4 | M – ( 0,75 x SD ) = 33,75 – (0,75 x 1,086 ) = 32,935 |
3 | M – ( 1,25 x SD ) = 33,75 – (1,25 x 1,086 ) = 32,392 |
2 | M – ( 1,75 x SD ) = 33,75 – (1,75 x 1,086 ) = 31,849 |
1 | M – ( 2,25 x SD ) = 33,75 – (2,25 x 1,086 ) = 31,306 |
- Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau norma absolut.[5] PAP pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai oleh peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, PAP meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Misalnya, kriteria yang digunakan 75% atau 80%. Bagi peserta didik yang kemampuannya dibawah kriteria yang telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan remedial.
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini, setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh peserta didik.[6]
Contoh :
Seorang guru merencanakan tes hasil belajar dalam bidang studi Fiqh. Soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 75 butir soal tes obyektif dan 1 butir soal tes uraian dengan rincian sbb :
Nomor Butir Soal | Bentuk Tes/Model Soal | Jumlah Butir Soal | Bobot Jawaban Betul | Skor |
01-10 | Tes Obyektif bentuk True-False | 10 | 1 | 10 |
11-20 | Tes Obyektif bentuk Matching | 10 | 1 | 10 |
21-30 | Tes Obyektif bentuk Completion | 10 | 1 | 10 |
31-40 | Tes Obyektif bentuk MCI model melengkapi lima pilihan | 10 | 1 | 10 |
41-50 | Tes Obyektif bentuk MCI model melengkapi berganda | 10 | 1 ½ | 15 |
51-60 | Tes Obyektif bentuk MCI model asosiasi dengan lima pilihan | 10 | 1 ½ | 15 |
61-70 | Tes Obyektif bentuk MCI model analisis hubungan antarhal | 10 | 2 | 20 |
71-75 | Tes Obyektif bentuk MCI model analisis kasus | 5 | 4 | 20 |
76 | Tes Uraian | 1 | 10 | 10 |
Skor Maksimum Ideal | 120 |
Berdasarkan rincian butir-butir soal diatas tersebut dapat diketahui bahwa Skor Maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 120. Kemudian Skor-skor mentah hasil THB bidang studi Fiqh yang dicapai oleh 20 orang siswa setelah diubah (dikonversi) menjadi nilai standar dengan menggunakan standar mutlak (penilaian beracuan kriterium).
Dengan menggunakan Rumus : Nilai = Skor Mentah/Skor Maksimum Ideal X 100
No. | Skor Mentah | Nilai |
1. | 60 | 60/120 X 100 = 50 |
2. | 40 | 40/120 X 100 = 33 |
3. | 80 | 80/120 X 100 = 67 |
4. | 30 | 30/120 X 100 = 25 |
5. | 75 | 75/120 X = 62 |
6. | 52 | 52/120 X 100 = 43 |
7. | 59 | 59/120 X 100 = 49 |
8. | 71 | 71/120 X 100 = 59 |
9. | 41 | 41/120 X 100 = 34 |
10. | 58 | 58/120 X 100 = 48 |
11. | 61 | 61/120 X 100 = 51 |
12. | 56 | 56/120 X 100 = 47 |
13. | 53 | 53/120 X 100 = 44 |
14. | 63 | 63/120 X 100 = 52 |
15. | 85 | 785/120 X 100 = 71 |
16. | 54 | 54/120 X 100 = 45 |
17. | 60 | 60/120 X 100 = 50 |
18. | 49 | 49/120 X 100 = 41 |
19. | 55 | 55/120 X 100 = 46 |
20. | 43 | 43/120 X 100 = 36 |
Dari nilai-nilai yang telah diperoleh, maka jika diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan patokan adalah :
Rentang Skor Nilai
Nilai 80% s.d. 100% = A
Nilai 70% s.d. 79% = B
Nilai 60% s.d. 69% = C
Nilai 45% s.d. 59% = D
Nilai < 44% E / Tidak lulus
Maka dari 20 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar tersebut tidak ada seorang pun yang mendapat nilai A, yang mendapat nilai B hanya 1 orang (%), Nilai C dicapai oleh 2 orang siswa (2,5 %), Nilai D ada 5 orang siswa (%) dan siswa yang tidak lulus pada tes bidang studi Fiqh ini ada 7 orang siswa (%).[7]