Memahami proses perubahan kebudayaan dan masyarakat merupakan tujuan yang paling penting dan fundamental dalam disiplin Antopologi. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran sekilas tentang pandangan beberapaa ahli tentang perubahan sosial dan kebudayaan.
- Aliran Evolusi
Menurut konsepsi tentang proses evolusi social yang universal, manusia dengan segala cirinya yaitu biologis dan budaya termasuk di dalamnya bahasa, telah menjalani perkembangan yang lambat (evolusi) dari tingkat rendah dan sederhana ke tingkat yang makin lama makin tinggi dan kompleks.
Proses evolusi seperti itu akan dialami oleh manusia tetapi dengan kecepatan yang tidak selalu sama (Koentjaraningrat, 1980:31)
Menurut Morgan dan Tylor, tiap kebudayaan itu berkembang sendiri-sendiri mengikuti sejarah perkembangannya sendiri melalui serangkaian tahapan yang sama yang bersifat unilinear (Murdock, 1969:131). Dengan kata lain kecepatan perkembangan kebudayaan itu antara masyarakat yang satu dengan yang lain tidak sama tetapi tahap-tahap yang dilalui pasti sama.
- Aliran Difusi
Prinsip dasar teori ini menurut para ahli antara lain Koentjaraningrat dan Woods, adalah sebagai berikut:
(1) Makhluk manusia pada dasarnya tidak menemukan satu unsure kebudayaan baru untuk dua kali.
(2) Persamaan kebudayaan di berbagai tempat di muka bumi ini terjadi karena adanya difusi
(3) Dalam proses difusi kebudayaan Mesir memegang peranan penting sebagai sumber utama.
- Aliran Neo Evolusi
Aliran neoevolusi dipelopori oleh Leslie White dan Julian Steward (1902-1972). Pandangan White mengenai perkembangan kebudayaan dihubungkan dengan energy. Ia mengemukakan bahwa kebudayaan terdiri dari tiga subsistem yaitu (1) Teknologi, (2) sosiologi, (3) ideology.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa White menganggap perkembangan kebudayaan manusia itu mula-mula berjalan sangat lambat, kemudian bertambah cepat sesudah manusia dapat menguasai energy atau berbagai macam sumber tenaga. Penemuan sumber tenaga yang baru akhirnya akan menjadi cultural mutations atau pendorong gerak kebudayaan.
Perubahan kebudayaan karena faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap melemahnya nilai-nilai tradisional. Adanya pertambahan penduduk dan berubahnya kondisi lingkungan menyebabkan banyak masyarakat melakukan perpindahan atau urbanisasi, dari adanya urbanisasi ini tentunya masyarakat akan beradaptasi dengan kebudayaan baru dimana ia tinggal. Proses adaptasi ini juga dapat menimbulkan adanya akulturasi dan asimilasi.
Adanya kontak dengan kebudayaan lain serta penemuan-penemuan baru sangat berpengaruh pada nilai-nilai tradisi yang dimiliki masyarakat. Adanya penemuan baru seperti dalam hal alat komunikasi memudahkan masyarakat melakukan kontak dengan kebudayaan lain. setelah masyarakat melihat berbagai kebudayaan yang berkembang diluar kebudayaannya maka tentu secara berangsur-angsur mereka akan dapat dengan mudah meniru kebudayaan tersebut dan meninggalkan nilai-nilai tradisi dari budayanya sendiri yang dianggap kuno. Masyarakat akan terus melakukan pembauran dengan budaya-budaya lain agar eksistensinya tetap diakui di lingkungan di mana ia berada. Di sinilah yang menyebabkan melemahnya nilai-nilai tradisional.
Sumber :
Joyomartono, Mulyono. 1991. Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat dalam Pembangunan. Semarang: IKIP Semarang Press
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta