Persoalan bukanlah masalah, tapi tantangan

https://photo.kontan.co.id/photo/executive/2015/08/03/763669493p.jpg

Via : https://photo.kontan.co.id

Saya ditunjuk sebagai orang nomor satu di Pertagas pada September 2013 lalu. Sebelumnya, saya menghabiskan 22 tahun dengan bekerja pada induk usaha, PT Pertamina. Jadi, saya punya pengalaman yang komplet dalam bidang minyak dan gas (migas).

Ketika didaulat sebagai Presiden Direktur Pertagas, pemegang saham menitip pesan agar mengembangkan perusahaan ini, baik secara operasional maupun finansial. Pemegang saham melihat Pertagas memiliki bisnis yang menjanjikan. Dalam angka, pemegang saham meminta Pertagas bisa tumbuh minimal 15% setiap tahun.

Saat pertama kali masuk ke Pertagas, saya melihat secara organisasi dan budaya perusahaan yang dibangun pendahulu sudah baik. Tapi, agar bisa tumbuh stabil juga diperlukan pembenahan dalam budaya perusahaan. Budaya perusahaan yang perlu ditingkatkan adalah kerjasama dan kolaborasi.

Kepada para pekerja saya mengumpamakan Pertagas layaknya sebuah kapal. Supaya kapal bisa berjalan dan bekerja maksimal, semua komponen harus bisa bekerja sesuai dengan fungsinya dan mampu berkolaborasi dengan baik. Alhasil, semua orang dalam perusahaan ini punya peran yang tidak terpisah dengan peran yang lain.

Dalam menunjang kolaborasi dan kerjasama dibutuhkan transparansi dan rasa percaya. Contoh paling sederhana, setiap ruangan kantor Pertagas didesain dengan kaca. Setiap karyawan bisa melihat langsung aktivitas kerja karyawan lain, sehingga mendorong perilaku yang terbuka dan transparan. Dengan perilaku tersebut, maka akan tercipta rasa percaya antarkaryawan dan mendukung kerjasama yang lebih baik.

Saya juga menyuntikkan semangat pada karyawan, agar bekerja dengan passion, komitmen kerja, dan gigih. Orang yang bekerja dengan keinginan besar dan kegemaran tentu akan bekerja secara maksimal. Bagi mereka, pekerjaan bukan beban tapi sebuah aktivitas aktualisasi diri. Dengan begitu, target dan komitmen yang telah ditetapkan bisa dicapai. Dan, dalam mencapai komitmen perlu kegigihan. Jangan pernah takut gagal dalam bekerja. Kegagalan merupakan hal yang biasa. Dengan kegigihan semu hal pasti bisa diselesaikan.

Saya pun mengubah pola pikir karyawan dengan menghapuskan kata masalah. Setiap karyawan saya minta tidak menganggap persoalan yang muncul di lapangan sebagai masalah, tapi tantangan. Perubahan itu membuat karyawan lebih berpikir positif. Tiap tantangan pasti bisa diselesaikan. Karyawan cuma perlu mencari solusi dan mitigasi dari tantangan. Ibaratnya, ready for the best, prepare for the worst.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian insentif dalam mendukung kenyamanan kerja. Setiap karyawan akan mendapatkan insentif yang memadai kalau bisa membuat kinerja operasional dan finansial yang baik. Kami juga memberi kompensasi berupa sharing benefit kepada karyawan yang membantu manajemen dalam mencapai target kinerja.

Hasilnya, perbaikan kultur perusahaan dan pemberian insentif berdampak positif. Tahun 2014 Pertagas berhasil mencetak laba bersih US$ 178,6 juta. Pencapaian ini lebih tinggi 10,45% dibandingkan target rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) US$ 161,7 juta. Pada semester I–2015, kami membukukan kinerja yang cukup baik. Laba bersih Pertagas di atas 100% dari target RKAP proporsional. Tahun ini target laba bersih Pertagas US$ 178,6 juta. Kinerja itu ditopang pertumbuhan pendapatan usaha.

Sejajar dengan PGN

Informasi saja, Pertagas sebagai entitas bisnis yang berdiri sendiri baru berusia delapan tahun. Sebelumnya, Pertagas merupakan unit pengelolaan dan distribusi gas Pertamina. Induk usaha menyapih unit itu karena perintah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas: produsen migas dilarang menjadi transporter bahan bakar yang dihasilkan.

Ada empat lini bisnis yang digarap oleh Pertagas, yakni niaga gas berupa membeli dan memasarkan gas kepada pelanggan, transportasi gas dan minyak, pemrosesan gas, serta bisnis lain yang terkait.

Dari segi bisnis, peluang Pertagas untuk tumbuh sangatlah besar. Potensi ini bisa dilihat dari rencana pemerintah yang semakin gencar mengonversi bahan bakar minyak ke bahan bakar lain termasuk gas. Soalnya, emisi atau gas buangnya lebih bersih ketimbang bahan bakar lain.

Penggunaan gas sebagai bahan bakar utama juga bisa meringankan anggaran pemerintah. Indonesia memiliki pasokan gas yang cukup besar dan harganya lebih murah dari minyak. Penggunaan gas juga bisa mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar. Selama ini sebagian minyak dan gas Elpiji masih berasal dari impor. Gas bisa digunakan bukan hanya untuk industri pupuk, tapi di bisnis pembangkit listrik dan gas perkotaan.

Pertagas memiliki induk usaha, yaitu Pertamina yang memiliki bisnis migas dari hulu hingga hilir. Tim pemasaran dan perdagangan minyak Pertamina mempunyai pasar yang cukup luas. Jika nanti minyak diganti dengan gas, Pertagas sudah punya kapabilitas mengelola pasar yang menggunakan bahan bakar minyak.

Untuk ketersediaan gas, tidak perlu khawatir. Pertagas punya pasokan yang terjamin dari sumber-sumber gas yang dikelola Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energi (PHE). Blok Mahakam yang akan segera dikelola Pertamina bisa menjadi sumber suplai gas bagi Pertagas.

Ingat pula, Pertamina memiliki pengalaman dalam mengelola gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Jika ini dikombinasikan dengan cepat, kami bakal menjadi perusahaan besar. Dalam pandangan saya, lima tahun sampai sepuluh tahun ke depan Pertagas bisa menjadi perusahaan yang sejajar dengan kompetitornya seperti PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.

Saya pun memandang ke depan Pertagas akan bisa berkontribusi lebih besar lagi pada laba bersih Pertamina seperti anak-anak usaha di sektor hulu.

Nah, guna memaksimalkan peluang tersebut, kami sudah menyiapkan segudang rencana.

Pertama, menyelesaikan pembangunan infrastruktur pipa gas. Untuk daerah Sumatra Utara, Pertagas sedang membangun pipa distribusi yang membentang dari Belawan–Kawasan Industri Medan–Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pembangunan pipa merupakan lanjutan dari beroperasinya pipa Arun–Belawan pada akhir tahun 2014 lalu.

Untuk Jawa, Pertagas sedang merampungkan transmisi Gresik–Semarang, Porong–Grati, serta Muara Karang–Tegalgede. Pipa Gresik–Semarang sepanjang 267,22 kilometer rencananya memiliki kapasitas alir gas sebesar 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd).

Pembangunan pipa dengan nilai investasi US$ 515 juta tersebut ditargetkan selesai April 2016 nanti. Kelak kami akan menyambungkan pipa tersebut sehingga distribusi gas dari ujung Barat Jawa hingga ujung Timur termasuk Madura dan Bali terjamin.

Kami membangun Trans Java Pipeline ini lantaran permintaan gas di Jawa yang tinggi. Proyek itu sama dengan mimpi Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang ingin menyatukan Jawa, dari Anyer hingga Panarukan. Bedanya adalah, Daendels membangun jalan raya, kami bangun pipa distribusi gas.

Gas perkotaan

Kedua, distribusi dan penerimaan LNG. Tahun ini kami ingin mengembangkan fasilitas pengangkutan berupa kapal-kapal kecil dan menampung LNG. Pengembangan ini untuk menjangkau pulau-pulau terpisah yang tidak bisa dijangkau jaringan pipa. Nanti ada terminal penampungan (reciving terminal) yang menguapkannya, sehingga LNG menjadi gas kembali.

Pengembangan ini juga untuk memenuhi kebutuhan gas dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan bahan bakar untuk smelter atau pabrik pengolahan mineral mentah.

Dalam bisnis ini, kami menjadi jembatan perusahaan yang memproduksi LNG dengan yang membutuhkan. Kami sudah punya enam area reciving terminal. Salah satu yang sukses adalah ketika kami mengubah LNG plant di Arun, yang awalnya untuk ekspor menjadi terminal penerimaan.

Ketiga, mengembangkan infrastruktur pembangkit listrik independen berbahan bakar gas. Setrum yang dihasilkan akan dijual ke PLN. Bisnis ini merupakan pelengkap bagi PLN dan bisa membuat perusahaan listrik pelat merah itu fokus membangun transmisi dan pembangkit listrik tenaga lainnya seperti tenaga air. Saat ini kami sedang ikut tender pembangkit listrik independen itu untuk pengembangan Jawa, Bali, dan Sumatra Utara.

Keempat, gas perkotaan. Pertagas akan menjadi salah satu pemasok gas bagi program gas perkotaan. Proyek ini sudah dijalankan sejak tahun 2013. Kami sudah mengembangkan proyek tersebut di tiga kota. Dalam lima tahun ke depan, kami berharap memperluasnya di 25 kota. Pengembangan itu bakal dilakukan di daerah-daerah yang dekat sumber gas sehingga bisa lebih ekonomis.

Bisnis pengembangan gas perkotaan merupakan penugasan pemerintah. Dananya diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi, tidak akan ada persaingan dengan PGN bahkan sama gas Elpiji yang dijual Pertamina. Pembangunan gas perkotaan ini justru bagus bagi pemerintah.

Selama ini sebagian besar gas Elpiji masih impor. Artinya, ada usaha untuk mengurangi impor. Gas perkotaan juga merupakan pelengkap dalam bisnis Elpiji sehingga memberikan pilihan pada pelanggan.

Pun demikian dengan PGN. Bisnis gas perkotaan yang kami sediakan juga menjadi pelengkap dari PGN. Tidak akan terjadi bentrokan dalam bisnis karena diatur daerah-daerah mana saja yang jaringan gasnya dibangun PGN dan Pertagas. Untuk kemaslahatan, maka seharusnya tidak ada persaingan.

Nah, dengan rencana pengembangan bisnis tersebut, saya berharap Pertagas akan tumbuh minimal 15%

Posted in Corner Talk and tagged .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: