haii sahabat blogger, kali ini saya akan kembali membagikan sedikit tulisan saya tentang hubungan patron klien yang merupakan hsail dari tugas mata kuliah sosiologi politik yang saya tempuh di semester 5. Tulisan saya kali merupakan hasil observasi yang saya lakukan di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Oke langsung saja berikut penjelasannya
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah agraris yang luas, dengan hasil pertanian yang menjadi salah satu komoditas ekspor. Pertanian bukanlah hal yang asing bagi masyarakat, khususnya masyarakat desa yang masih memiliki wilayah pertanian yang luas. Kegiatan pertanian bagi masyarakat desa menjadi pekerjaan utama dan juga sampingan bagi masyarakat.
Salah satu desa di Kabupaten Klaten yang masih memiliki wilayah pertanian yang luas yaitu Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Desa Glagah merupakan desa yang letaknya berada di dataran tinggi dengan ketinggian 300 di atas permukaan laut dengan curah hujan 103 hr/1987mh/th dan memiliki suhu rata-rata 29 c s/32c s, yang mayoritas lahan pertaniannya berupa sawah, tegal, maupun ladang. Menurut data monografi Desa Glagah tahun 2016, luas sawah dan ladang di Desa Glagah 153,3065 ha dari luas total desa 246,0395 ha yang terbagi menjadi sawah seluas 572.315 ha, ladang 960,750 ha dan pekarangan 73,369 ha. Mayoritas masyarakat Desa Glagah memiliki bekerja sebagai petani di sawah maupun pategalan baik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Pekerjaan bertani menjadi pekerjaan utama bagi masyarkat yang mengandalkan hidupnya pada pertanian, sedangkan bagi masyarakat yag memiliki pekerjaan lain seperti pegawai negeri/swasta pertanian menjadi pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Bagi masyarakat yang memiliki pekerjaan seperti pegawai negeri/swasta, lahan pertanian biasanya disewakan atau digarap oleh orang lain yang tidak memiliki lahan pertanian baik sawah maupun pategalan untuk dikelola dengan sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Hal ini dilakukan karena pada umumnya masyarakat yang menggarapkan tanah pertaniannya kepada orang lain karena tidak memiliki cukup waktu untuk menggarap sawah ataupun tegal sehingga memilih untuk menyewakan kepada orang lain agar tanahnya tetap produktif. Selain itu lahan pertanian yang disewakan juga dikarenakan pemiliknya berada diluar daerah untuk bekerja ataupun merantau. Dalam hal ini antara pemilik dan penggarap memunculkan adanya hubungan patron-client yang memberikan dampak positif maupun negatif bagi kedua belah pihak.
Konsep Hubungan Patron Klien
Istilah patron berasal dari bahasa Latin yaitu “patronus atau pater” yang berarti ayah dan dalam hal ini seorang yang memberikan perlindungan dan manfaat serta mendukung dan mendanai kegiatan orang lain. Sedangkan client berasal dari bahasa Latin “clients” yang berarti pengikut (Moh. Hefni:16). Dalam konsep patron-klien, konsep patron selalu diikuti konsep klien, karena keduanya merupakan hubungan yang istilah yang membentuk hubungan strata sosial dan penguasaan sumber ekonomi. Dalam hubungan patron klien dicirikan dengan hubungan di mana patron yang memiliki kuasa dan memberikan perlindungan dan berbagai manfaat kepada klien yang tidak berdaya dan miskin. sebagai imbalannya klien memberikan imbalan berupan kesetiaan, pelayanan, bahkan dukungan politik kepada patron. Menurut Scot (1987) relasi patron klien merupakan hubungan persahabatan, di mana seorang individu dengan status sosial yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan keuntungan bagi mereka yang status sosialnya lebih rendah (client), dan sebagai balasannya klien memberikan dukungan dan bantuan kepada patron. Dalam hubungan patron client, patron tidak mengharapkan imbalan berupa materi, tetapi imbalan lainnya dari klien baik barupa kesetiaan bekerja maupun bantuan. Scot mengemukakan bahwa dalam hubungan patron klien terdapat ciri-ciri yang membedakan dengan hubungan sosial lainnya. Ciri-ciri hubungan patron klien diantaranya sebagai berikut
- Adanya perbedaan antara patron dan klien baik berupa kekayaan, kekuasaan, dan kedudukan. Dalam hal ini adanya hubungan yang tidak seimbang antara patron dan klien menyebabkan klien tidak dapat membalas sepenuhnya pemberian patron.
- Adanya sifat tatap muka antara patron dan klien yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan pribadi antara keduanya, sehingga memunculkan rasa simpati yang berlanjut pada munculnya rasa percaya dan hubungan yang dekat antara patron dan klien
- Hubungan patron klien bersifat luwes dan meluas sehingga tidak hanya menyangkut hubungan sewa menyewa tanah
Hubungan Patron Klien Antara Pemilik Tanah dan Penggarap
Di Desa Glagah terdapat lapisan masyarakat pertanian yang terdiri dari
- Petani pemilik.
Para petani pada lapisan ini memiliki tanah melalui pola pemilikan tetap ( baik petani pemilik yang lahannya diusahakan sendiri dan atau petani pemilik yang lahannya diusahakan oleh orang lain)
- Petani pemilik dan penggarap.
Para petani pada lapisan ini menguasai tanah tidak hanya melalui pola pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara (dengan cara mengusahakan pemilik mengusahakan lahan milik petani lain melalui sistem bagi hasil, sewa atau gadai).
- Petani pemilik dan buruh tani.
Para petani pada lapisan ini menguasai tanah melalui pola pemilikan tetap. Selain itu untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan sebagai seorang buruh tani.
- Petani penggarap.
Para petani pada lapisan ini menguasai tanah hanya melalui pola pemilikan sementara (dengan cara mengusahakan lahan milik petani lain, umumnya melaui sistem bagi hasil).
- Petani penggarap dan buruh tani.
Para petani pada lapisan ini menguasai tanah melalui pola pemilikan sementara (dengan cara mengusahakan lahan milik petani lain melalui sistem bagi hasil, sewa atau gadai). Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarga, mereka juga menjalankan peranan sebagai buruh tani. Pada lapisan petani penggarap, lapisan ini termasuk bukan pemilik lahan tetapi tidak mutlak.
- Buruh tani.
Para petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya agrarian, sehingga dapat dikategorikan sebagai bukan pemilik lahan mutlak. Namun, mereka masih memperoleh manfaat sumberdaya agrarian dengan cara buruh tani.
Dalam pertanian masyarakat Desa Glagah terbagi menjadi dua yaitu sawah dan pategalan. Masyarakat yang memiliki sawah atau pategalan yang tidak begitu luas biasanya lebih memilih digarap sendiri dan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual. Sementara masyarakat Desa Glagah yang memiliki sawah atau pategalan yang luas biasanya selain digarap sendiri juga memberikan peluang kepada masyarakat yang lain seperti kerabat atau tetangga untuk menggarap sawah atau tegalnya. Selain masyarakat yang memiliki tanah pertanian yang luas, masyarakat yang memiliki pekerjaan yang sibuk dan merantau diluar daerah juga menggarapkan sawah atau pategalannya kepada masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian untuk digarap agar tanahnya tetap produktif. Hubungan pemiliki tanah dengan penggarap biasanya didasarkan adanya hubungan dekat dan kepercayaan dari pemilik tanah pada penggarap. Penggarap dalam hubungan patron klien di Desa Glagah merupakan masyarakat yang tidak memiliki sawah maupun pategalan untuk digarap, sehingga mereka memilih untuk menggarap sawah orang lain untuk mendapatkan penghasilan dari hasil panennya. Dalam hubungan antara pemiliki tanah dengan penggarap sebelumnya dimulai dengan perjanjian baik perjanjian yang bersifat resmi dengan menggunakan surat perjanjian maupun yang bersifat non resmi dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak. Dalam hubungan patron klien tersebut sawah atau pategalan pemilik tanah dikelola oleh penggarap dengan sistem bagi hasil, meskipun dalam masa pengelolaannya mulai dari bibit, penanaman, pemupukan, pengairan dan pemanenan dilakukan oleh penggarap. Tetapi ketika panen, hasil panen tersebut juga dibagi dengan patron dengan bagi hasil 60% untuk penggarap dan 40% untuk pemilik sawah atau tegalan.
Dalam hubungan patron klien tersebut terdapat keuntungan antara pemilik tanah dengan penggarap. Bagi penggarap yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan dapat memperoleh pekerjaan dengan menggarap sawah milik patron. Selain itu patron juga melindungi kliennya dengan memberikan jaminan ketika paceklik tiba, dan melindungi kliennya dari makelar. Dari perlindungan tersebut patron mengharapkan balasan dari kliennya dan balasannya tergantung pada apa yang dibutuhkan patron kelak. Dengan demikian fungsi dan kedudukan patron yaitu sebagai pemberi, sedangkan klien sebagai penerima sesuatu yang diberikan patron. Di Desa Glagah bentuk balasan dari klien dapat dilihat dari bantuan yang diberikan penggarap ketika pemilik tanah membutuhkan bantuan seperti membangun rumah, memiliki hajatan dan pekerjaan yang lain. Selain itu biasanya ketika sesuatu yang lebih sepeti makanan, maka akan membagikannya dengan keluarga pemilik tanah. Hubungan patron-klien antara pemilik tanah dengan penggarap dapat dilihat dari sosial, politik, dan ekonomi. Dilihat dari segi sosial karena penggarap dan keluarganya merasa aman, mendapat perlindungan dan jaminan asuransi sosial dari pemilik tanah sebagai patronya karena mendapatkan pekerjaan sepanjang waktu tanpa harus meninggalkan desanya. Sementara bagi patron merasa aman karena tenaga kerja tersedia sepanjang waktu untuk menjalankan kegiatan ekonominya. Posisi penggarap menjadi tersubordinasi terhadap pemilik tanah . Hal ini dikarenakan adanya ekploitasi, selama menjadi klien atau penggarap, penggarap akan menjadi tergantung terhadap pemilik tanah sebagai patron
Menurut Scout arus patron klien pada masyarakat petani adalah sebagai berikut
- Penghidupan subsistensi dasar, yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah untuk bercocok tanam
- Jaminan krisis subsistensi, patron menjamin dasar subsistensi bagi kliennya dengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan pertanian (paceklik dan lain-lain) yang akan mengganggu kehidupan kliennya.
- Perlindungan dari tekanan luar.
- Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatanya untuk melindungi kliennya, ia juga dapat menggunakan kekuatannya untuk menarik keuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas perlindungannya.
- Jasa patron secara kolektif.
Secara internal patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif, yaitu mengelola berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya. Sedangkan arus dari klien ke patron, menurut James Scott adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagi kepentingan patron. Jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodic dan lain-lain. Dalam patron klien, hubungan dibangun tidak berdasarkan pemaksaan atau kekerasan.
Hubungan ini identik terjadi dalam bentuk hubungan pertemanan atau hubungan yang sama-sama menguntungkan. Scott (1972) mengatakan bahwa hubungan patronase mengandung dua unsur utama yaitu pertama adalah bahwa apa yang diberikan oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak lain, entah pemberian itu berupa barang ataupun jasa, dan bisa berbagai ragam bentuknya. Dengan pemberian barang dan jasa pihak penerima merasa berkewajiban untuk membalasnya, sehingga terjadi hubungan timbal balik. Kedua adanya unsur timbal balik yang membedakan dengan hubungan yang bersifat pemaksaan atau hubungan karena adanya wewenang formal (Putra 1988:3). Sekalipun hubungan patron klien terbangun bukan atas dasar paksaan, namun hubungan ini tetaplah tidak seimbang. Ketidakseimbangan terjadi karena ada satu aktor (patron) yang mendominasi aktor yang lain (klien). Patron memiliki sesuatu modal yang bisa ditawarkan kepada klien, sementara klien hanya bisa memberikan hadiah sebagai bentuk timbal balik. Seperti dalam kasus petani pemilik lahan dengan para penggarap, tentu penggarap sebagai klien lebih tergantung kepada sang patron. Hubungan patron klien ini juga mempunyai akhir atau bisa diakhiri. Bagi Scott, ada ambang batas yang menyebabkan seorang klien berpikir bahwa hubungan patron klien ini telah berubah menjadi hubungan yang tidak adil dan eksploitatif yaitu ambang batas yang berdimensi kultural dan dimensi obyektif
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan patron klien dalam pertanian di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten merupakan hubungan yang terjalin antara petani pemilik tanah dengan petani penggarap. Sawah atau pategalan yang digarapkan disebabkan karena petani pemilik tanah memiliki banyak tanah sehingga memberikan peluang bagi masyarakat yang lain untuk menggarap tanahnya. Selain itu pemilik tanah yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengelola sawahnya biasanya juga menggarapakan tanahnya kepada orang lain seperti kerabat ataupun tetangga. Dalam hubungan patron klien, pemilik tanah memiliki kedudukan dan kekuasaan yang lebih tinggi. Sedangkan klien memiliki kedudukan yang lebih rendah dan menerima pemberian dari patron. Dalam masyarakat Desa Glagah klien biasanya membalas sesuatu yang telah diberikan patron dengan memberikan tenaganya untuk bekerja pada patron atau membantu pekerjaan patron seperti saat hajatan, membuat rumah, atau pekerjaan lainnya. Selain itu ketika klien memiliki sesuatu yang lebih biasanya klien akan membagikannya kepada keluarga patron, sehingga ada hubungan dekat antara pemilik tanah dengan penggarap.
DAFTAR PUSTAKA
- 2011.Hubungan Patron Klien Di Kalangan Petani Kebonrejo.Jurnal Antropologi,Vol 24, No 2,hlm.176-182.https:// https://journal.unair.ac.id/filerPDF/09%20rustin%20Perbaikan%20J.pdf
- Sawitri, Netik dkk.2015.Hubungan Kerja Pemilik Sapi Dengan Pengadoh Di Dusun Pilangsari, Patronayan, Kabupaten Boyolali. Hal 90-99.https://https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity/article/view/7284/5033.pdf
- Hefni.2009.Patron-Client Relationship Pada Masyarakat Madura.Vol XV, No 1,hlm. 19-24.https:// https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-mozaikcb558d7e9bfull.pdf