Salah satu cabang ilmu antropologi terapan yaitu Antropologi Kesehatan yang menangani berbagai aspek kesehatan dan penyakit. Antropologi kesehatan sendiri yaitu ilmu yang mempelajari pengaruh unsur-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat mengenai penyakit dan kesehatan. Belajar antropologi kesehatan sangat menarik sekali karena kajiannya tidak jauh dari lingkungan tempat tinggal kita. Segala bentuk kesehatan dan penyakit yang berpengaruh dengan unsur-unsur kebudayaan bisa kita kaji dalam Antropologi Kesehatan, tentunya berkaitan dengan tingkah laku suatu masyarakat serta pola hidup masyarakat tertentu.Masyarakat yang berbeda, dengan budaya yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda pula terhadap kesehatan dan penyakit, dan juga berbeda ketika memperlakukan si pasien. Seperti halnya dalam kebudayaan masyarakat jawa tentang konsepsi masuk angin bagi sebagian masyarakat jawa, masuk angin dianggap hal yang biasa selama masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka belum menyebutnya sebagai sakit, berbeda dengan konsepsi masyarakat lain bahwa keteika seseorang sudah merasakan tanda-tanda tidak enak dalam tubuh maka ia akan menyebutnya sakit. Dalam hal ini kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri seperti halnya masyarakat jawa tadi. Nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak terpisahkan akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan bagian budaya yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula, hidup sehat dapat ditelusuri. Yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan diyakini di masyarakat, serta kebudayaan dan teknologi yang berkembang di masyarakat. Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien. Contohnya kebudayaan pada masyarakat NTT yang disebut panggang api, Selama 7 hari berturut-turut setelah melahirkan, sang ibu dan bayinya wajib melakoni tradisi panggang api. Mereka tidur di ranjang yang bagian bawahnya dipasangi bara api. Alsannya agar sang bayi menjadi kuat. Kepulan asap yang ada membuat bayi dan ibu terus hangat. Padahal di tinjau dari segi kesehatan upacara panggang api sangat berisiko pada kesehatan ibu dan bayi. Mereka bisa terserang anemia (kurang darah) dan pneumonia (radang paru-paru).

Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam. Ini menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Sedangkan Antropologi Kesehatan mempelajari bagaimana kesehatan individu, lingkungan yang dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan spesies lain, norma budaya dan institusi sosial, politik mikro dan makro, dan globalisasi. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan. Hal ini tidak lain karena pengertian budaya itu sendiri mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat dan kebiasaan. Ini dikarenakan budaya bersifat dinamis sebagai bagian penting yang tak terpisahkan dari kehidupan. Sebagai makhluk hidup yang menyadari akan pentingnya kesehatan, pemahaman akan budaya masyarakat sangat penting dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Dari pandangan budaya, penyakit adalah pengakuan sosial bahwa seseorang itu tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan sesuatu terhadap situasi tersebut. Dengan kata lain harus dibedakan antara penyakit (disease) sebagai suatu konsep patologis, dan penyakit (illness) sebagai suatu konsep kebudayaan. Penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supanatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir attau tukang tenung). Orang yang sakit adalah korbanya, objek dari agresi atau hukuman yang ditunjukan khusus kepadanya untuk alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja. Secara singkat, kita memandang setiap sistem medis mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut atau dalam Antropologi Kesehatan disebut dengan sistem medis. kita juga dapat berbicara mengenai strategi adaptasi sosial-budaya yang melahirkan sistem-sistem medis, tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang berlandaskan budaya, yang timbul sebagai respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Sistem medis tidak dapat dimengerti semata-mata hanya dari artinya sendiri, hanya apabila mereka dilihat sebagai bagian dari keseluruhan pola-pola kebudayaan barulah sistem medis itu dapat dipahami.