Materi Antropologi SMA Kelas XII : Relativitas, Ketahanan, Inovasi, dan Asimilasi Budaya

komunikasi-dunia

 Materi ini diajarkan kepada peserta didik agar mampu memahami antropologi sebagai pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama mampu berperan aktif dalam mendorong tumbuhnya sikap positif dalam upaya peningkatan ketahanan budaya, misalnya dengan menghargai nilai-nilai budaya lokal, menggunakan produk dalam negeri, dan mempromosikan keunggulan-keunggulan lokal yang dimiliki daerah setempat.

Relativitas Budaya
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai suku, agama, ras, dan etnis yang kemudian membentuk berbagai macam kebudayaan dengan ciri khas masing-masing. Hal itu sering disebut dengan diversitas budaya (cultural diversity), di antara etnis yang tinggal di kepulauan Indonesia menandai bahwa masing-masing masyarakat etnis mempunyai sistem tata nilai, norma, adat istiadat, dan hukum adat yang berbeda. Perbedaan tersebut, menyebabkan penerapan suatu budaya luar belum tentu sesuai dengan budaya lokal masyarakat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh sistem budaya yang dianut masing-masing masyarakat berlainan. Sistem tata nilai budaya yang dianggap baik di suatu daerah, belum tentu di daerah lain akan dianggap baik. Fenomena ini memunculkan suatu teori yang disebut relativisme budaya.

Relativitas budaya sangat tinggi karena manusia secara individual memiliki pemikiran, perasaan, dan aksi yang sangat berbeda antara satu sama lainnya kecuali ada kekuatan-kekuatan tertentu yang mempengaruhinya. Diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap budaya masyarakat guna untuk mengetahui eksistensi kebudayaan tersebut. Konsep relativisme akan mewujudkan suatu integrasi budaya dengan sistem tata nilai, norma, adat-istiadat, dan hukum adat masyarakat setempat.

Ketahanan Budaya
Kebudayaan Nasional telah memperoleh maknanya dalam pemahaman apresiasi “nilai-nilai cultural” untuk meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka pembangunan Nasional perlu bertitik tolak dari upaya-upaya pengembangan kesenian yang mampu melahirkan “nilai-nilai budaya” dengan mempertahankan pakem-pakem seni lokal ataupun nasional yang bersumber dan berakar di masyarakat. Ketahanan budaya harus selalu diartikan secara dinamis dimana unsur-unsur kesenian dari budaya luar harus ikut memperkokoh unsur-unsur kesenian dari budaya lokal. Para seniman harus mempunyai semangat yang mampu mengundang apresiasi serta menumbuhkan sikap peduli terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni.

Dengan demikian, hal ini mampu mewujudkan kesenian menjadi kekayaan budaya serta ikut membangun ketahanan budaya. Ketahanan budaya bangsa menjadi penyokong ketahanan nasional dalam menghadapi masa globalisasi agar tidak kehilangan jati diri dan sejarah peradabannya. Ketahanan Budaya diartikan sebagai kekuatan dan keteguhan sikap suatu bangsa dalam mempertahankan budaya asli, termasuk budaya daerah, dari pengaruh budaya asing yang kemungkinan dapat merusak atau membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

Inovasi Budaya
Inovasi sebagai suatu proses atau siklus dan berlangsung terus menerus, meliputi fase kesadaran, penghargaan, adopsi, difusi dan implementasi. (Damanpour dkk dalam Brazeal, D.V. dan Herbert, T.T. 1997). Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas khususnya budaya sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai kebudayaan masing-masing. Terdapat tiga proses dalam inovasi, diantaranya adalah inisiasi, pengembangan, serta implementasi.

Budaya atau kepribadian kelompok memainkan peran penting dalam inovasi. Ketika invididu kreatif dan membangun sebuah tim dengan kemampuan pemecahan masalah yang kreatif, kurang optimal jika lingkungan organisasi kurang menghargai pendapat ideide baru. Manusia dalam menjalani kehidupannya pasti akan mengalami kejenuhan, hingga ada keinginan atau usaha untuk melakukan pembaharuan (discovery) untuk meninggalkan posisi jenuh tersebut. Salah satunya inovasi yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok adalah dalam bidang kebudayaan, yaitu penemuan-penemuan teknologi canggih dalam dunia pertanian seperti, mesin traktor yang dahulunya para petani menggunakan bajak sawah dengan hewan ternak.

Asimilasi Budaya
Masyarakat Indonesia terdiri atas unsur-unsur yang berbeda, seperti perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama, bahasa, dan lain-lain. Untuk dapat hidup saling berdampingan, diperlukan suatu penyesuaian antara satu dengan yang lainnya dengan mengurangi perbedaan-perbedaan dan berupaya memupuk kesamaan yang terdapat di antara mereka dalam suatu kesatuan wilayah adat suatu negara. Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak bubar walaupun menghadapi tantangan fisik atau konflik yang terjadi secara sosial budaya. Salah satu bentuk integrasi sosial adalah asimilasi, artinya bahwa dalam proses sosial tahap lanjutan yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara individu atau kelompok dalam masyarakat.

Asimilasi merupakan usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap yang sama, walau kadang kala bersifat emosional dengan tujuan untuk mecapai integrasi. Berjalannya proses asimilasi diperlukan beberapa tindakan diantaranya adalah toleransi, adanya sebuah kemampuan, sikap terbuka, pengetahuan atas persamaan unsur budaya, perkawinan campuran, dan kebersamaan.

Sumber:

Muin Idianto. 2006. Sosiologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga

Santoso Budi. 2006. Ketahanan Budaya melalui Kesenian dalam Wujud Prinsip Aransemen Musik Anak. Harmonia Journal of Arts Research and Education Vol.7 No.1

Asnita Frida Sebayang. 2008. Modal Budaya dalam Tradisi Perencanaan. Jurnal perencanaan wilayah dan kota Vol.19 / no.3

Rediyono dan Ujianto. 2013. Pengaruh Inovasi, Budaya Organisasi dan Teamwork Terhadap Kinerja Manajerial Serta Implikasinya Pada Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Ekonomi & Manajemen April, Vol. 9 No.2. hal. 103 – 119

Sumber : blog.unnes.ac.id/renny6maret/

This entry was posted in Pembelajaran Antropologi SMA. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: