Bersih Desa Dan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Sendang Di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten

haii sahabat bloger, kali ini saya akan membagikan sedikit pengetahuan tentang sebuah tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di Desa Glagah ketika bulan Suro yaitu bersih desa dan kepercayaan masyarakat terhadap sendang. Tulisan saya ini merupakan hasil dari tugas mata kuliah bentang sosial budaya masyarakat Jawa. Nah sebelum menjelaskan bagaimana tradisi bersih desa dan kepercayaanya masyarakat terhadap sendang sedikit saya memberikan gambaran tentang apa itu sendang. Oke langsung saja berikut penjelasannya

Sendang merupakan sumber air yang pada zaman dahulu memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan dapat di gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sendang biasanya berbentuk kolam yang yang di dalamnya berisi air, dan air yang keluar berasal dari resapan air yang kemudian membentuk sumber mata air. Sendang memberikan manfaar bagi masyarakat di sekitarnya seperti di gunakan untuk mandi, mencuci dan kebutuhan air untuk keperluan yang lain. Pada zaman dahulu sebelum masyarakat memiliki sumur seperti sekarang, sendang selain di gunakan dalam pemenuhan kebutuhan air, nenek moyang zaman dahulu juga mempercayai bahwa ada hal yang mistis yang di anggap menguasai sendang tersebut. Dengan adanya kepercayaan tersebut mumcul tradisi-tradisi yang di lakukan masyarakat untuk menghormati makhluk-makhluk halus tersebut. Nenek moyang zaman dahulu sering mengaitkan antara kepercayaan dengan kesenian dalam masyarakat seperti tarian, nyanyian dan wayang.

Pada saat – saat tertentu nenek moyang zaman dahulu menggelar kesenian dengan tujuan untuk menghindarkan desa mereka dari gangguan penguasa suatu tempat. Tradisi kepercayaan tersebut kemudian di wariskan kepada generasi keturunannya melalui lisan dan setiap kegiatan yang di lakukan orang tuanya. Tradisi tersebut dapat menjadi tradisi lokal yang dapat menjadi ciri khas dan identitas dari suatu masyarakat, karena tidak semua daerah memiliki faktor alam yang dapat mendukung munculnya tradisi kepercayaan. Hal tersebut yang dapat membedakan antara daerah satu dengan daerah yang lain, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat di luar daerah.

Kepercayaan tersebut muncul karena anggapan dari masyarakat bahwa melalui kesenian dapat di jadikan alat berkomunikasi dengan makhluk halus.

Sebagian budaya masyarakat Jawa merupakan suatu tradisi yang di turunkan secara lisan (getuk tular), yang langsung di sampaikan dari orang tua kepada anaknya. Orang Jawa menganggap Al Qur’an sebagai sumber utama dari agama dan pedoman dalam kehidupan. Namun di masyarakat Jawa meskipun beragama islam tetapi dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga di pengaruhi oleh keyakinan yang muncul terhadap kepercayaan dan kekuatan di luar manusia seperti makhluk halus sehingga masyarakat sering mengadakan ritual yang menjadi bagian dari tradisi.

Kepercayaan dan kesenian memiliki hubungan yang sangat erat dalam masyarakat. Kepercayaan terhadap makhluk halus sering di jadikan sarana berkomunikasi dengan dunia di luar manusia. Kesenian yang di lakukan masyarakat dapat berupa tarian dan pertunjukan wayang yang dapat di jadikan sarana sebagai penghormatan terhadap makhluk halus. Selain melalui kesenian dapat di lakukan melalui pemujaan salah satunya dengan menggunakan sesaji. Dalam masyarakat sesaji di maknai agar makhlus halus yang berada di suatu tempat tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Makanan yang di berikan di artikan sebagai makanan yang di makan oleh makhluk halus sehingga dalam sesaji apa yang akan di berikan haruslah lengkap agar tidak menimbulkan akibat-akibat yang akan merugikan masyarakat. Kepercayaan tersebut hingga saat ini masih di yakini oleh mayarakat meskipun saat ini zaman sudah modern dan manusia mulai berfikir secara rasional. Kepercyaan tersebut masih di pegang kuat oleh masyarakat khususnya masyarakat desa, karena adanya keyakinan yang kuat yang muncul di masyarakat. Hal tersebut karena pengetahuan tentang tradisi tersebut salah satunya di dapatkan dari orang tua sehingga ada suatu kepercayaan bahwa yang di lakukan orang tua akan membawa pada kebaikan dan generasi penerusnya kemudian akan mengikutinya.

Beberapa teori yang dapat dikaitkan dengan kepercayaan dan tradisi di masyarakat Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten

  • Subrata, Komunikasi Sambung Rasa

Berdasarkan pendapat yang di kemukakan Moh. Subrata pesan/informasi akan lebih mudah di terima apabila penyampaiannya di lakukan melalui “getuk tular” (secara lisan). Masyarakat dalam mewariskan tradisi di sampaikan secara lisan melalui cerita, sehingga generasi muda akan lebih mudah mengerti karena penyampaiannya menggunakan bahasa yang di gunakan dalam berkomunikasi sehari – hari. Selain melalui lisan generasi muda dapat mengetahuinya melalui praktek yang di lakukan di masyarakat.

  • Suparma Suryaganda, Sugenga Gramawedha hal 1-2

Berdasarkan pendapat yang di kemukakan Suparma Suryaganda  masyarakat zaman dahulu telah banyak melakukan interaksi dengan alam dan mengganggap alam sebagai bagian dari kehidupannya, sehingga alam harus di jaga dan di hormati dengan tidak merusak dan mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi. Kesadaran akan pentingnya pelestarian alam harus di miliki oleh setiap generasi secara terus menerus, karena merupakan perilaku yang harus di lakukan oleh setiap individu agar hidup selaras dengan alam.

  • Ahimsa – Putra, 2008:2

Berdasarka pendapat yang di kemukakan oleh Ahimsa Putra arus globaliasi yang telah menggeser budaya jawa memunculkan kesadaran masyarakat untuk melestarikannya agar tidak semakin hilang dari masyarakat. Bentuk pelestarian tersebut dapat di lakukan dengan tetap mengadakan setiap tradisi yang ada di masyarakat seiring dengan perkembangan zaman.

  • Menurut Clifford Geertz (1960:42)

Sesaji di gunakan masyarakat untuk menghormati roh – roh nenek moyang dan makhluk halus pada saat – saat tertentu melalui upacara yang sengaja di adakan masyarakat dengan tujuan memperoleh keselamatan. Tetapi tanpa ada acara –acara tertentu masyarakat juga mengadakan sesaji untuk menghormati roh nenek moyang

  • Ahli antropologi Belanda, J. Van Baal

Berdasarkan pendapat yang di kemukakan oleh seorang antropologi Belanda J.Van Baal bahwa suatu sedekah adalah suatu pemberian baik yang di berikan kepada sesama makhluk hidup yang terlihat maupun makhluk halus. Sedekah yang di adakannya untuk makhluk halus sebagai alat untuk berkomunikasi secara simbolis dengan makhluk – makhluk halus yang ada di dunia.

Tradisi kepercayaan merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya salah satunya adanya hubungan manusia dengan alam. Masyarakat zaman dahulu menganggap alam adalah sahabat yang harus di hormati dan tidak di rusak. Tradisi kepercayaan yang berkembang di masyarakat seringkali di kaitkan dengan kesenian yang ada di masyarakat salah satunya adalah wayang kulit. Wayang kulit merupakan kesenian tradisional yang kaya akan nilai – nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Wayang kulit dahulunya di gunakan sebagai media untuk menyebarkan agama islam dan merupakan kesenian yang di sukai oleh masyarakat pada zaman dahulu. Namun saat ini eksistesi wayang dalam masyarakat terutama bagi generasi muda seperti remaja dan anak-anak kurang begitu di minati sehingga ketika terdapat pertunjukan wayang yang lebih banyak menyaksikan lakonnya adalah orang tua. Dengan adanya pertunjukan yang di gunakan sebagai salah satu bagian tradisi masyarakat dapat memiliki fungsi sebagai salah satu usaha untuk melestarikan budaya jawa agar generasi muda mengetahui tentang kebudayaan lokal daerahnya, karena generai muda saat ini lebih mudah terpengaruh dengan budaya luar.

Tradisi sesaji di sendang pada masyarakat Desa Glagah, Kecamatan   Jatinom, Kabupaten Klaten

Tradisi sesajen merupakan tradisi memberikan sesaji yang di berikan kepada makhluk halus yang di anggap sebagai penjaga suatu tempat. Di salah satu desa di Kabupaten Klaten tepatnya di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten yang merupakan sebuah desa yang terletak di pedalaman memiliki tradisi melakukan sesaji yang di tunjukan untuk makhluk halus. Di Desa Glagah tersebut terdapat sebuah Sendang yaitu sebuah tempat yang terdapat sumber air yang merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar pada zaman dahulu. Sendang tersebut oleh masyarakat dinamakan Sendang Glagah.

Masyarakat desa Glagah sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang buah dan sayur, masyarakat menyebutnya dengan “bakul” yang memiliki arti pedagang dan juga sebagian berrmata pencaharian sebagai “penebas” yaitu orang yang membeli tanaman atau palawija tetapi yang belum di panen oleh pemiliknya sehingga masih di sawah atau di ladang. Sendang Glagah menurut cerita dari masyarakat dahulu awal kemunculnnya berupa lubang yang mengeluarkan air secara terus menerus kemudian menjadi mata air. Mata air tersebut tidak hanya muncul di satu tempat, tidak hanya di desa Glagah tetapi juga muncul di 2 titik lainnya yang berdekatan dengan desa Glagah yaitu di desa Krumpul dan di desa Gedaren, ang kemudian di desa Glagah di namakan Sendang yang 2 titik lainnya di namakan “UMBUL” yang memiliki arti sumber mata air dan juga di gunakan untuk pemandian. Sehingga adanya sendang tersebut sudah ada sejak zaman dahulu dan tidak di ketahui secara pasti kapan mulai ada. Namun masyarakat memanfaatkannya untuk berbagai aktivitas seperti mandi, memcuci, dan mengambil air. Sebelum di gunakan untuk keperluan tersebut masyarakat membangunnya menjadi sebuah kolam yang kemudian di isi air untuk keperlun mandi dan sebagainya. Dari munculnya sumber mata air tersebut di bangun kolam besar yang di dalamnya selalu di penuhi air.

Masyarakat dapat menggunakannya untuk kebutuhan mandi dan lainnya,  meskipun saat musim kemarau yang sangat panjang air yang berada di tempat tersebut tidak pernah kering, sehingga dapat di gunakan setiap saat dengan begitu Sendang memiliki fungsi yang sangat pentng bagi masyarakat sekitar. Selain di bangun kolam yang berfungsi untuk menampung air di dekat kolam tersebut kemudian di dirikan tempat mandi untuk laki – laki dan perempuan. Untuk tempat mandi perempuan berada di sebelah timur dari kolam/bak besar tersebut dan terdapat 2 pancuran yang di namakan “teleng” yaitu alat yang di gunakan untuk menyalurkan air dari bak besar ke bak kecil untuk tempat mandi perempuan. Kemudian di sebelah barat dari bak besar tersebut di bangun tempat untuk mandi laki – laki dengan 1 teleng yang menyalurkan air dari bak besar.

Di sebelah selatan yang agak jauh dari tempat mandi laki – laki maupun perempuan terdapat  tempat yang di gunakan untuk memandikan hewan ternak seperti sapi ataupun kambing dan airnya juga dari bak besar tersebut. Kemudian di sebelah selatan tempat mandi laki – lai terdapat sebuah bangunan kecil yang di namakan “cungkup” yang berasal dari kata cukup atau selesai. Cungkup tersebut di gunakan untuk meletakkan sesaji dan bersemedi / mencari wangsit. Di dekat jalan masuk menuju sendang terdapat pohon yang di namakan pohon Senu yang juga mengeluarkan mata air yang mengalir ke sungai – sungai kecil di sekitar sendang. Di sendang tersebut banyak di kelilingi sungai – sungai yang mengalir dengan air yang jernih dan di kelilingi pepohonan di pinggir -pinggir sungai dan jalan masuk ke sendang. Hal ini menjadikan sendang sebagai pusat dari kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air, karena pada zaman dahulu satu – satunya sumber air adalah sendang dan belum terdapat sumur seperti saat ini.

Kepercayaan masyarakat terhadap SENDANG  sebagai hal yang mistis

Sendang selain di gunakan untuk keperluan masyarakat seperti mandi, mencuci dan sebagainya juga memiliki arti yang lain bagi masyarakat sekitar.. Menurut masyarakat di sendang tersebut terdapat makhluk halus yang menjaga sendang. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa ada seekor ular besar yang menjaga sendang tersebut dan masyarakat menyebutnya dengan sebutan “Mbah Blendhang ”.Menurut kepercayaan di masyarakat Mbah Blendhang yang menjaga sendang tersebut bersal dari Kali Tuntang yang kemudian berpenghuni di sendang dan menjadi penjaga Sendang tersebut. Dari kepercayaan tersebut kemudian masyarakat menghubungkannya dengan tradisi sesajen yang di simbolkan sebagai wujud untuk menghormati penjaga sendang tersebut.

Adanya kepercayaan terhadap hal mistis tersebut menjadikan masyarakat sering mengadakan sesajen pada saat – saat tertentu, seperti pada saat orang sedang memiliki acara hajatan, orang meninggal, khitanan dan orang yang akan memulai membuat rumah.

Sesaji yang di berikan dengan tujuan agarketika seseorang sedang memiliki acara dapat berjalan dengan lancar dan tidak mendapat ganguan dari makhluk halus yang ada di sendang tersebut. Menurut cerita yang ada di masyarakat jika pada saat masyaraat memiliki acara – acara tertentu tidak memberikan sesaji maka akan terjadi sesuatu yang menghambat berlangsungnya cara tersebut, seperti ketika ada orang yang memiliki acara hajatan tetapi tidak memberikan sesajen untuk Sendang maka tiba – tiba air yang di gunakan untuk keperluan menjadi kotor dan keruh. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut masyarakat memberikan sesaji untuk sendang.

Tata Cara tradisi Sesajen

Dalam melakukan sesajen masyarakat biasanya memberikan dalam bentuk makanan yang di buat dan di berikan kepada makhluk halus yang di anggap sebagai penjaga Sendang. Dalam menberikannya di lakukan oleh orang yang di anggap sebagai sesepuh desa atau orang yang memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Makanan yang di berikan berupa :

a. Rujak

Rujak yang di gunakan untuk sesajen terbuat dari santan kelapa yang di rebus dengan gula merah kemudan di beri Jipang (berupa beras yang di campur dengan gula pasir yang sudah di cairkan dan sudah sedikit kental kemudian di rebus

b. Bunga Kantil dan berbagai macam bunga seperti bermacam – macam bunga mawar

c. Nasi tumpeng

Nasi tumpeng yang berwarna putih yang terdiri dari nasi dan ubarampenya berupa nasi, sayur sambal goreng, ikan asin, tempe goreng yang terdiri dri 2 macam, ayam kampung yang di ambil hanya kepala, hati, dan sayap, pisang pesto 2 tangkap/ lirang.

Dari semua sesajen tersebut di bawa oleh salah seorang dari masyarakat yang mengetahui tata cara memberikan sesaji tersebut. Semua sesaji tersebut kemudian di bawa ke Sendang. Salah seorang dari masyarakat yang telah di percayai untuk menyerahkan sesaji tersebut akan meletakannya di sebuah bangunan kecil yang di namakan cungkup. Kemudian sesaji tersebut di mengucapkan sesuatu yang memiliki maksud untuk menyerahkan sesaji tersebut kepada makhluk halus penjaga tempat tersebut. Campuran rujak yang telah di bawa kemudian dimasukkan ke dalam teleng yang di dalamnya terdapat ikan – ikan kecil, sehingga tujuan dari masyarakat selain memberikan sesaji kepada penjaga sendang juga dapat bermanfaat bagi makhluk hidup yang lain yaitu sebagai makanan ikan. Nasi tumpeng yang di bawa kemudian  di potong pucuknya, dan di beri lauk pauk kemudian di masukkan ke dalam bak besar. Selain di letakkan di Sendang sesajen tersebut juga di letakkan di perempatan jalan dekat dengan sendang, pohon manggis, pohon beringin, pohon tlampok, pohon bulu dan pohon asem.

Pada kegiatan sesajen ini biasanya di ikuti oleh anak – anak kecil dan setelah sesajen tersebut selesai makanan yang di bawa kemudian di bagikan kepada anak – anak kecil yng mengikuti sesajen. Tradisi ini di lakukan karena masyarakat mengikuti apa yang di lakukan orang tua dan leluhur mereka sebelumnya. Masyarakat mempercayai adanya penguasa Sendang tersebut sehingga sejak zaman nenek moyang hingga saat ini, tradisi tersebut tetap ada dan secara turun temurun di lakukan oleh masyarakat.

Kepercayaan bersemedi di Sendang untuk mendapatkan wangsit

Sendang selain di gunakan masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan seperti mandi, mencuci, sebagainya juga di gunakan utuk bersemedi bagi seseorang yang memiliki keinginan untuk mendapatkan wangsit (petunjuk).

Menurut cerita di masyarakat jika seseorang memiliki keinginan dan bersemedi di sendang, jika di izinkan oleh penjaga sendang  maka akan mendapatkan mimpi yang berhubungan dengan keinginannya. Jika orang tersebut tidak di izinkan untuk bersemedi di Sendang tersebut maka akan melihat makhluk gaib maupun hewan besar yang tidak ada di tempat tersebut seperti harimau, ular besar atau boal api yang menyala – nyala di udara. Selain itu secara tidak sadar akan berpindah tempat secara seperti tidur di dekat sungai atau di tempat lain. Masyarakat mempercayai bahwa di sendang tersebut terdapat penjaga yang menjadi punguasa sendang dan makhluk halus lainnya. Satu keunikan yang membedakan Sendang dengan tempat yang lain yaitu jika ada orang yang mengambil foto di tempat tersebut tidak akan nampak hasilnya.

Hubungan Sesajen dengan Wayang Kulit

Masyarakat pada umumnya mengenal adanya roh/makhluk halus baik roh yang baik maupun roh jahat. Masyarakat mengenal roh – roh baik tersebut seperti :

Dhayang

Roh yang menjaga dan mengawasi seluruh masyarakat yaitu desa, dukuh atau kampung. Salah satunya seperti penjaga yang ada di Sendang Glagah

Bahu reksa

Penjaga tempat – tempat tertentu seperti bangunan umum, sumur tua, tempat – tempat tertentu di dalam hutan, tikungan sebuah sungai, pohon beringin atau pohon besar lainnya, gua dan sebagainya. Makhluk yang tergolong bahu reksa salah satunya peri yang mejadi penunggu pada pohon – pohon besar seperti beringin

Sing ngemong

Makhluk halus yang menjaga kesejahteraan seseorang yang di pandang oleh orang sebagai saudara kembar dari jiwa seseorang. Makhluk halus yang di maksud dalam masyarakat jawa yaitu sedulur dari jiwa seseorang. Biasanya pada anak kecil sering di adakan bancakan dan tumpengnya di letakkan di tempat pemendaman ari – ari. Masyarakat mengganggap hal tersebut sebagai upah yang di berikan kepada “sing ngemong” karena sudah menjaga anak tersebut.

Widadari

Widadari atau yang di sebut bidadari yang pada umumnya di bayangkan oleh orang jawa sebagai gadis – gadis cantik yang tempatnya di langit dan hanya berbuat yang baik – baik saja kepada manusia. Dalam masyarakat jawa salah satunya yang di kenal adalah Dewi Sri / Dewi padi yang melambangkan kesuburan.

Selain itu juga ada juga roh – roh baik yang di kenal oleh masyarakat yang menuntut balas budi atas pertolongan dan keuntungan yang di berikan kepada manusia seperti thuyul atau penjaga suatu tempat tertentu. Yang di maksud dengan roh penjaga tempat tertentu adalah makhluk halus yang biasanya oleh masyarakat di percaya dapat memberikan pesugihan. Makhluk yang di anggap jahat oleh orang jawa di sebut “memedi” seperti genderuwo dan wewe. Makhluk tersebut biasanya di sebut dengan setan atau dhemit. Orang Jawa lebih anyak mengenal roh jahat daripada roh baik karena yang sering di lihat oleh masyarakat seperti memedi, wewe, dan genderuwo.

Wayang sebagai wujud penghormatan terhadap penjaga Sendang

Sejak zaman dahulu masyarakat telah menaruh perhatian terhadap wayang jawa karena wayang juga di jadikan media dalam penyebaran agama islam.

Masyarakat menganggap wayang sebagai salah satu budaya yang penting dalam kebudayaan masyarakat Jawa yaitu sebagai suatu “compelling religious mythology” yang menyatukan masyarakat jawa secara menyeluruh karena kesenian wayang merupakan kebudayaan jawa, sehingga setiap masyarakat jawa ikut serta memiliki. Penyatuan tersebut meliputi seluruh daerah Jawa , dan seluruh golongan sosial masyarakat Jawa, sehingga wayang tidak hanya menjadi milik dari masyarakat yang tinggal di daerah jawa yang menjadi pusat kebudayaan jawa seperti wayang, tetapi meliputi masyarakat jawa dari berbagai golongan sosial

Di tiap daerah dan di tiap golongan sosial banyak orang Jawa yang juga sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap wayang dan yang menganggap bahwa wayang adalah suatu “compelling religious mythology”. Sebagian masyarakat tidak menaruh perhatian terhadap wayang tersebut adalah remaja karena sebagian besar remaja saat ini krang begitu tertarik dengan budaya lokal seperti wayang dan lebih tertarik dengan budaya luar. Wayang merupakan bentuk kesenian rakyat Jawa yang paling banyak di deskripsi dan di kaji, karena wayang terbagi menjadi berbagai macam seperti wayang kulit, wayang orang dan wayang golek. Meskipun terdiri dari brbagai macam wayang setiap jenis wayan memiliki nilai – nilai luhur ang terkandung di dalamnya. Dari berbagai jenis wayangyang di jadikan masyarakat untuk di gunakan masyarakat sebagai sarana penghormatan kepada penguasa suatu tempat adalah kesenian wayang kulit.

Acara wayang menjadi tradisi tahunan yang di adakan setiap satu tahun sekali yaitu setiap bukan Suro dan di adakan setiap hari Selasa Kliwon. Jika dalm satu bulan Suro tidak ada hari Selasa Kliwon dapat di gantikan di bulan setelahnya. Masyarakat mempercayai bahwa hari tersebut merupakan hari yang baik dan sakral untuk mengadakan pertunjukkan wayang. Hal ini di lakukan berdasarkan warisan dari nenek moyang dahulu, dan hingga saat ini masyarakat masih melaksanakan acara tersebut dan sebagai salah satu usaha  melestarikannya agar generasi muda dapat mengetahui budaya lokal daerahnya. Sebelum acara wayang diadakan masyarakat bergotong royong untuk melakukan bersih desa dan membersihkan Sendang dari mulai mengganti air yang ada di bak besar, membersihkan teleng dan membersihkan sungai sungai di sekitar Sendang.

Selain itu masyarakat juga bergotong royong membersihkan jalan – jalan di desa. Pada saat hari pertunjukkan wayang pagi hari masyarakat melakukan kenduri terlebih dahulu. Bagi masyarakat yang dekat dengan Sendang melakukan kenduri di Sendang, sedangkan bagi masyarkat yang jauh dari Sendang kenduri di lakukan dengan berkumpul di salah satu rumah warga Tujuan di adakannya kenduri untuk mengharap berkah dan keselamatan baik bagi diri sendiri, keluarga maupun desa mereka. Acara wayang di mulai pada pukul 11.00 atau setelah acara kenduri selesai, di mulai dengan Talu sebagai tanda awal di mulai dan kemudian setelah dzuhur acara wayang berlangsung sampai dengan pukul 17.30. Kemudian berhenti saat magrib dan mulai kembali pukul 10.00 sampai dengan pukul 02.30 kemudian muncul “Gara gara” dengan munculnya tokoh wayang Gareng, Petruk, Semar dan Bagong  yang banyak menghibur penonton, dan selesai pada pukul 04.30

Fungsi Sendang yang mulai di gantikan

Pada zaman nenek moyang Sendang merupakan sumber mata air yang di gunakan untuk sumber kehidupan seperti mandi, mencuci, dan mengambil air (ngangsu) untuk keperluan – hari. Ada sebuah mitos di masyarakat bahwa  masyarakat yang dekat dengan sendang tidak boleh membuat sumur. Tetapi dengan perkembangan zaman masyarakat mulai muncul membuat sumur baik yang rumahnya dekat dengan Sendang maupun yang jauh. Air di sendang yang sebelumnya selalu mengalir dan ada setiap musim hujan dan kemarau tiba air di sendang tersebut lama kelamaan alirannya semakin kecil dan tidak mengalir.

Masyarakat kemudian menganggap hal tersebut merupakan akibat masyarakat yang membuat sumur. Tujuan masyarakat membuat sumur untuk memudahkan saat membutuhkan air. Namun kepercayaan di masyarakat hal tersebut di anggap bahwa penguasa sendang tersebut marah dan sendang tidak lagi mengeluarkan air. Tetapi ada faktor lain yang menyebabkan air menjadi mengering yaitu air di sendang tersebut di alirkan  ke daerah lain.

Masyarakat di desa sekitar menyalur air dengan menggunakan pipa besar yang di letakkan di dalam tanah, sehingga air yang semula hanya untuk kebutuhan masyarakat desa Glagah menjadi terbaagi ke daerah lain yang menyebabkan air di sendang menjadi menipis dan lama kelamaan mengering. Pada pembuatan penyalur air dan pemasangan pipa – pipa tersebut di lakukan secara gotong royong dan terdapat peristiwa dimana 2 orang dari masyarakat menjai korban dan meninggal terkubur dalam galian tanah yang akan di gunakan untuk tempat pemasangan pipa – pipa besar tersebut, yang masyarakat menganggap hal tersebut merupakan peringatan atau tidak di izinkan dalam pembuatan penyaluran air terebut.

Nah dapat ditarik kesimpulan bahwa sendang tidak hanya memiliki fungsi sebagai sumber mata air untuk kehidupan tetapi masyarakat juga memiliki kepercayaan bahwa ada hal yang mistik yang di anggap sebagai penguasa sendang. Wujud penghormatan tersebut dengan memberikan sesaji berupa makanan juga dilakukan melalui kesenian berupa pertunjukan wayang kulit. Pemberian sesaji selain untuk makhluk halus juga bermanfaat bagi makhluk hidup lain Selain itu juga memiliki fungsi yang lain yaitu dapat mewariskan budaya tradisional Jawa kepada generasi muda yang saat ini lebih menyukai budaya dari luar. Hal ini menjadi salah satu kearifan lokal yang perlu di lestarikan, karena jika masyarakat menganggap wayang sebagai wujud penghormatan terhadap penjaga sendang yang apabila tidak di adakan akan menimbulkan musibah bagi desanya, maka pertunjukan wayang akan terus di adakan setiap tahun dan di lakukan oleh generasi peenerusnya sehingga kesenian wayang kulit tidak akan di tinggalkan oleh generasi muda. Hal tersebut sangat penting karena sebagai salah satu sarana untuk melestarikan kebudayaan Jawa dan dapat memunculkan kesadaran pada generasi muda untuk melestarikan budaya daerah. Meskipun dalam masyarakat tujuan yang menonjol adalah sebagai wujud penghormatan terhadap penjaga sendang tetapi sesajen juga memiliki arti sebagai sedekah dan salah satu upaya untuk melestarikan budaya jawa.

DAFTAR PUSTAKA

  • Sastroatmoatmodjo, Suryanto.2006.Citra Diri Orang Jawa.Yogyakarta:PT Agromedia
  • Sunarn, dkk.2015.Potret Keluarga Jawa di Kota Surakarta.Yogyakarta:Balai Pelestarian Nilai Budaya
  • Koentjaraningrat.1984.Kebudayaan Jawa.Jakarta:PN Balai Pustaka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: