Mujizat dan Tadarus Alqur’an
Oleh Agung Kuswantoro
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan Alqur’an. Alqur’an adalah salah satu mujizat Nabi Muhammad. Kebanyakan mujizat bersifat fisik dan tujuannya untuk menantang/melawan terhadap status kenabian.
Quraish Shihab (2014) mengatakan ada 4 unsur mujizat yaitu (1) hal peristiwa yang luar biasa, (2) terjadi atau disampaikan oleh seorang yang mengaku Nabi, (3) mengandung tantangan yang meragukan kenabian, dan (4) tantangan tersebut tersebut tidak mampu/gagal dilayani.
Kebanyakan mujizat bersifat fisik seperti tongkat menjadi ular oleh Nabi Musa, perahu Nabi Nuh yang besar dan mampu bertahan dengan ombak, unta betina yang lahir dari celah-celah batu oleh Nabi Saleh, tidak terbakar dengan api oleh Nabi Ibrahim, dan mujizat-mujizat Nabi lainnya.
Lalu, adakah mujizat yang bersifat nonfisik? Para ahli menjawabnya, ada. Yaitu Alqur’an. Alqur’an adalah mujizat Nabi Muhammad yang diberikan oleh Allah. Bukti Alqur’an sebagai mujizat yaitu isinya berupa petunjuk. Sebagaimana Sayyid Muhammad Rasyid Ridho dalam tafsir Almanar, bahwa petunjuk Alqur’an berisikan akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, sosial, politik, dan permasalahan lainya.
Pertanyaannya, bagaimana kita bisa meneladani Alqur’an itu sebagai mujizat? Jawaban yang tegas adalah membacanya. Terlebih di bulan Ramadhan yaitu dengan tadarus.
Ada beberapa istilah yang perlu kita pahami yaitu tadarus dan tilawah. Tadarus secara bahasa berasal dari kata darusa yadrusu darsan. Mengikuti wazan fa’ala yaf’ulu fa’lan. Yang memiliki arti mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran.
Lafal darusa, ada tambahan huruf ta sehingga menjadi tadarosa yatadarusu, mengikuti wazan tafa’ala yatafa’lu. Maknanya yaitu lil mu syarokati baina itsnaini fa aksaro, artinya persekutuan timbal balik antara dua orang atau lebih. Sehingga, tadarus bermakna saling belajar, saling meneliti, saling menelaah, dan saling mengkaji. Berarti pula, minimal dilakukan oleh dua orang/subjek.
Mari kita lihat hadist sohih berikut ini. Rasulullah SAW “Adalah orang yang paling dermawan. Dan, beliau bertambah dermawannya ketika bulan Ramadhan. Datanglah JIbril di setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Alqur’an”(HR. Albukhori).
Kalimat dalam hadist tersebut adalah Fadarisuhu (maka bertadarus). Nabi Muhammad SAW menelaah ayat demi ayat Alqur’an bersama malaikat Jibril. Tadarus. Itulah makna tadarus secara bahasa dan hakikat.
Makna tadarus sebagaimana di atas berbeda dengan realita yang ada. Ada yang membaca dengan cepat. Hak-hak huruf pun hilang. Apalagi mahroj dan tajwidnya, tidak diperhatikan. Terlebih, berbicara mengenai makna/tafsir kandungan suatu ayat, tidak dikajinya.
Ada model dengan cara disimak. Dalam suatu majlis, ada orang yang membaca dan menyimak. Lalu, bergantian membacanya dan menyimaknya. Ada juga, model membaca sendiri, tanpa ada yang menyimak. Hanya membaca saja. Jika paktiknya seperti itu, dinamai tilawah. Hanya membaca bukan tadarus.
Lalu, bagaimana biar dapat pahala lebih banyak dari tilawah? Buatlah tilawah wal istima’. Membaca dan mendengar.
Membaca=Mendengar
“Apabila dibacakan Alqur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Al ‘Arof: 204). Maknanya, bahwa membaca sama dengan mendengar. Pahala antara orang yang membaca dan mendengar itu sama. Itulah yang dimaksud tilawah wal istima’.
Bagaimana jika ada yang masih lemah bacaan Alqur’an nya? Jawabnya, ia tidak membaca Alqur’an sendirian. Sebaiknya ia didampingi guru/ustad/kiai agar ada yang membetulkan bacaannya. Sehingga, yang diperlukan bukan tadarus. Tetapi belajar membaca Alqur’an. Mulai dari turutan, jilid, qiroaty, juz amma, ghorib, dan tajwid.
Dalam tafsir Attobari diceritakan bahwa “seseorang dari kami telah mempelajari 10 ayat, ia tidak menambahkan sampai ia mengetahui makna dan mengamalkannya.” 10 ayat yang dipelajari, dimaknai, dan diamalkan itulah kurang lebih model tadarus. Berarti, tidak ada target khatam.
Lafal yang mendekati tadarus selain qiroah adalah tilawah. Tilawah maknanya membaca Alqur’an dengan baik dan indah. Sehingga tepat jika ada istilah MTQ/Musabaqoh Tilawatil Qur’an, dimana ada seni baca Alqur’an. Indahnya ada di situ.
Mari, baca Alqur’an sebagai mujizat Nabi Muhammad yang hingga sekarang masih ada. Sebagai umat Nabi Muhammad untuk merasakan Alqur’an itu mujizat, maka Alqur’an harus dibaca. Bagaimana, kita mengatakan Alqur’an itu suatu mujizat namun tidak membacanya? Bagaimana, hati kita akan bergetar, jika tidak bisa membaca Alqur’an?
Jika belum bisa membaca, maka berlatihlah agar bisa membacanya dengan tahapan-tahapan dalam qiroaty/turutan. Jika sudah bisa membacanya, maka dengarkan orang yang sedang membaca Alqur’an (tilawah wal istima’). Berikan masukan kepadanya, jika bacaannya ada yang kurang tepat.
Setelah bertilawah dan istima’, lalu mentahsin/memperbaiki bacaan Alqur’an. Sedangkan puncaknya adalah tadarus.
Inilah yang dimaksud men-tahsin. Men-tahsin yaitu memperbaiki atau memperkaya. Artinya, tuntunan agar dalam membaca Alqur’an harus benar dan tepat sesuai dengan contohnya. Tujuannya agar terjaga orisinalitas praktik tilawah yang sesuai dengan sunah Rasulullah SAW.
Demikian tulisan singkat ini. Ada beberapa kesimpulan:
- Alqur’an itu mujizat Nabi Muhammad SAW yang hingga sekarang masih ada.
- Agar kita merasakan Alqur’an itu suatu mujizat, maka bacalah Alqur’an.
- Ada beberapa tahapan agar bisa membaca Alqur’an:
- Membaca didampingi oleh guru/ustad.
- Membaca yang ada orang lain menyimak/mendengar (tilawah wal istima’).
- Men-tahsin/memperbaiki bacaan dengan ilmu tajwid.
- Tadarus adalah level paling atas, dimana minimal dilakukan oleh dua orang dan puncaknya adalah pengalaman atas ayat yang telah dibaca. Tidak ada target khatam.
Semoga kita bisa membedakan istilah tadarus dan tilawah, sehingga memahami Alqur’an sebagai mujizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad.
Semarang, 17 Mei 2018
Recent Comments