Author Archive

• Monday, April 15th, 2024

Terima Kasih Masjid Darussalam Pelutan Pemalang

Oleh Agung Kuswantoro

Kemarin, saya menulis tentang Darussalam (Desa yang Damai), menjadikan saya teringat sesuatu waktu kecil, dimana ada sebuah Masjid Darussalam di desa Pelutan, Pemalang. Masjid yang biasa saya gunakan untuk sholat Jumat sekitar tahun 1989 hingga 2001 di Pemalang. Masjid tersebut adalah saksi saya belajar beribadah ke masjid. Masjid tersebut terletak di samping rel kereta api.

Ada kenangan tersendiri saat sholat Jumat di Masjid yang akhirnya berpindah lokasi, dimana ketika sholat, hampir dan sering (bisa dipastikan) ada jadwal kereta lewat. Jadi, suara imam atau khatib “kalah” dengan suara kereta api yang bersamaan lewat di Masjid.

Namanya juga anak-anak, saat posisi sujud, anak-anak ikut melambaikan tangan (baca: dada) ke masinis. Masinis pun ikut melambaikan tangan ke anak tersebut yang ada di dalam masjid.

Kenangan berikutnya adalah masjid tersebut banyak didukung oleh kalangan karena (mungkin) jumlah masjid dalam suatu desa itu, sedikit. Jadi setiap waktu sholat, kajian atau kegiatan keagamaan selalu melibatkan semua tokoh agama di sekitar desa tersebut.

Imam, khotib, dan pengisi kajian didatangkan dari perwakilan desa yang pastinya memiliki kapasitas keilmuan masing-masing. Yang saya ingat dalam masjid tersebut menghadirkan muadzin yang bernama Ustad Wahidin (belakang rumah saya, Pelutan), Kiai Kastolani (rumahnya, Pagaran Pelutan sebagai khotib), Kiai Abdullah Sidiq sebagai imam yang rumahnya dari Kebondalem dan beliau pengasuh pondok pesantren Salafiyah Kauman, Pemalang; dan beberapa kiai lainnya yang terlibat dalam acara keagamaan. Artinya, masjid tersebut “didukung” oleh banyak tokoh masyarakat. Jadi, saya belajar secara langsung dengan tokoh-tokoh Masyarakat yang ahli dalam bidang agama tersebut.

Sekarang, masjid tersebut sudah berpindah tempat yang lebih representatif dimana sudah menjauh beberapa meter dari rel kereta api. Masjid tersebut berpindah tempat ke permukiman warga. Tidak terlalu jauh dengan lokasi lama, namun lebih dekat ke kampung.

Saya kurang tahu, alasan mengapa pindah. Mungkin jawabannya adalah karena menjauh dari rel kereta api agar anak-anak saat sujud sholat, lalu kereta api datang tidak melambaikan tangan (baca: dada). Nah, ini jawaban guyonan saja. Mungkin tepatnya, sholatnya agar lebih khusyuk dan bisa fokus mendengarkan suara khotib. Suara khotib “tidak tarung” dengan suara kereta api yang lewat.

Demikianlah ingatan saya, terkait masjid Darussalam, Pelutan, Pemalang. Terima kasih atas kesempatan diberikan tempat untuk beribadah. Semoga para muadzin, imam, khotib, dan pengisi pengajian di masjid tersebut yang sudah meninggal dunia:  Ustad Wahidin, Kiai Kastolani, Kiai Abdullah Sidiq, dan kiai-kiai lainnya mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Surga adalah tempat kembali mereka. Alfatihah.

Terima kasih atas semuanya, Alhamdulillah.

Ditulis di Sulang, Rembang

4 Syawal 1445 H/ 13 April 2024 jam 04.55 – 05.04 Wib.       

• Thursday, April 11th, 2024

Negeri yang Damai

Oleh Agung Kuswantoro

Negeri yang damai adalah impian setiap manusia. Terlebih saat sekarang, di tengah ramainya beda pendapat antar satu manusia dengan manusia lainnya. Beda pendapat, itu tidak masalah. Yang penting, jangan sampai berselisih. Itulah pesan yang disampaikan oleh khotib sholat Id di Alun-alun kota Pemalang.

Menarik yang disampaikan oleh khotib, dimana mengibaratkan Darussalam (baca: negeri kedamaian) yang diidamba oleh umat. Jangan ada sampai terjadi perpecahan antar umat, walaupun beda pendapat. Jika mulai terjadi perpecahan dalam suatu tempat, maka bersiaplah untuk hancur tempat tersebut karena didalamnya terjadi: saling mengejek, saling menghina, dan saling-saling dari perbuatan baik.

Adalah takwa, iman, dan islam adalah modal yang harus didapatkan agar seseorang memiliki rasa damai. Damailah mulai dari sendiri karena ketakwaan, keimanan, dan keislaman. Lalu, damailah dalam suatu tempat yang bernama negeri yang damai. Tanpa ada rasa takwa, iman, dan islam akan sulit terwujud negeri yang damai.

Hal yang terpenting lagi adalah toleransi atau saling menghargai antar sesama. Toleransi dimaknai sebagai penghormatan atas sikap seseorang yang berbeda. Perbedaan harus dihargai agar tempat tersebut menjadi lebih baik. Jika seseorang bisa melakukan toleransi, maka Darussalam atau negeri yang damai akan mudah terwujud. Semoga tempat kita yang kita tinggali memiliki karakter untuk mewujudkan Darussalam. Amin. [].

Ditulis di Sulang, Rembang, 11 April 2024/2 Syawal 1445 jam 12.00-12.10 Wib.  

• Monday, April 08th, 2024

Khatam Ngaji Kitab Washoya Aba Lil Abna

Oleh Agung Kuswantoro

Alhamdulillah atas izin dan rahmat Allah Swt bahwa ngaji yang dilakukan oleh saya, istri dan kedua anak saya bisa khatam (baca: selesai) pada tanggal 27 Ramadan 1445/7 April 2024. Kami memulai ngaji pada tanggal 1 Ramadan 1445/12 Maret 2024 usai solat subuh. Kita rutin tiap subuh membaca bab demi bab. Mulai dari judul pertama dalam kitab tersebut adalah Ibu hingga judul terakhirnya adalah cita-cita.

Setelah membaca kitab ini, kami menjadi paham “nilai-nilai” yang harus dilakukan oleh seorang guru, bapak, ibu, saudara, teman, dan anak pada keadaan/situasi tertentu. Misal: anak yang tidak suka kucing, bukan berarti harus menyiksanya. Justru, kucing yang disiksa itulah yang menyelamatkan anak dari bahaya ular yang masuk ke kamar anak tersebut. Lalu, perlunya percaya diri dalam menyampaikan cita-cita, dimana: cita-cita yang baik tidak cukup sukses dunia saja, tetapi juga berguna bagi agamanya. Demikian juga, anak perempuan dalam bicara sebaiknya pelan. Jangan keras dalam bicara atau seakan-akan bicaranya “membentak” kepada orang lain (termasuk dengan Ibunya). Kemudian, mendidik anak agar disiplin dalam menaruh sepatu dan sandal sesuai dengan tempatnya. Dan, masih banyak lagi “nilai-nilai” yang ada dalam kitab setebal 47 halaman berbahasa jawa alus dengan huruf arab pegon.

Terima kasih penulis kitab bersampul coklat tersebut yaitu Kiai Bisyri Mustofa, Rembang. Semoga kitab yang “syarat” dengan akhlak luhur ini, bisa memberikan manfaat dan faidah kepada para pembaca. Mari kita budayakan baca buku/kitab dalam bulan Ramadan agar tambah ilmu agama kita. Alhamdulillah dengan disiplin waktu untuk membaca, anak saya yang awalnya tidak menyangka bisa khatam, nyatanya bisa khatam kitab yang diterbitkan oleh Menara Kudus tersebut. Terima kasih Ramadan 1445 yang telah mempertemukan kami dengan kitab sederhana yang didalamnya terdapat gambar sesuai dengan masing-masing judul. []

Ditulis di Rumah Pemalang jam 14.00-14.10 Wib, tanggal 28 Ramadan 1445/8 April 2024.

• Sunday, April 07th, 2024

Tak Lupa Buka Kitab
Oleh Agung Kuswantoro

Saat mudik ke Pemalang, hal yang tidak terlupakan saat di rumah adalah membuka kitab. Sekadar bernostalgia 24 tahun yang lalu dengan membaca kitab Adzakar (Nawawi). Kitab yang saya pelajari pada tahun 2000. Dulu kajian kitab tersebut diampu oleh KH Romadlon SZ. Beberapa kajian kitab yang saya ikuti diampu oleh KH Romadlon SZ. Sekarang, KH Romadlon SZ adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang.

Dengan membaca kitab ini, menjadikan saya lebih bersyukur agar tetap menjadi manusia pembelajar. Terlebih, belajar agama dimana guru menjadi faktor penting dalam kemanfaatan dan keberkahan suatu ilmu. Oleh karenanya, ada istilah “sanad keilmuan” dalam mempelajari sebuah ilmu. Artinya: dalam belajar harus bersumber yang valid. Sederhananya, jika belajar suatu ilmu agama tanpa sumber yang jelas, maka bisa dikatakan kurang “ampuh”, misal bersumber dari internet.

Itulah rasa syukur saya yang perlu dijaga yaitu menjaga suatu ilmu dengan membacanya. Pentingnya, nostalgia membaca kitab meskipun sudah 24 tahun lalu, namun batin saya kepada KH Romadlon SZ masih kuat, minimal dengan kirim doa dan membaca surat Al-Fatihah sebelum membaca kitab tersebut. Batin seorang santri kepada Kiai harus menyatu, meskipun tidak mengaji tiap hari sebagaimana dua dekade yang lalu. Semoga guru tauhid saya diberikan kesehatan, keselamatan, dan keberkahan dalam hidup. Terima kasih, KH Romadlon SZ atas segala ilmu yang diberikan kepada santri. Insya Allah sangat bermanfaat untuk diri saya dan masyarakat.

Pemalang, 7 April 2024/27 Ramadan 1445, jam 15.00-15.10 Wib.

• Friday, March 01st, 2024

Menulis Buku Bagi Mahasiswa
Oleh Agung Kuswantoro

Saya lebih senang mahasiswa menulis. Terlebih saat dosen sedang menerangkan materi. Entah kenapa pilihan saya pada menulis, karena seorang siswa (baca: mahasiswa juga) harus dekat dengan budaya menulis. Sehingga, bisa dikaitkan mahasiswa itu, menulis. Modal menulis adalah membaca. Menurut pakar, dengan menulis akan menambah/meningkatkan daya ingat. Mahasiswa pun “dituntut” agar “mempertahankan” daya ingat tatas materi yang disampaikan oleh dosen.

Satu mahasiswa, satu buku tulis. Itulah, yang sering saya gunakan “strategi” agar mahasiswa mau menulis. Beberapa kali saya menyampaikan materi tiap pertemuan, setelah itu mahasiswa “mengikat” pesan dari setiap materi/pertemuan dengan sebuah tulisan. Tulisan berupa refleksi atas materi tersebut.

Setelah beberapa kali saya membaca tulisan mahasiswa, bahwa terkesan meresume atau memindahkan dari apa yang saya sampaikan ke buku tulis. Artinya: tidak ada uraian ataupun komentar atas materi apa yang disampaikan. Mungkin alangkah baiknya dari apa yang telah disampaikan oleh dosen, lalu diperkuat dengan sebuah bacaan/artikel/buku atau bacaan lainnya. Lalu, olah informasi tersebut dari bacaan tersebut dengan materi yang telah diberikan oleh dosen. Sehingga, akan menemukan sebuah “komentar/kekurangan/kelebihan atau sesuatu yang lain dari hasil bacaan atau renungan yang dilakukan oleh mahasiswa.

Jangan lupa, tulis judulnya dari ulasan/tulisan mahasiswa. Karena judul mewakili keseluruhan dari inti tulisan mahasiswa. Misal: Dosen menyampaikan materi tentang data dan informasi. Kemudian mahasiswa menuliskan tentang data palsu/informasi palsu/hoax. Pastinya, mahasiswa tersebut telah membaca konsep data dan konsep palsu, sehingga “berani” membuat judul tulisannya “Data Palsu”. Nah, kurang lebih caranya seperti itu.

“Asupan” bacaan mahasiswa agar lebih mengolah dengan baik sebuah tulisan, maka dibutuhkan minimal 10 buku atau 10 bacaan lainnya agar mahasiswa mampu “mengolah” atau “menganalisis dengan tajam”. Oleh karenanya, apa yang disampaikan oleh dosen, Insya Allah akan lebih memahaminya. Bahkan, mampu menambahkan sebuah informasi tambahan karena mahasiswa sudah “banyak” membaca sumber rujukan/referensi.

Dengan cara seperti ini, insya Allah mahasiswa mampu menulis sebuah buku. Ketika saya mahasiswa pernah mempraktikkan ini. Berikut bukunya: https://ebooks.gramedia.com/id/buku/catatan-harian-mahasiswa-doktoral-manajemen-kependidikan

Selamat mencoba!

Semarang, 29 Februari 2024/18 Syaban 1445 H
Ditulis di Gedung UPT Kearsipan lantai 2. jam 09.07 – 09.27 Wib.

• Tuesday, February 27th, 2024

Praktik penyusutan arsip di unit Kantor Pelayanan Pengadaan (KPP) dan bagian Akuntansi. Semoga tahun ini, bisa menyusutkan arsip dengan lancar. Amin.

• Monday, February 26th, 2024

Bekerja Saja Belum Tentu Sukses
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng seorang penulis buku “Creative Thinking: How to Get Success in Your Future Career” yang menyampaikan kepada kita, bahwa dalam berkarir harus kreatif. Itu pun, jika kita mau karir yang sukses untuk masa depan. Artinya: jika seseorang sudah mendapatkan pekerjaan, belum tentu dikatakan sukses. Karena sukses berkarir, salah satunya didukung oleh kreativitas.

Lalu, apa itu kreativitas? Kreativitas sebagai salah satu dari tiga unsur yaitu(1) melihat dengan sudut pandang (perspektif); yang baru; (2) menemukan hubungan baru; (3) dan membentuk kombinasi baru dari objek, konsep, atau fenomena (hal.13).

Peran kreativitas sangat menunjang dalam karir seseorang. Menurut pakar faktor skill menyumbang 85% kesuksesan karir. Berikut faktor soft skill tersebut: (1) kemandirian, (2) kerjasama tim, (3) kepemimpinan, (4) interpersonal, (5) menjual gagasan, (6) kejujuran, dan (7) berpikir taktis dan strategis.

Adapun proses kreativitas dimulai dari: penemuan, invensi, inovasi, dan paten. Saat penemuan ide, otak kananlah yang paling berperan. Timbulnya ide biasanya saat bersantai dikarenakan, telah melepaskan pengendalian otak kiri dan mengalihkannya pada otak kanan. Fokus pada hal yang mendukung ide, akan menghasilkan inovasi yang bernilai ekonomis. Orang dengan ide baru adalah orang aneh hingga ide tersebut berhasil diimplementasikan.

Tak selamanya kreativitas itu “mulus” diwujudkan. Ada lima hambatan kreativitas yaitu (1) hambatan perspektif, (2) hambatan emosi, (3) hambatan kultural, (4) hambatan lingkungan, (5) hambatan intelektual. Contoh sikap penghambat kreativitas seperti: sikap negatif, taat pada aturan, membuat asumsi, stres yang berlebihan, takut gagal, berkeyakinan bahwa diri sendiri tidak kreatif, dan terlalu mengandalkan logika.

Sukses harus fokus pada tujuan. Agar kita selalu fokus dan tekun pada tujuan yang telah ditetapkan maka: (1) harus tetap komitmen pada mimpi besar, (2) bekerja keras dan cerdas, (3) tekun dan terus berdoa. Jika kita disiplin melakukan tersebut, Insya Allah kesuksesan ada di depan mata. Tetaplah berkreativitas agar karir tambah sukses!

Ditulis di Kolam Renang GKS jam 15.30 – 15.45 Wib.
25 Februari 2024/15 Syaban 1445 H

• Tuesday, February 20th, 2024

Healing/Rekreasi” Batin

Oleh Agung Kuswantoro

Guru saya mengatakan bahwa “hidup harus seimbang”. Seimbang ini memiliki makna tengah-tengah, bisa dimaknai “tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan”.

Atau, tidak terlalu keduniaan, dan tetap memikirkan akhirat. Tidak mengunggulkan otak, tetapi melibatkan hati. Tidak selalu mengunggulkan usaha secara maksimal, tetapi ada usaha berdoa. Uang bukanlah segalanya. Tetapi ada kehendak Allah yang harus dipahami dalam setiap kegiatan. Itulah makna seimbang sederhananya.

Cara agar bisa seimbang dalam hidup adalah melakukan “rekreasi” hati/healing batin dengan cara membaca Al-Qur’an, hadist, kitab, buku, berzikir, dan sholat. Utamakan waktu seperti malam jumat atau kamis sore agar tubuh jangan terlalu capek untuk melakukan kegiatan: tahlil, baca surat Yasin, atau surat al-Kahfi, baca sholawat, baca al-barzanji, baca ad-diba, atau menyiapkan diri sholat hajat setelah sholat Isya, sholat tahajud, dan witir.

Tengah malamnya bisa melakukan zikir atau baca al-Qur’an dan hadist, termasuk baca kitab. Setiap kalimat, paragraf, dan judul pahami dengan baik. Lalu, resapi kandungannya. Pilihlah buku-buku/kitab-kitab dengan pengarang/penulis yang kredibel karena berdampak pada pikiran kita. Disitulah “sumber”, sehingga “sumber” sebagai pokok harus ada, dalil atau rujukan berupa al Qur’an dan hadist.

Cobalah aktivitas “rekreasi” batin, minimal kita melakukan seminggu sekali di tengah kesibukan yang tiada henti. Dengan healing batin, Insya Allah, hidup menjadi seimbang. Tidak semata-mata hanya dunia yang “dikejar”, tetapi ada kehidupan setelah dunia yang dimulai dari kematian. Hanya orang yang bisa menyeimbangkanlah yang dapat memahami – kondisi seperti ini. Karena, ia berpikir pada otak kanan dan otak kiri. Semoga kita bisa “berekreasi” hati/healing batin. []

Semarang, 18 Februari 2024/ 7 Syaban 1445 Hijriah.

Ditulis di Rumah jam 02.45 – 02.55 Wib.

• Friday, February 16th, 2024

Makam dan Masjid
Oleh Agung Kuswantoro

Makam adalah sebuah tempat untuk mengingatkan, kita bahwa hidup tak selamanya di dunia. Ada alam setelah kematian, yaiu alam akhirat.

Demikian juga masjid adalah tempat untuk sholat. Sholat sebagai sarana komunikasi antara makhluk dengan pencipta. Sholat sebagai penghubung di antara manasia dan Tuhan.

Menurut saya, ke-2 tempat ini, tepat untuk merefleksikan diri sebagai manusia dari ‘hingar bingar’ keramaian dunia. Kadang hidup butuh sepi. Tempat yang sepi dan nyaman untuk merefleksikan kehidupan adalah masjid dan makam. Oleh karenanya, setiap ada waktu, mari kunjungi ke-2 tersebut. Tempat tersebut untuk merefleksikan diri dengan berdoa dan sholat di masjid; serta jenguk saudara yang sudah meninggal dunia di makam. []

Semarang, 1 Sya’ban 1445 H/ 11 Februari 2024. Ditulis di rumah jam 05.35 – 05.40 Wib.

• Thursday, February 15th, 2024

Refreshing Akademik

Oleh Agung Kuswantoro

Di sela-sela waktu tidak mengajar mahasiswa, saya menyempatkan waktu untuk refreshing akademik dengan pergi ke gedung Rumah Ilmu Perpustakaan UNNES untuk membaca buku (Rabu, 13 Februari 2024).

Mata dan pikiran saya langsung ke buku bertema sosial, pendidikan, agama, dan manajemen. Tak disangka saya menemukan buku (lama) yang saya tulis dengan para dosen senior yang sudah meninggal dunia yaitu: Drs. Sularso Mulyono dan Drs. Partono, M.Pd. Adapun judul bukunya adalah “Manajemen Kearsipan”. Selain itu, saya juga menemukan buku saya yang saya tulis dengan dosen senior lainnya –yang sudah pensiun—yaitu Drs. Marimin, M.Pd. adapun bukunya adalah “Keyboarding 10 Jari Buta”.

Aktivitas saya selama di perpustakaan UNNES, saya pinjam 5 buku tetang pendidikan dan manajemen, dimana tema tersebut sesuai dengan mata kuliah yang saya ampu/ajar.

Dengan menemukan buku yang saya tulis, dimana telah ‘berusia’ kurang lebih 10 tahun yang lalu, menjadikan saya ingin “meng-upgrade” mengenai buku yang pernah saya tulis tersebut. Menurut saya buku-buku tersebut dianggap ‘jadul’ terkait dengan perkembangan ilmu/informasi sekarang, seperti: kearsipan berbasis access, pendidikan administrasi perkantoran berbasis TIK, manajemen kearsipan, arsip pembelajaran berbasis access, dan beberapa buku yang saya tulis lainnya.

Mungkin sudah saatnya saya mulai meningkatkan isi kualitas buku sesuai dengan kondisi saat ini, seperti AI, digitalisasi, society 5.0, atau kekinian lainnya yang sedang trend saat ini.

Mohon doanya agar saya bisa mampu merevisinya, sehingga pembaca “agung lover pun” masih tetap setia membaca buku saya. Terima kasih atas perhatian dan masukan selama ini kepada pembaca buku saya. []

Semarang, 13 Februari 2024

Ditulis di Gedung Kearsipan lantai 2. Jam 14.15 – 14.30 Wib.