Archive for ◊ November, 2022 ◊

• Saturday, November 26th, 2022

Kajian Arbain Nawawi (45): Memuliakan Tamu

Oleh Agung Kuswantoro

 

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka muliakanlah tamunya”. Maksudnya adalah menghormati kehadiran seorang tamu, berlapang dada dan bersabar atas keberadaannya, memberikan pelayanan yang baik, tidak memintanya pergi dengan alasan yang benar (hak) dari seorang tamu.

 

Syekh Muhammad Isma’il menjelaskan: “Hendaklah seseorang memuliakan tamunya dengan menampakkan wajah yang gembira, berkata yang baik-baik bersamanya, dan memberikan kemudahan”.

 

Syekh Abu al ‘Ala Muhammad mengatakan, “Mereka mengatakan: “Memuliakan tamu adalah dengan wajah yang berseri-seri, ucapan yang baik, dan memberikan jamuan makan selama tiga hari pertama – sesuai ketentuannya dan yang mudah baginya – serta sisanya dengan memberikan apa yang ada padanya dengan memaksa dan tidak memberatkan diri tamu itu juga dirinya”. Jika lebih dari tiga hari, itu terhitung sebagai sedekah jika dia mau melakukannya. Namun, jika tidak bisa, jangan melakukannya.

 

Apakah memuliakan tamu adalah kewajiban ataukah sunnah? Karena makna memuliakan sangatlah dalam, yang tidak mudah bagi siapa pun untuk menunaikannya. Ada pakar yang mengatakan: “Ini merupakan di antara adab-adab Islam, tuntunan syariatnya, dan hukum-hukumnya. Menjamu tamu merupakan sunnah para rasul dan yang pertama kali menghidangkan jamuan untuk tamu adalah Nabi Ibrahim As. Allah Azza wa Jallah berfirman (surah adz-Dzariat ayat 24), “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan”. Allah Swt menyifati mereka sebagai yang dimuliakan dan itu (adh-dhiyaafah “jamuan”) adalah wajib – menurut pendapat pakar lainnya – dalam sehari semalam.

 

Ada pendapat juga yang mengatakan:“Hendaklah dia memuliakan tamunya”, tidak mengatakan: ”Penuhilah haknya dan memuliakan bukanlah kewajiban”. Syekh Abu al-Ala Muhammad mengatakan: “Memberikan sesuatu kepada tamu adalah keutamaan, bukan kewajiban. Jadi, melakukan al-jaaizah (pemberian) dan adh-dhiyaafah (jamuan) adalah sunnah yang dilakukan tuan rumah untuk tamunya”. Demikianlah syarah dari hadist kelima belas, wallahu a’lam.

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Semarang, 27 November 2022

Ditulis di Rumah jam 04.00-04.15 Wib.

 

 

 

• Saturday, November 26th, 2022

Hidup di Dunia (Sangat) Mudah (Sekali)

Oleh Agung Kuswantoro

 

Dalam heningan malam hati berkata kepada otak saya seperti ini: “Hidup di dunia ini sangat mudah sekali”. “Misal: lapar, maka makan; haus, maka minum; capek, maka istirahat; gak punya uang, maka bekerja; pusing, maka healing; dan contoh-contoh lainnya”.

 

Artinya: segala sesuatu didunia sudah ada mekanisme “keduniaan”. Saya yakin mekanisme “keduniaan”, sebagian besar orang pasti paham. Hanya saja, siap tidak dengan mekanisme tersebut. Misal: rakyat-presiden; saat jadi rakyat, apakah siap? Pejabat – staf; saat jadi staf apakah siap? Sehat – sakit; saat sakit apakah siap?  Duduk – berdiri; saat duduk apakah siap? Contoh-contoh di atas hanya perumpamaan saja.

 

Justru yang terpenting adalah mekanisme “akhirat” yang jarang terpikir oleh manusia. Misal: saat dalam keadaan senang, bagaimana dengan ibadah solat malamnya? Saat sedang sibuk pagi hari, bagaimana dengan solat duhanya? Saat sedang bahagia, bagaimana menjaga perasaan bahagianya kepada orang lain yang sedang susah. Dan, contoh-contoh lainnya. Artinya: ada mekanisme “akhirat” yang perlu ditata saat hidup di dunia. Jadi, hidup di dunia tidak hanya berpikir mekanisme dunia saja, tetapi memanisme akhirat sangat lebih diperlukan dalam kehidupan ini.

 

Semoga pikiran dan hati kita mampu memahami kedua mekanisme itu, yaitu mekanisme dunia dan mekanisme akhirat. [].

 

Semarang, 27 November 2022

Ditulis di Rumah jam 12. 50 – 12. 55 Wib.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

• Tuesday, November 22nd, 2022

Kiai Masruchi: Fathul Mu’in dan Ihya Ulumudin

Oleh Agung Kuswantoro

Mendapatkan kabar duka dalam suatu grup alumni Salafiyah Kauman Pemalang, yaitu meninggalnya Kiai Masruchi Muhtar, hati menjadi tertugun. Diam.

 

Alhamdulillah, saya termasuk orang yang “mengidolakannya” dengan mengaji Fathul Mu’in saat itu usia saya sekitar 16 tahun. Saya sudah mulai dikenalkan kitab Fathul Mu’in. Beliaulah yang mengenalkan/mengajarkan kitab fikih klasik tersebut.

 

3 tahun saya mengaji yang diasuh oleh beliau di serambi pondok pesantren putri Salafiyah Kauman Pemalang. Ketertarikan saya dengan beliau adalah (tidak serta merta) menggunakan bahasa Jawa, layaknya orang dalam mengabsahi kitab. Namun, beliau mengabsahinya dalam bahasa Indonesia.

 

Sekitar tahun 1998/1999 saya mengaji kitab Fathul Mu’in dengan contoh metode saat itu, mengingat latar belakang pekerjaan beliau sebagai ketua hakim pengadilan agama kabupaten Pemalang. Beliau pun mahir dalam nahwu – sorof, dan ilmu kekiaian saat itu. Contoh – contoh yang belia sampaikan juga sangat akademik/logis. Pernah menjelaskan makna/manfaat petir, dikaitkan dengan surat arro’du. Penjelasan ilmiah seperti inilah yang saya temukan dalam diri, beliau.

 

Beliau sangat tidak senang, jika ada santri yang datang terlambat, saat ngaji. Baginya, mengaji sangat penting bagi santri, sehingga jangan sampai terlambat.

 

Kemudian, pada tahun sekitar 2001, saya mengikuti kajian Ihya Ulumuddin di Masjid Agung Pemalang. Adapun pengasuh kajiannya adalah beliau, jika tidak salah ingat, beliau mendapatkan jatah jilid ketiga dari kitab Ihya Ulumuddin, sedangkan jilid pertama adalah Kiai Dimyati, Kedawung, Comal. Sekali lagi, tidak salah.

 

Yang tak pernah saya lupakan dari beliau, adalah kalimat “dan sebagainya”, dan sebagainya”. Ciri khas kalimat yang diucapkan saat khutbah dari contoh yang disampaikan. “Dan sebagainya”, dan sebagainya” sebagai ujung perumpamaan yang ia sampaikan saat khutbag.

 

Khutbahnya bisa dikatakan “berisi” dan “bergizi”. Gaya beliau pun saat berkhutbah, beberapa saya tiru dalam hidup saya. Bahkan, saat mengaji bab solat Jumat pada kitab Fathul Mu’in dijabarkan oleh beliau dengan detail cara yang fasih dalam berkhutbah dan praktik cara membawa tongkat.

 

Memang, saya terinspirasi sekali dengan beliau. Apa pun yang berkaitan dengan fikih kehidupan, saya merujuk pada beliau, terutama masalah perceraian. Beliau sangat pakar sekali.

 

Kini beliau telah tiada. Hanya penerus-peneruslah yang bisa melanjutkan “estafet” dakwahnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada beliau karena telah menjadikan saya bisa mencintai ilmu agama dan kritis terhadap fenomena sekitar. Padahal untuk itu, saya hanya niat ngaji saja yang belum tentu paham apa yang beliau sampaikan. Seiring berjalannya waktu, saya pun mencoba memahami apa yang disampaikannya waktu itu (saat SMP hingga SMA).

 

Terima kasih pula saya sampaikan kepada pondok pesantren Salafiyah, Kauman Pemalang atas momen/peristiwa dimana saya bisa mengenal beliau. Hanya doa dan tahlil yang saya ucapkan untuk beliau. Solat ghoib adalah “obat kangen” saat mendengar kabar pertama beliau “berpulang”.

 

Selamat jalan guru “kehidupan” saya. Sekali lagi terima kasih atas ilmunya yang telah diberikan kepada saya, santri-santri, jamaah di Salafiyah Kauman Pemalang dan Masjid Agung Pemalang. Nasihat semangat mengaji dari Bapak, insya Allah tidak “luntur“ dalam hidup saya. Amin. []

 

Semarang, 20 November 2022

Ditulis di Rumah Jam 00.40 – 01.00 Wib.

• Tuesday, November 22nd, 2022

Sabar

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sabar ada dimana-mana. Sabar ada di bahagia dan sedih. Sabar tanpa membutuhkan modal uang. Yang dibutuhkan dalam sabar adalah iman.

 

Sabar tidak ada di surga/akhirat. Sabar hanya ada di dunia. Sabar adalah proses pendewasaan seseorang agar diangkat derajatnya di bumi.

 

Sabar tidak membutuhkan teman. Yang dibutuhkan dalam sabar adalah kepedulian diri. Diri adalah teman sabar. Tidak mungkin orang lain akan mengajak sabar, jika orang tersebut, tidak bersabar dalam hidup.

 

Sabar adalah proses menjadi baik. Diam bagian dari sabar Jika tidak mampu berbicara baik, maka diamlah. Karena dalam diam, ada sabar yang tak terbatas.

 

Mari bersabar dalam hidup kita. Semoga kita termasuk orang yang shobirin. Amin. []

 

Semarang, 21 November 2022

Ditulis di Rumah Jam 12.00 – 12. 05 Wib.

 

• Friday, November 11th, 2022

Madrasah di Rumah (13): Menghitung Jumlah Tasydid dalam Bacaan Tahyat

Oleh Agung Kuswantoro

 

Untuk madrasah kali ini adalah belajar bacaan tahyat. Bacaan tahyat sangat penting dan memiliki makna yang dalam. Oleh karenanya, dalam membacanya harus benar. Salah satunya adalah menempatkan posisi dimana harus mengucapkan tasydid.

 

Kami coba menghitung jumlah tasydid dalam bacaan tahyat, sehingga harus tepat “menekan” saat tasydid diucapkan. Jangan sampai bacaan tasydid dibaca “datar”, tanpa ada “penekanan”. Jika tidak ada “penekanan” dalam mengucapkan, maka makna dari bacaan tersebut akan berubah.

 

Mari berhati-hati dalam membaca tahyat, minimal mengetahui dimana letak tasydid. []

 

Semarang, 1 November 2022

Ditulis di Rumah jam 15. 05 – 15. 10 Wib.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

• Friday, November 11th, 2022

Salat Gerhana

Oleh Agung Kuswantoro

 

8 November 2022 adalah hari dimana terjadi gerhana total. Kebetulan gerhana bulan tersebut adalah gerhana terakhir pada tahun 2022. Mendengar berita, bahwa pada tanggal tersebut akan terjadi gerhana, saya mencari informasi terkait musola/masjid yang menyelenggarakan solat gerhana bulan.

 

Singkat cerita, saya solat magrib di Masjid Ulul Albab (MUA) UNNES. Saya mencoba menghubungi ketua takmir MUA untuk bertanya terkait apakah di MUA usai salat maghrib ada salat gerhana. Langsung dijawab oleh ketua takmir masjid MUA agar diselenggarakan salat gerhana bulan, jika bisa.

 

Kebetulan ketua rakmir saat itu, sedang sakit. Alhasil, dengan niat lillahi ta’ala dan dibantu oleh mahasiswa yang tergabung dalam takmir MUA, penyelenggaraan salat gerhana bulan bisa terlaksana. Lengkap dengan khutbahnya.

 

Mumpung masih diberi umur panjang dan kesempatan mengalami gerhana, Alhamdulillah kami bisa melakukan salat sunah tersebut. Adapun manfaat gerhana bulan adalah mengimani Allah Swt berupa ciptaan-ciptaanNya. Allah Swt-lah yang Maha Besar di alam raya ini, bukan manusia. Selain itu, menjahui rasa syirik berupa pandangan-pandangan yang kurang tepat terkait gerhana bulan. Peristiwa gerhana bulan, bukan dilakukan dengan masuk ke kolong kasur.

 

Amanah ketua takmir MUA kepada saya, bahwa MUA sebagai sentral budaya amaliah keislaman di UNNES, salah satunya dengan melakukan solat gerhana bulan. Terima kasih MUA yang telah menyelenggarakan salat gerhana. Semoga senantiasa menjadi hamba yang baik dalam mengabdi kepada Allah. Amin. []

 

Semarang, 1 November 2022

Ditulis di Rumah jam 15.00 – 15. 05 Wib.

 

 

 

 

• Tuesday, November 08th, 2022

Kajian Arbain Nawawi (44): Tetangga
Oleh Agung Kuswantoro

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya.” Maksudnya adalah berbuat baik kepadanya (tetangga), tidak menyakitinya (baik dengan lisan maupun tangan), tidak mengganggu ketenangannya dengan “kegaduhan” di rumah, membantunya jika mengalami kesulitan (baik diminta maupun tidak), berbuat baik kepada anak-anaknya, menutupi aib dan kekurangannya, memberikan makanan jika dia kelaparan, memberikan pakaian jika dia tidak memiliki pakaian, dan sejenisnya. Ini semua merupakan bukti kesempurnaan iman (Hasan, 2020). Hal tersebut selaras dengan surah an-Nisa ayat 36:“Sembahlah Allah dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, serta tetangga dekat dan tetangga jauh.”

Dalam ayat tersebut muncul pertanyaan: “Apakah yang dimaksud dengan tetangga dekat (al-jaar dzil qurba) dan tetangga jauh (al-jaarul junub)? Ada beberapa keterangan dari para imam mufassir.

Pertama, Abdullah bin Abbas menjelaskan “tetangga dekat” adalah antara dirimu dan dirinya ada hubungan kekerabatan. “Tetangga jauh” adalah yang bukan ada hubungan kekerabatan antara dirimu dan dirinya.

Kedua, Abu Ishaq dari nauf al-Bikali berkata, :”tetangga dekat” adalah Muslim. “Tetangga jauh” adalah Yahudi dan Nasrani.

Ketiga, Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud berkata, “tetangga dekat” adalah perempuan “(istri)”. Mujahid juga berkata tentang firman-Nya, “tetangga jauh” adalah rekan dalam perjalanan.

Terkait macam-macam tetangga, dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah saw, sabda, “Tetangga ada tiga macam. Pertama, tetangga yang memiliki satu hak, dia mendapatkan hak bertetangga saja. Kedua, tetangga yang memiliki tiga hak dan dia memiliki hak tetangga yang paling utama. Adapun tetangga yang memiliki satu hal adalah tetangga musyrik, tidak ada hubungan kasih sayang dengannya (tidak senasab). Baginya, hanya hak tetangga. Adapun yang memiliki dua hak tetangga adalah tetangga Muslim, dia memiliki hak sebagai orang Islam dan hak sebagai tetangga. Adapun yang memiliki tiga hak adalah tetangga Muslim yang memiliki ikatan kasih sayang (senasab). Dia memiliki hak tetangga, hak Islam, dan hak saudara senasab.

Catatan: Menurut Kiai Hasan (2020) terkait hadist macam-macam tetangga tersebut, bahwa Imam Nuruddin al-Haitsami rahimahullah berkata, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar; dari syekhnya (gurunya), Abdullah bin Muhammad al-Haritsi, dan dia adalah wadhaa’ (pemalsu hadits). Oleh karena itu, hadits ini telah didhaifkan (al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadits Maudhu’ah, Nomor 134). Imam al-Iraqi mengatakan bahwa hadits ini dikeluarkan oleh al-Hasan bin Sufyan dan al-Bazzar (dalam kitab Musnad mereka), Abu Syekh (dalam kitab ats-Tsawab), Abu Nu’aim (dalam kitab al-Hilyah, dari hadits Jabir, dan Ibnu Adi dari Ibnu Umar – kedua jalur ini adalah dhaif. Lihat kitab Takhrij al-Ihya’, 4/ 498, Nomor 1. 998). Imam Muhammad Thahir al-Hindi al-Fatani (dalam kitab Tadzkirah al-Maudhu’at, hlm, 203), dan Syekh al-Albani dalam berbagai kitabnya (Dha’if al-Jami’. No. 2.674, dan as-Silsilah adh-Dha’ifah, Nomor 3.493, dan lainnya). Wallahu ‘alam.

Bersambung.

Sumber rujukan:
Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.
Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.
Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.
Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

Semarang, 5 November 2022
Ditulis di Rumah jam 04.00-04.10 Wib.

• Thursday, November 03rd, 2022

Madrasah di Rumah (12): Bacaan ‘Itidal dan Tahyat

Oleh Agung Kuswantoro

Untuk madrasah kali ini, saya dan kedua anak saya akan belajar bersama tentang bacaan ‘itidal dan tahyat. Hasil pengamatan dan observasi yang saya amati bahwa anak saya (Mubin dan Syafa’) belum memahami bacaan ‘itidal dan tahyat.

 

Sedangkan untuk anak saya yang nomor dua (Syafa’) lebih menekankan pada “mendengar” dan “menirukan” apa yang mendengar, sehingga metode yang saya gunakan adalah praktik. Artinya: Mubin dan Syafa’ dalam membaca, juga mempraktikkan gerakan itidal dan tahyat.

 

Mubin membaca bacaan dari kitab fasolatan didampaingi oleh saya dan istri saya, Lu’lu’ Khakimah. Semoga saya dan Anda mampu mempraktikkan dalam salat kita dengan khusyuk. Amin. []

 

Semarang, 1 November 2022

Ditulis di Rumah jam 06.48 – 06.50 Wib.