Menikmati Tadarus
Oleh Agung Kuswantoro
Akhir-akhir ini, saya berdua bertadarus dengan salah satu mahasiswa FMIPA UNNES. Ia selalu datang lebih dulu di masjid. Padahal, kostnya, di depan Rektorat Banaran. Sedangkan letak masjid di Sekaran. Ia membawa motor.
Tadarus yang saya terapkan ini tergantung pada teman yang mengaji. Misal, yang datang itu anak-anak, maka tadarus konsennya pada bacaan anak tersebut, dengan surat pendek. Itupun diulangi bacaannya. Tidak cukup sekali.
Jika yang datang orang dewasa dan telah memahami bacaan, maka konsen tadarusnya pada tajwidnya. Bahkan, ghorib.
Untuk saat ini yang sering (baca: rajin) datang adalah mahasiswa FMIPA UNNES itu. Maulana namanya. Ia sudah punya dasar mengaji di pesantren. Ia sudah memahami kitab tajwid Hidayatussibyan. Bahkan, ia kritis dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, bacaan-bacaan imalah, isymam, dan bacaan “aneh” lainnya.
Gaya tadarus dengannya pun berbeda. Saya konsen pada konsep. Kitab ghorib yang saya bawa. Saya menjelaskan konsep-konsep yang ada di ghorib. Ia menyimak dan melafalkan ayat-ayat yang ada dalam konsep tersebut.
Bagi saya, orang yang datang (meski hanya satu), untuk bertadarus adalah tamu Allah. Satu saja, yang hadir itu sudah luar biasa. Dari situlah, kita “kenceng” dengan materi.
4 hari lagi tadarus di masjid berakhir. Selanjutnya, saya akan konsen dengan ibadah yang bersifat individu, seperti ‘itikaf. Atau, konsen mudik bagi yang rumahnya jauh. Toh, kita adalah perantau.
Maulana, tetap semangat mengaji. Khatamkan konsep-konsep yang ada di ghorib. Hari ini saya bawakan kitab Nahwu Alfiyah. Sebagaimana, pertanyaannmu mengenai Imalah. Di dalam kitab tersebut, ada bab tentang Imalah.
Semoga Allah selalu memberikan keberkahan dan manfaat untuk kita dari setiap rizki yang telah diberikan kepada kita. Amin.
Semarang, 27 Mei 2018
Recent Comments