Cara Menyantuni Anak Yatim
Oleh : Agung Kuswantoro
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga sampai ia dewasa” (QS. al-An’am : 152).
Hari ini, Jumat 22 Muharram 1442 Hijriyah. Satu pekan lagi akan memasuki bulan baru yaitu Sofar. Sebelum masuk pada bulan Sofar. Mari kita evaluasi atas kejadian yang terjadi pada bulan Muharrom.
Pada bulan Muharrom banyak kegiatan berupa menyantuni anak yatim. Hal ini sesuai dengan sunah Rosul yaitu Nabi Muhammad SAW yang dekat dengan anak yatim. Yang menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana al-Qur’an memandang dan cara menyantuni anak yatim?”
Menurut Shihab (2010) dalam buku “Membumikan al-Qur’an Jilid 2” ada 12 surat di al-Qur’an yang membahas anak yatim. Ke-12 surat tersebut dibagi menjadi dua yaitu periode Mekkah dan Madinah
Ayat periode Mekah yang membahas anak yatim cenderung pada penekanan akidah, seperti masyarakat Mekah yang tidak menghormati anak yatim (al-Fajr:17). Kemudian, ayat yang menceritakan pengalaman bahwa Nabi Muhammad SAW yang seorang yatim (QS. ad-Dhuha:9). Dan tujuh ayat periode Mekkah lainnya yang membahas anak yatim.
Ayat periode Madinah lebih banyak membahas penerapan syariat agama. Mengenai ayat dalam periode Madinah mengenai anak yatim membahas menjaga perasaan anak yatim (an-Nisa:8). Ada juga ayat yang membahas tentang pengelolaan harta anak yatim (an-Nisa:5). Dan, beberapa ayat lainnya yang membahas tentang anak yatim.
Lalu, bagaimana kenyataannya dalam masyarakat terkait pandangan anak yatim berdasarkan ayat-ayat al-Quran di atas?
Berdasarkan para pakar, ada beberapa daerah yang sudah pada taraf periode Madinah. Dan, ada beberapa daerah yang sudah menerapkan ayat tersebut pada periode Mekkah.
Artinya, kualitas dan pemahaman akan memahami ayat al-Qur’an terkait anak yatim itu berbeda-beda.
Ada daerah tertentu yang cara menyantuni atau mengasihi anak yatim dengan mengundang dalam suatu acara. Ada pula daerah tertentu, yang cara menyantuni atau mengasihi anak yatim dengan datang ke rumah anak yatim tersebut.
Suara Merdeka edisi 4 September 2020 halaman 16 memberitakan cara menyantuni anak yatim dengan datang ke hotel dan menikmati fasilitasnya. Hotel Braling, namanya di Purbalingga.
Dalam acara tersebut anak yatim yang hadir. Bukan dihadirkan. Artinya, anak yatim menjadi sosok yang dihormati. Anak yatim tampil dengan kemampuannya. Lalu, direspon oleh anak yatim yang lain.
Mereka diberi motivasi kehidupan seperti kesuksesan anak yatim yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang yatim saja bisa sukses. Motivatornya berasal dari anak yatim yang sukses.
Bukan materi untuk pengunjung umum, dimana orang lain yang hadir. Mereka/orang tersebut diberi materi menyantuni anak yatim. Padahal anak yatimnya berdiri di panggung.
Berbeda dengan daerah lainnya. Anak yatim diundang dalam suatu acara. Kemudian, ia dipanggil namanya, dan maju. Lalu berdiri di panggung yang disaksikan oleh banyak pengunjung. Singkat cerita anak yatim tersebut ditepuktangani oleh peserta yang hadir.
Model yang kedua ini, menurut pakar psikologi pendidikan kurang tepat. Mengapa? Mental anak yatim tersebut dijatuhkan di depan orang banyak.
Secara teori, bahwa orang yang maju ke panggung adalah orang yang memiliki prestasi. Orang yang berdiri di podium, pasti memiliki suatu kemampuan.
Orang yang memenangkan juara renang, pasti akan naik ke podium. Orang yang rangking satu di kelas, pasti ia akan dipanggil menuju panggung. Mereka, yang menuju panggung dan berdiri di podium adalah orang yang memiliki prestasi.
Namun, jika ada tradisi dimana acara penyantunan anak yatim dengan model “menepuktangani” anak yatim di depan panggung, maka tidak tepat. Yang ditampilkan adalah kasihannya, anak yatim tersebut. Bukan, prestasi anak yatim tersebut.
Menurut Chomariah (2014), salah satu cara memuliakan anak yatim adalah melembutkan hati anak yatim. Mengapa? Karena anak yatim sangat “rapuh” dan “labil” dalam permasalahan hati.
Bisa jadi, fisik anak yatim itu sehat dan bergas. Tapi, batinnya itu lemah. Karena, ada anak yatim yang kaya. Namun, kayanya belum tentu ‘mengantarkan’ kepada kebahagiaan. Karena, jiwanya masih “rapuh”.
Orang bijak mengatakan, bahwa anak yatim yang dikasihi adalah jiwanya dulu. “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Bukan, “Bangunlah badannya dulu, kemudian bangunlah jiwanya”. Bangunlah hati anak yatim terlebih dahulu. Baru setelah itu, fisiknya.
Artinya, apa? Pemberian uang, bukan segala-galanya bagi anak yatim. Karena bisa juga, anak yatim tersebut itu kaya dan sangat kaya. Namun “kasih sayangnya” yang ia peroleh “miskin”. Kaya harta tapi, miskin kasih sayang.
Oleh karenanya, datangilah anak yatim. Bukan diundang anak yatim itu. Buatlah kegiatan untuk anak yatim. Bukan memberikan hanya berupa harta/uang kepada anak yatim.
Tetapi, berilah motivasi dan semangat hidup untuk anak yatim. Bukan, memberi keminderan mental dengan berdiri dan ditepuktangani di depan panggung.
Pahamilah ayat-ayat mengenai anak yatim. Bertahap dalam memahami ayat anak yatim. Dari ayat periode Mekkah dulu. Baru, periode Madinah.
Secara umum ayat yang berbicara anak yatim pada periode Mekah berisi tuntunan untuk memperhatikan sisi kejiwaan dan akhlak anak yatim. Tidak secara tegas, bahwa ayat al-Qur’an periode Mekah membahas pemberian material/uang/harta kepada anak yatim.
Sedangkan, ayat al-Qur’an tentang anak yatim periode Madinah, berpesan perlunya menjaga perasaan anak yatim dalam masalah harta. Pada periode Madinah dibahas masalah harta anak yatim.
Demikian khutbah singkat ini, ada beberapa simpulan yaitu:
1. Al-Qur’an sangat peduli terhadap anak yatim. Tercatat ada 12 ayat yang membahas anak yatim. Kedua belas ayat tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu ayat periode Mekah dan periode Madinah.
2. Ayat periode Mekah lebih menekankan jiwa/batin anak yatim yang lebih penting/utama daripada material/harta dalam menyantuni atau mengasihi anak yatim.
3. Ayat periode Madinah lebih menekankan perasaan anak yatim dalam masalah harta. Mendekati harta anak yatim saja dilarang, apalagi mengambilnya.
4. Cara menyantuni anak yatim dengan mengundang, memanggil dan menepuktangani di panggung, menurut para ahli psikologi pendidikan itu kurang tepat. Karena “menjatuhkan” mental anak yatim.
5. Datangilah anak yatim dengan membuat kegiatan positif atau memotivasi hidup. Karena, kasih sayang mental itulah yang sangat dibutuhkan bagi anak yatim dibanding dengan pemberian berupa harta/uang.
Mari, bijak dalam menyantuni anak yatim. Pelajari ayat-ayat pada al-Qur’an tentang anak yatim yang berjumlah dua belas ayat yang terbagi dalam periode Mekah dan periode Madinah. []
Semarang, 6 September 2020. Untuk disampaikan pada tanggal 11 September di Masjid Nurul Iman Sekaran. Ditulis di Rumah jam 20.00 – 21.00 WIB.
Daftar Pustaka:
Chomaria, Nurul. 2014. Cara Kita Mencintai Anak Yatim. Solo: Aqwam.
Shihab, Quraisy. 2011. Membumikan Al-Qur’an jilid 2. Jakarta: Lentera Hati.
Suara Merdeka, Jumat (4 September 2020 hal. 16). Anak Panti Asuhan Diajak Menginap di Hotel Braling.
Recent Comments