Pindah (2): Suparjo Ke Lampung
Oleh Agung Kuswantoro
Pembicaraan kita kemarin mengenai “pindah”, berasal dari pikiran. Jadi, kalau mau berubah (baca:pindah) berawal dari pikiran dulu. Bukan, berawal pada tindakan. Jika berawal dari tindakan, maka yang ada hanya perintah atau menyuruh. Pendewasaan itulah awal dari “pindah”. Karena, ia sudah merenungkan akan kehidupannya.
Saya memiliki sahabat, yang kemarin baru keterima PNS. Ia bernama Suparjo. Ia melakukan “pindah” setelah berpikir dalam kehidupannya. Ia mau apa? Usianya masih muda. Alhamdulillah sudah menikah. Istrinya, orang Semarang, sedangkan ia berasal dari Lampung.
Ia sudah melakukan perpindahan, mulai dari kuliah di UNNES, hingga menikah. Saat “pindah”, pastinya ia kesusahan. Menikah saja, istrinya malahan berada di Wonogiri. Sedangkan, ia berada di Semarang. Sehingga, walaupun sudah menikah, kehidupannya terpisah.
Lalu, keduanya memutuskan untuk bersatu dalam kehidupannya. Istrinya memutuskan ke Semarang. Ia akan mencari pekerjaan di Semarang. Ia memilih menemani suami di Semarang, dibanding di Wonogiri. Segala persiapan perpindahan pun, dilakukan. Ada pindah barang dari kontrakan Wonogiri ke Semarang. Suparjo juga memindahkan barang-barangnya ke kontrakan baru di Semarang.
Semua serba ngontrak. Karena, mereka ingin hidup mandiri. Susah, pastinya mereka jalani. Saya melihat betul, saat mereka boyongan. Cukup modal motor metik mereka bolak-balik ambil barang. Terakhir, mereka pindah ke Lampung. Suparjo keterima PNS di Lampung. Ia “pindah” sendiri ke Lampung untuk pemberkasan PNS. Kalau pindah fisik dan barangnya, ia menggunakan motor metik. Pergi dari Semarang ke Lampung memakai motor metik dengan penuh bawaannya.
Rekoso? Ya, jelaslah. Barangnya full semotor. Belum, lagi kalau mau ngisi pertamax/pertalite, ia harus bongkar pasang. “Saya menanyakan kabar dia, sudah sampai ke Lampung?” Ia menjawabnya, “sudah”. Kemudian, menceritakan bahwa ia sempat bongkar pasang barangnya hingga tiga kali. Perjuangan sekali ya. Padahal, ia keterima PNS. Proses pindahnya sebegitunya.
Maknanya, “pindah” itu bukan hanya fisiknya, tetapi pikiran dan semangatnya. Fisik dan pikiran sehat, belum tentu ia mau “pindah”. Karena, “pindah” membutuhkan semangat yang kuat. Dalam proses “pindah”, pasti ada kesusahan. Ia akan menjalani kesusahannya. Sabar, kuncinya. Dan, tetap berdoa kepada Allah.
Jadi, “pindah” itu bukanlah hal mudah. Namun, jika tidak “pindah”, maka hidupnya ajeg/tetap. Hanya di situ saja. Tidak ada perubahan. Sama halnya, kita/lembaga dibutuhkan “pindah”. Minimal, “pindah” pikiran saja dulu. Fisiknya nanti. Sehingga, dibutuhkan orang yang mau berpikir dalam (sebelum) bertindak. Insya Allah, jika kita “pindah”, kita akan menjadi lebih baik.
Bersambung
Semarang, 14 Januari 2019
Recent Comments