Bertemu Gus Ulil dan Gus Mus
Oleh Agung Kuswantoro
Semenjak saya menikah dengan Lu’lu’ Khakimah yang berasal dari Sulang, Rembang (2012), menjadikan saya sering bolak-balik ke kota yang sangat santri tersebut. Ada yang tertanam dalam pikiran saya mengenai kota Rambang, bahwa kota tersebut banyak ulama yang mahir dalam membaca & menulis kitab kuning dan huruf pegon, serta mahir dalam hal keagamaan secara “kaffah”.
Saya yang berasal dari Pemalang yang notabene belum pintar dan masih ingin belajar, menjadi tertarik untuk menggali tokoh-tokoh Agama yang berasal dari Rembang. Sekitar sepuluh tahunan ini, saya tertarik dengan kedua tokoh yaitu Gus Mus dan Gus Ulil.
Ada beberapa tulisan yang pernah saya tulis mengenai kedua tokoh tersebut diantaranya:
https://agungbae123.wordpress.com/2017/03/10/gus-mus-luar-biasa/; https://agungbae123.wordpress.com/2017/06/23/bertemu-mustofa-bisri-dan-ulil-absor/; dan https://agungbae123.wordpress.com/2021/12/28/model-tasawuf-kajen-yang-menghadirkan-solusi/
Setiap kali saya pulang ke Sulang, Rembang saya mengusahakan saat solat Jumat di Masjid Agung Rembang. Dalam tulisan di atas, saya menuliskan: pernah melihat Gus Mus saat solat Jumat di Masjid Agung Rambang, saya pernah ke pondok pesantren dan bertemu dengan santri yang diasuh oleh Gus Mus untuk membeli buku-buku karya Gus Mus, dan saya pernah ke toko kitab/buku di Jalan Kartini—yang dikelola oleh Pak Naf’an—membeli buku-buku/kitab-kitab karya KH Bisri Mustofa.
Jumat kemarin (29 April 2022), atas izin Allah Swt saya melihat kedua tokoh “idola saya” (lagi) yaitu Gus Mus dan Gus Ulil di Masjid Agung Rembang saat Jumatan. Saya Jumatan bersama kedua anak saya (Mubin dan Syafa). Saya menyampaikan ke Mubin, bahwa ada kedua guru Abi yang biasa diikuti di Facebook dan Youtube yang ngajari kitab “Kasidah Burdah” dan “Ihya Ulumuddin”.
Saya termasuk Santri Online (SO) yang dikelola oleh Mba Admin (Mba Ienas Tsuroiya). Saya Alhamdulillah aktif mengikuti tulisan Gus Ulil yang ada di Kompas dan buku-buku terbitan Mizan. Saya kagum dengan kepandaian “Pak Lurah” dalam menyampaikan pesan agama dengan kritis dan mendamaikan.
Entah kenapa, pada hari itu (Jumat) saya memberanikan diri untuk menemui Gus Ulil untuk bertemu. Karena saya “merasa” SO beliau. Beliau adalah guru saya, maka sebagai santri harus menemui dan menghormati untuk bertemu dan salaman. Ternyata, Allah memberikan kemudahan dalam saya bertemu Gus Ulil. Saat saya menghampiri dan mengatakan saya SO-nya, beliau langsung merespon. Namun untuk menemui Gus Mus, saya tidak memberanikan diri untuk salaman, karena Gus Mus orang yang hebat, jadi saya tahu diri. Sebenarnya saya mau, tapi tahu posisilah.
Saat saya sedang berkomunikasi dengan Gus Ulil datanglah Gus Mus yang usai solat Jumat. Saya pun hanya “merundukkan kepala” atau “ndingkluk” sebagai wujud takzim kepada Guru. Dalam hati ingin salaman, tetapi tidak berani. Tahu dirilah, siapa saya.
Alhamdulillah ya Allah, ternyata cita-citaku terwujud pada tahun ini agar bisa bertemu Gus Mus—walaupun belum salaman (apalagi berfoto) dan bertatap secara langsung kepada Gus Ulil – yang selama ini—hanya melalui Facebook. Dalam pertemuan yang sekejap, hanya 3 menitan itu saya bisa berkomunikasi dengan Gus Ulil dan berfoto bersama. Ramah orangnya: malah ngajak tidak pakai masker. Ahamdulillah dalam hati saya, jadi jelas fotonya (foto ada di gambar).
Samoga pertemuan ini bisa berlanjut dalam kajian-kajian yang disajikan/disampaikan oleh Gus Mus dan Gus Ulil secara langsung di rumah saya atau di organisasi/lembaga yang saya ikuti di Semarang. Amin. [].
Ditulis di Rembang, 30 April 2022 jam 04.30-04.55 Wib.
Recent Comments