• Sunday, October 23rd, 2016

 

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Saat tes kesehatan untuk kepentingan status kepegawaian, saya disarankan oleh seorang untuk tes disebuah rumah sakit kota di daerah dengan julukan Atlas. Saya datang sendiri, langsung mendaftar. Kemudian, diberi map yang bertuliskan nama lengkap saya. Di dalam map terdapat blanko-blanko (form-form) yang jumlahnya kurang lebih ada tiga form. Satu form bisa sampai 4 halaman. Tidak hanya satu halaman.

 

Satu per satu saya datangi poliklinik mulai dari mata, THT, laboratorium, rontgen, gigi dan lainnya. Ternyata setiap dokter menuliskan dari hasil pemeriksaan. Ada yang menuliskan di form yang saya bawa, ada pula yang menuliskan di form baru dari polikliniknya. Jadi, yang awalnya hanya ada tiga form, pada hasil akhirnya menjadi lima form.

 

Membawa map atas pemeriksaan tersebut mengingatkan saya pada waktu saya jadi mahasiswa S1 yang membawa berkas dan mengisinya, serta meminta tanda tangan pada setiap bagian-bagian. Bedanya hanya, jika pada tes kesehatan, yang tanda tangan dokter, sedangkan waktu mahasiswa yang tanda tangan adalah dosen.

 

Saya melihat pula, ada perawat yang membawa setumpukan map, yang berwarna-warni. Tidak hanya putih, namun ada yang rangkap. Dalam rangkapan tersebut, ada yang warna merah dan kuning. Kemudian, perawat tersebut melepas masing-masing berkas ke dalam map yang lain. Sembari memperhatikan pekerjaan perawat tersebut, saya sejenak berpikir, apakah ada yang simple dengan pekerjaan perawat tersebut?

 

 

Pada kesempatan yang lain, saya pernah mengantarkan ibu saya berobat  di sebuah yayasan kesehatan milik perusahaan yang berlokasi di kota Bakpia tersebut. Saat datang, saya hanya memberikan kartu identitas ibu saya sebagai pasien. Kartu tersebut seperti KTP atau SIM yang didalamnya ada Barcode. Petugas rumah sakit langsung bisa memanggil data pasien dan petugas tersebut mencari kartu atau catatan riwayat penyakit yang diderita pasien. Kemudian masuk ke ruang dokter. Saat menuliskan resep atau hasil pemeriksaan, dokter tersebut hanya mengetikkan di layar computer. Dimana dapat mendeteksi ketersediaan obat yang ada di apotik dalam sistem informasi tersebut. Bahkan hasil pemeriksaan langsung bisa dilaporkan dengan pimpinan perusahaannya tersebut yang ada di Kota Hujan. Itu pula, saya tidak membawa map yang berisi bermacam-macam form.

 

Saya membayangkan, berapa banyak arsip yang ada di sebuah rumah sakit. Bagaimana manajemen kearsipannya? Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemberkasan, penyimpanan, pemeliharaan, pengamanan, penyusutan, dan pemindahan arsipnya? Saking penasarannya,saya mencoba melihat kantor yang menyimpan arsip di rumah sakit tersebut. Arsip diletakkan di box kardus arsip yang bertuliskan Arsip Rumah Sakit Kota. Box kardus tersebut berjejer di atas lemari dan meja kerja.

 

Satu pasien menyimpan berapa arsip? Menurut saya banyak (baca: lebih dari tiga arsip). Apakah ada jaminan aman dari rumah sakit, apabila arsipnya hilang? Berapa ratus arsip yang ia simpan dalam satu hari? Pertayaan-pertanyaan di atas menjadi pemikiran bagi saya ingin mencoba meneliti arsip di rumah sakit. Ada beberapa alternatif penyelesaian kearsipan di rumah sakit.

 

Pertama, memperkuat sistem informasi. Sebagaimana temuan saya saat mengantar ibu di sebuah rumah sakit yayasan. Ternyata sudah menerapkan sistem informasi tersebut. Saya memiliki aplikasi yang saya namakan e arsip pembelajaran. Karakteristik aplikasi tersebut sangat cocok untuk pendidikan vokasi (SMK) jurusan administrasi perkantoran.

 

Aplikasi tersebut memang hasil penelitian yang saya lakukan. Kesuksesan aplikasi tersebut, saya ingin mencari solusi kearsipan di rumah sakit. Namun, saya butuh data, alur, dan pola kerja (SOP) yang ada di sebuah rumah sakit. Ini yang belum saya dapatkan, terlebih saya seorang pendidik di sebuah perguruan tinggi. Jadi, waktunya terbatas. Bagi sahabat saya yang berprofesi dokter, mohon bantuannya terkait data di atas.

 

Kedua, memunculkan record center. Record center adalah tempat khusus menyimpan arsip. Arsip terdiri dari arsip aktif dan inaktif. Arsip aktif disimpan di unit masing-masing. Masa umurnya kurang lebih lima tahun. Arsip inaktif arsip yang disimpan oleh rumah sakit tersebut, dimana berumur lima tahun ke atas. Arsip di unit yang memiliki nilai guna informasi sudah lebih dari empat tahun, lebih baik disimpan di record center rumah sakit. Bentuk record center ini seperti depo arsip.

 

Ketiga, perkuat sumber daya kearsipan yang kompeten. Dibutuhkan tenaga arsiparis yang kompeten untuk menangani arsip di rumah sakit karena ia mengelola kearsipan yang unit-unitnya berupa poli-poli yang banyak, laboratorium, rontgen, dan unit lainnya. Tidak mudah untuk menata arsip.

 

Keempat, bekerjasama dengan arsip daerah atau nasional. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 disebutkan bahwa dalam rangka penyelamatan sebuah arsip, maka diperlukan pemindahan arsip. Arsip-arsip yang sangat penting, lebih amannya dipindahkan (akuisisi) ke arsip daerah atau arsip nasional. Tujuannya agar arsip tersebut tetap terpeliharan dengan baik, sehingga informasi yang melekat di dalamnya juga terjaga.

 

Itulah catatan kecil saya, mengenai kearsipan di rumah sakit. Tulisan ini sebagai motivasi saya agar tetap eksis dan meneliti arsip. Arsip tak pernah lekang oleh karenanya perlu dirawat, dijaga, dan simpan dengan baik. Masih sedikit orang yang peduli terhadap permasalahan ini.  Sehingga melalui goresan ini diharapkan orang sadar akan arsip. Semoga kearsipan di rumah sakit bisa terselesaikan. Amin.

 

Semarang, 23 Oktober 2016

 

 

• Tuesday, October 18th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoroiceeba

 

Dalam mewujudkan visi UNNES yaitu menjadi kampus berwawasan konservasi dan bereputasi internasional, Fakultas Ekonomi (FE) UNNES menyelenggarakan “ The 1st International Conference on Economics, Education, Business and Accounting (ICEEBA)” di Ramasinta Ballroom, Hotel Patrajasa, Semarang pada Selasa –Rabu, 18 – 19 Oktober 2016.

 

Pembicara dalam konferensi internasional tersebut adalah Joseph M. Mula, Ph. D, FCPA (dari Wuhan, China), Dr. Mohammed Hariri bin Bakri (Malaysia), Franz Gelbke (German), Heri Yanto, M.BA, Ph.D. (Indonesia) , Prof. Rahim MD. Sail, Ph.D. (Malaysia), Mohd. Syaiful Rizal bin Abdu Hamid (UTeM, Malaysia) dan Joop van der Flier (Belanda).

 

Dr. Joseph M. Mula, Ph. D., FCPA menyampaikan materi untuk mempelajari kecurangan dan korupsi di Indonesia. Dr. Mohammed Hariri bin Bakri menyampaikan materi tentang faktor faktor penentu pembagian keuangan di Malaysia. Franz Gelbke, Ph. D. menyampaikan  materi peranan departemen penelitian dan pengebangan di suatu lembaga. Kemudian, Heri Yanto, MBA., Ph.D menyampaikan materi tentang cara menginternasionalilasi kompetensi lulusan akuntansu dengan meningkatkan keterlibatan mahasiswa. Prof. Rahim MD Sail, Ph.D. menyampaikan materi Capacity Building sebagai media untuk pertumbuhan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan di daerah pedesaan. Dr. Mohd Syaiful Rizal Abdul Hamis menyampaikan materi transformasi dari layanan buruk ke layanan hijau. Dan terakhir, Joop van Der Flier menyampaikan materi pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah dan promosi bisnis.

 

Hari pertama (18/ 10) dipaparkan materi dari tujuh pembicara tersebut diatas, sedangkan di hari kedua (19/10) dipaparkan makalah yang berjumlah 69 judul artikel yang terbagi dalam empat (4) bidang yaitu  pendidikan ekonomi, manajemen, akuntansi dan ekonomi pembangunan.

 

Acara dibuka oleh Rektor UNNES, Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum  menjelaskan UNNES sebagai rumah ilmu dan kampus yang berwawasan konservasi sangat mengapresiasi Fakultas Ekonomi yang menyelenggarakan konferensi internasional yang mampu menggandeng beberapa institusi pendidikan dalam dan luar negeri. Keynote speech oleh Prof. Arif Junaidi, Direktur Penjamin Mutu Kemenristek.

 

Acara yang dihadiri oleh peserta dari Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan beberapa peserta konferensi dari Perguruan Tinggi lainnya yang mencapai 200 orang. Acara ini juga disponsori oleh Management Dinamic Conference (MADIC), AFI, PT. Adhi Karya, PT. Hamparan Cipta Griya, Bank Bukopin dan Kompas.

 

Semoga kegiatan ini mampu memberikan kemanfaatan bagi banyak orang, khususnya civitas UNNES guna mempercepat visi UNNES sebagai kampus yang bereputasi internasional.

• Monday, October 17th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Pensiun bukan akhir segalanya. Kita sebagai manusia yang hidup di dunia pasti merasakan pensiun. Apa itu? Kematian. Ya, mati. Saya menganggapnya pensiun dari dunia. Tapi bukan berarti setelah kematian tidak hidup lagi, masih ada kehidupan setelah kematian, yaitu akhirat, berarti hidup yang akhir.

 

Kembali pada permasalahan di atas. Orang yang memutuskan pensiun itulah orang yang hebat. Karena ia berani mati. Mati dari rutinitas yang biasa ia lakukan. Setiap pagi ia berangkat ke kantor, setelah pensiun ia tidak berangkat ke kantor.

 

Cerita di atas merupakan cerita pengantar saya untuk menuliskan tiga tipe orang. Menurut Dony S. Wardhana (2012) dalam buku 100% Anti Nganggur ada tiga orang terhadap peluang, yaitu achiever, save seeker, dan looser.

 

Pertama, looser (pecundang). Ia  mendapatkan peluang besar, tapi hasilnya tetap kecil (peluang > hasil  kecil). Apabila ia mendapatkan uang  banyak, tak lama kemudian uang tersebut pasti habis. Bahkan mungkin masih ditambah hutang. Jika diserahi tanggung jawab, orang tipe looser ini pasti gagal, karena ia tidak memanfaatkan peluang. Parahnya lagi, ia selalu mencari kambing hitam dan tidak bertanggung jawab atas yang ia telah lakukan. Ia selalu mengeluh, dan menyerah setiap  ada masalah. Ia selalu pasrah atau menerima permasalahan, tanpa ada penyelesaian solusi. Yang ia cari hanya bertahan hidup dan takut persaingan. Ia akan selalu mengatakan “tak mungkin, tak bisa, terlalu berat, susah, dan ya,  tapi….”

 

 

Kedua, save seeker (pencari aman). Ia selalu mendapatkan peluang besar hasilnya juga sama besar. Lambang (peluang besar = hasil besar). Apabila peluang kecil, hasilnya pun akan kecil (peluang kecil = hasil kecil). Artinya besarnya hasil sama dengan besarnya peluang. Hal tersebut dikarenakan ia berpikir dan bekerja dengan cara biasa-biasa saja. Tanpa kreativitas. Ia berusaha seadanya. Ia memiliki sifat statis atau senang kemapanan, sehingga yang ia cari kenyamanan dan keamanan. Ia akan selalu mengatakan “saya lihat dulu, saya tunggu, cari aman saja, dan saya sudah berusaha”.

 

Ketiga, achiever (pencapai sukses). Seorang achiever akan mendapatkan hasil yang besar meskipun ia hanya mendapatkan peluang kecil saja. (peluang <, hasil >). Terlebih jika dia mendapatkan peluang yang besar, hasilnya tentu akan jauh lebih besar. Hal itu disebabkan karena ia mampu berpikir, bekerja keras dan cerdas. Ia menganggap pesaing adalah mitra. Yang ia cari adalah perubahan, sehingga perilakunya dinamis. Pantang putus asa adalah sifatnya. Ia akan selalu mengatakan “itu mungkin, saya siap, dan selalu ada peluang”.

 

Ketiga tipe orang tersebut pasti ada disekitar kita. Orang yang berani mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah, maka ia termasuk orang bertipe achiever. Misalnya sebagaimana contoh di paragraf pertama. Ia memutuskan pensiun di waktu muda. Karena ia telah berani menerima peluang kecil untuk hasil yang besar. Ia akan selalu berpikir dan tanpa menyerah terhadap tantangan hidupnya. Lalu, dimanakah tipe kita? Apakah ada di daerah looser? Atau save seeker? Hanya Andalah yang bisa menjawabnya.

 

Salam sukses,

 

 

Daftar Pustaka:

Dony, S. Wardhana. 2012. 100%  Anti Nganggur: Cara Cerdas Menjadi Karyawan Atau Wirausahawan. Bandung: Penerbit Ruang kata (kawan Pustaka)

• Saturday, October 15th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sejak kapan saya suka menonton film? Itulah pertanyaan awal saya saat menuliskan tulisan ini, karena saya bukan penggemar menonton film. Pertanyaan diatas jawabannya adalah saat tulisan ini ditulis, tepatnya dalam perjalanan ke pulau Bali dari Semarang dengan menggunakan bus. Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 24 jam di bus menjadikan sesuatu yang melelahkan. Bagaimana tidak melelahkan? Karena duduk terus selama berjam-jam.

 

Solusi agar tidak bosan dalam perjalanan, bus yang saya naiki dengan fasilitasnya memberikan hiburan film. Selama perjalanan tiga hari ini ada dua film yang saya tonton yaitu AADC 2 dan Satu Jam Saja. Saya yakin banyak orang yang telah menonton film keduanya, terutama AADC 2. Saya sebagai pembedah “gadungan” mencoba mengkajinya dari sisi kata mata saya yang saya pakai.

 

Persamaan kedua film tersebut membahas tentang cinta. Selain itu, bintang film kedua film itu sangat terkenal dan banyak orang yang mengenalnya, siapa yang tidak mengenal Dian Sastro Wardoyo? Siapa yang tidak kenal Nicolas Saputra? Siapa yang yang tidak kenal Vino (lupa nama lengkapnya)? Dan siapa yang tidak kenal Revalina S. Temat? Jawabannya pasti mengenalnya.

 

 

Saya lebih menyukai film satu jam saja karena filmnya logis dan mengajarkan kita bertanggungjawab. Orang yang telah berbuat salah, lebih baik mengakui kesalahan. Kesalahan atau perbuatan dosa jangan larut-larut dihindari atau kabur dari masalah, tetapi mohon maaflah kepada orang yang pernah diperbuat salah. Yang dilakukan oleh Hans, sangat keliru karena ia meninggalkan Gadis saat mengandung janin atas hubungan diluar nikah dengan Hans. Hans seharusnya jangan kabur dari permasalahan atau menghindari Gadis. Hingga Gadis menikah dengan sahabat Hans yaitu Andika (kalau tidak salah). Diujung film tersebut, Hans merasa bersalah ingin meminta maaf kepada Gadis karena tindakannya yang kabur dari permasalahan, namun Gadis sudah terlanjur kecewa dengan Hans, sehingga diakhir hayat hidupnya yang relatif muda kerena sakit, hingga anaknya juga meninggal memberikan maaf kepada Hans, namun melalui Andika.

 

Gadis pun sebelum meninggal berusaha mencintai seseorang yang tidak menghamilinya. Ia memohon waktu dan membuka hati kepada Andika untuk mencintai Andika meskipun hanya satu jam saja.

 

Film AADC 2 lebih banyak tidak logisnya. Masa seorang perempuan bermain dan berjalan-jalan dari siang hingga pagi, dengan teman lamanya yang sudah berpisah sembilan tahun dan tanpa memberi kabar. Padahal status Cinta sudah dipinang dengan calonnya. Patut tdak jika ada perempuan yang keluar hingga pagi hari, Sedangkan ia akan menikah? Pastinya, jika kita sebagai orang Jawa menjawabnya tidak santun atau tidak sesuai dengan norma. Akibat dari pertemuan itu, akhirnya timbullah benih-benih cinta lagi. Singkat cerita, akhirnya Cinta dan Rangga cintanya bersatu kembali.

 

Itulah analisis saya yang pastinya sangat tumpul, karena saya bukan pakar perfilman sebagaimana perkataan saya pada paragraf awal. Terlebih, tulisan ini ditulis di bus. Selamat jalan pulau Bali. Selamat datang Semarang. Semoga sampai tujuan. Mudah-mudahan Allah memberikan kesehatan dan keselamatan kita hingga tiba di kota Atlas.

 

Ditulis di bus waktu sampai Banyuwangi, pada tanggal 3 Agustus 2016

• Friday, October 14th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Surat as-sajadah, surat ke-32 dengan jumlah ayat 30. Sebuah surat yang diturunkan  di Makah. Surat yang berisi keimanan yang kuat. Keimanan ini ditandai dengan:

  1. Kebenaran Al-qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
  2. Penciptaan angit dan bumi, serta apa yang ada diantara keduanya
  3. Allah mengetahui yang ghoib
  4. Penciptaan manusia

 

Keempat tanda keimanan di atas tidaklah mudah. Kebenaran al-qur’an harus diyakini. Orang kafir menganggap Nabi Muhammad sebagai orang yang “mengada-ada”. Menganggap Nabi Muhammad seorang yang tidak waras karena menyampaikan isi (pesan) yang ada di dalamnya. Mereka (kafir) meragukan isi al-qur’an. Namun demikian, berbeda dengan orang yang beriman bahwa al-qur’an adalah sumber kebenaran yang hakiki. Tidak ada keraguan dalam isinya. Bahkan ia dianjurkan bergetar hatinya, saat al-qur’an dilantunkan.

 

Allahlah yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya. Penciptaan ini dilakukan selama enam hari.  Kemudian Allah bersemayam di atas ar’sy. Dia menciptakan sendiri, tanpa ada penolong. Ia esa. Ia berkuasa terhadap apa pun. Kita harus merasa lemah dihadapannya. Membangun rumah saja, kita membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun. Nah, Allah ternyata berbeda dengan kita. Allah menciptakan  bumi dan langit hanya enam hari. Belum lagi, jika kita perhatikan langit, dimana tanpa penyanggah. Bagaimana langit bisa berdiri? Teori apa ini? Jika kita berpikir. Lalu, bagaimana pula saat bumi dihamparkan? Otak kita mungkin “jebol” tidak sampai memikirkan atau mendalami ciptaan Allah yang sangat spektakuler. Jika kita tidak sampai pemikiranya, maka imanilah ciptaan-Nya tersebut. Kemudian, bertasbih.

 

Saat ada orang yang membacakan ayat ke-15 atau kita membacanya, kita dianjurkan untuk sujud tilawah, sebagai bentuk rasa syukur dan pujian kita terhadap Allah atas ciptaan-Nya. Allah mengetahui yang ghoib. Ghoib menjadi kunci tanda orang yang beriman. Segala sesuatu yang ghoib harus kita yakini. Misal, kebenaran surga dan neraka. Dimana tempat itu? Dimana alamatnya? Siapa yang menjaga? Apakah ada penghuninya sekarang? Dan pertanyaan lainnya. Jawaban di atas, tidaklah mudah untuk menjawabnya dibutuhkan keyakinan. Bahkan ilmu yakin sendiri ada tingkatannya yaitu ilmu yakin, ainul yakin, dan haqul yakin. Nah posisi kita ada dimana? Tinggal bagaimana kita mempercayai Allah dengan segala ke-Maha-an-Nya kita sikapi. Jika kita biasa saja menyikapinya, maka keyakinan kita biasa saja. Namun ada orang yang menyikapi dengan ketakutan hingga tangisan saat mendengar kata neraka, maka ia memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang lain.

 

Penciptaan manusia yang diterangkan di ayat 7-9 bahwa Allah menciptakan manusia dari saripati tanah. Ya, saripati tanah. Kita diciptakan dari tanah yang berada dibawah. Kita kecil dan hina. Kemudian ditiuplah roh dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati. Secara penciptaan menusia sempurna bentuknya. Roh menjadi pertanda bahwa penciptaan ini (manusia) itu hidup. Jika diambil rohnya, maka mati. Bayangkan coba, kita buat seniman yang buat patung jelas tidak bisa menghadirkan roh. Allah lah yang mengetahui segala urusan roh. Berapa tiupan roh yang ada di dunia ini? Luar biasa Allah kuasanya.

 

Surat as-sajadah mengajarkan keimanan yang kuat bagi seorang muslim dengan cara meyakini kebenaran al-quran, penciptaan langit dan bumi, beserta isinya, mengetahui yang ghoib dan menciptakan manusia. Mari kita yakini dan pertebal keyakinan kita akan keesaan Allah melalui empat cara tersebut agar hati menjadi tenang dan damai. Amin.

 

• Saturday, October 08th, 2016

Oleh Agung Kuswantoro

 

Semenjak anak saya, Mahmmad Fathul Mubin bermain di Kelompok Bermain Mutiara Hati. Dia menikmati banget kesehariannya di sekolahan tersebut. Dia hanya tiga hari di sekolah yaitu Selasa, Kamis, dan Jum’at.

 

Sebelumnya, ia kesehariannya di rumah. Saat saya bekerja di pagi hari hingga sore, ia bersama uminya, Lu’Lu’ Khakimah. Karena kesehariannya bersama uminya, ia merasa nyaman. Efeknya adalah ketergantungan dengan uminya. Akhirnya kami (istri dan saya) bersepakat untuk melatih dia agar belajar mandiri dengan cara bermain dengan teman-temannya.

 

Melihat kondisi di lingkungan rumah saya, di perumahan Sekarwangi yang sepi, dan sepi saat jam kerja (07.00 – 16.00), maka jelas ia tidak ada teman bermain. Ia bermain dengan uminya. Oleh karena itu, kami menyekolahkan dia di Mutiara Hati. Tujuannya sederhana, yaitu agar ia tidak bergantung dengan keluarga, terutama uminya. Agar ia memiliki teman bermain. Selain itu, agar berani tampil di muka umum dan bersosialisasi.

 

Saat ia bersekolah, alhamdulillah ia merasa nyaman. Sepulang sekolah ia bercerita, bernyanyi, dan menirukan praktek yang diajarkan di sekolah. Ada yang aneh, ia selalu menyebut nama bu Yuli. Sosok baru pula. Bu Yuli masuk dalam keluargaku. Bu Yuli adalah gurunya. Sosok bu Yuli mampu mengambil alih perhatiannya yang selama ini dengan uminya. Umi Lu’Lu’ Khakimah yang saya kenal dulu sebagai guru playgroup di Cahaya Ilmu di Pedurungan dan guru di Sekargading menjadi tergeser.

 

Saya mengenal umi Lu’Lu’ dulunya adalah guru favorit anak didiknya. Setiap anak pasti mengenalnya. Bahkan ada salah satu anak yang tidak mau pulang, hanya karena ingin yang mengantar pulang Umi Lu’Lu’. Lantas, dimana ketenaran umi Lu’Lu? Jawabannya, jaman sudah berbeda. Ketenarannya umi Lu’Lu’ waktu Fathul Mubin belum lahir. Umi Lu’Lu’ waktu itu aktif sekali. Sekarang masuklah bu Yuli. Kami pun meneladani karakter beliau. Beliau yang mengirimkan lagu pembelajarannya. Kami putar lagunya saat kami bermain dengan Muhammad Fathul Mubin.

 

Sekali lagi bu Yuli. Sosok baru bagi Muhammad Fathul Mubin. Ia mampu mengambil perhatian anak saya. Kami senang dengan cara pembelajaran beliau. Kelemahan anak saya, memang saat ia nyaman dengan seseorang maka ia akan mengejar terus dan akan menceritakan kepada orang lain.

 

Terima kasih bu Yuli, bimbingan dan ilmunya yang diberikan kepada anak kami. semoga ibu sehat selalu dan diberi kemudahan dalam hidup. Amin.

 

• Friday, October 07th, 2016

WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.02.37 WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.02.39 WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.39.40 WhatsApp Image 2016-10-05 at 11.07.41 WhatsApp Image 2016-10-07 at 10.07.12

  1. kerdus banyak yang rusak

dampaknya tidak banyak arsip yang ditata

  1. penata dokumen (mba sri) masih disibukkan dengan pekerjaan lain seeprti surat
  2. arsip yang tertata baru akuntansi

berikut dokumentasinya

• Thursday, October 06th, 2016

 

DSC00791

Hati senang dan tenang saat bertemu dengan Dr. Sutanto, S.Si, DEA, pakar math motivation dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Beliau sekarang menjabat sebagai staf ahli Wakil Rektor 3. Dulu pernah menjabat juga sebagai Ketua Pusat Komputer (Puskom) UNS, dan Pembantu Dekan I, FMIPA UNS.

Kesan saya bertemu beliau adalah sederhana dan banyak sedekah. Ia membangun mathpedia, dimana orang bebas menanyakan berbagai persoalan mengenai matematika. Ia pun menjawabnya dengan detail.

Buku yang ia tulis banyak, salah satu yang best seller adalah mengenai Habibie, namun royalty-nya disumbangkan ke sekolah alam yang ia dirikan.

Beliau mahir ilmu matematika terapan. Studi strata tiga ia tempuh di Perancis. Ia seorang yang dermawan juga. Ia membagikan bubur gratis tiap hari. Selain itu, ia sangat peduli dengan perkembangan teknology (TI) dan ia pun terampil di keahlian tersebut.

Singkatnya, saya kagum pada kepribadian beliau yang mau belajar. Buktinya, karya penelitiannya digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, beliau taat kepada Allah. Semoga pertemuan hari ini memberikan keberkahan untuk kita. Semoga pula saya bisa meneladani seperti beliau. Amin.

 

 

 

• Friday, September 30th, 2016

 

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun  lagi Maha Penyayang” (Al Baqarah : 218)

Alhamdulillahirobbil’alamin, rasa syukur perlu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan waktu, sehingga sebentar lagi kita akan menikmati tahun baru Islam yaitu tahun 1438 Hijriah. Ya, hijrah bukan hal yang mudah. Kemudahan itu tidak muncul dalam sesaat, namun perlu ada persiapan batin. Mari kita lihat ayat yang khotib bacakan di atas.

Pertama, orang beriman. Untuk mengawali sesuatu pekerjaaan pasti diawali dengan motivasi yang tinggi. Agama mengajarkan pentingnya niat. Niat harus dilakukan diawal. Pekerjaan akan menjadi bernilai tergantung pada niatnya. Misal, kita beli baju untuk diamalkan untuk sholat, maka pekerjaan mulai dari  melepas kancing hingga berhias di depan kaca menjadi nilai ibadah. Berbeda dengan kita membeli baju untuk menunjukkan kelebihan atau keunggulan atas kemampuan kita membeli baju yang mahal, maka pekerjaan saat memakai hingga menunjukkan baju tersebut kepada orang lain menjadi ria.

Ketika Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya berhijrah, motivasi dan niatnya adalah memperoleh ridho Allah. (Lillahita’ala). Menjelang hijrah, kaum muslim berada  dalam posisi yang lemah dan teraniaya. Namun, keyakinan mereka akan datangnya kemenangan tidak pernah sirna. Mengapa demikian? Karena tebalnya iman mereka kepada Allah SWT. Inti atau eksistensi dasar yang ditanamkan Rasul kepada sahabatnya waktu di Mekkah (sebelum hijrah) adalah prinsip keimanan. Ya sekali lagi iman. Atau orang menyebut keyakinan. Iman menjadi pondasi yang kokoh karena akan membentengi manusia dan mengantarkan kepada optimisme.

Dalam hadist arbain nawawi disebutkan Amirul Mukminin Abu Hafash Umar bin Khottob berkata, saya telah mendengar Rosululloh berkata: Sesungguhnya semua amal disertai dengan niat, dan setiap orang akan melakukan tergantung niatnya, barang siapa yang hijrahnya itu menuju kepada keridhoan Allah dan Rosulnya, maka hijrahnya kepada Allah. Dan barang siapa yang hijrahnya itu karena tujuan dunia (harta, kekayaan, kemegahan) yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu pun kepada sesuatu yang akan ditujunya.

Gambaran orang beriman adalah orang yang sedang naik perahu di tengah-tengah laut yang luas, anginya kencang, dan perbekalan yang minim, namun ia memiliki kepercayaan akan menemukan pulau yang dapat ditempati untuk istirahat. PERCAYA atau YAKIN menjadi kuncinya.

Muhammad Rasyid Ridho dalam tafsir Al-Manar mengatakan iman membangkitkan sinar dalam akal, sehingga merupakan petunjuk jalan ketika berjumpa dengan keraguan. Dengan iman, seseorang akan mudah mengatasi batu yang menghalangi jalan kehidupan yang menyengsarakan. Dengan iman, mampu melihat atau menembus sesuatu yang tersirat dari yang tersurat, dari yang tidak jelas menjadi jelas.

Penekanan waktu Nabi Muhammad SAW berdakwah di Mekkah adalah keimanan. Misal, Bagaimana kita menyembah sesuatu yang aku tidak lihat? Bagaimana pula Allah melihat kita? Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan keimanan. Allah tidak dapat dilihat oleh mata, tapi dapat dijangkau dengan hati. Allah dekat dari segala sesuatu, tetapi tidak dapat disentuh. Allah jauh, namun tetap bersama segala sesuatu.

Perasaan akan adanya Allah dalam jiwa adalah sebagaimana hidup kita. Perasaan itu tidak dapat dipisahkan kasih sayang ibu kepada anaknya, atau suami kepada istrinya. Perasaan tersebut harus dipelihara, diasah, diasuh agar tidak luntur dan berkurang. Itulah perasaan akan adanya Allah dalam hati. Ya, kasih sayangnya sangat terasa.

Kedua, pengorbanan. Ketika Rosululloh menyampaikan kepada Abu Bakar bahwa Allah akan memerintahkannya untuk berhijrah dan mengajak sahabatnya berhijrah bersama, Abu Bakar menangis. Dan, seketika itu juga Abu Bakar yang notabene kaya raya langsung membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rosul untuk memilih yang dikehendakinya. Rosul mengatakan: Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku. Unta ini kuserahkan untukmu. Baiklah, tapi aku akan membayar harganya.

Perkataan Nabi Muhammad SAW menunjukkan penolakan atas pemberian hadiah oleh Abu Bakar. Nabi Muhammad menginginkan pembelian atas unta tersebut. Bukankah Abu Bakar adalah sahabatnya? Dan, bukankah Nabi Muhamamd SAW sebelumnya selalu menerima pemberian hadiah Abu Bakar? Namun mengapa di kasus ini menolak pemberian hadiah Abu Bakar?

Ternyata Rosululloh mengajarkan kepada kita untuk mencapai suatu besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang yang akan melakukan. Tidak semuanya diterima dengan gratis. Beliau bermaksud hijrah dengan segala daya yang dimilikinya yaitu tenaga, pikiran, dan materi bahkan nyawa menjadi taruhannya. Dalam kasus ini, Nabi mengajarkan kepada Abu Bakar dan kita bahwa dalam mengabdi atau beribadah kepada Allah, janganlah mengabaikan sedikit kemampuan yang kita miliki.

Dalam ayat lain Allah berfirman Katakanlah: Jika bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta kekayaan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rosul-Nya dan dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (at-Taubah:24)

Ketiga, makna hidup dan tawakal. Saat Nabi akan hijrah memerintahkan kepada Ali bin Abi Tholib untuk tidur di kamarnya sambil berselimut untuk mengelabuhi kaum musrikin. Pada hakikatnya, sahabat Ali mempertaruhkan jiwa dan raganya demi membela Allah. Ia siap mati. Hal ini menjadi pembelajaran kita. Mengapa sahabat Ali mau melakukan pekerjaan dengan resiko mati? Ternyata beliau mengajarkan kita untuk melakukan ibadah atau kewajiban kepada Allah, tidak memandang berapa usia kita. Lakukanlah ibadah atau pekerjaan hari ini, tanpa menunda hari esok. Dan, harus yakin ada kehidupan yang kekal. Itulah makna hidup, dimana ada kehidupan setelah kematian.

Saat bersembunyi di gua Tsur, Nabi Muhamamd bersama Abu Bakar, Abu Bakar merasa takut dan gundah, kemudian Nabi mendamaikan dengan kalimat “La tahzan inna allahu ma’ana (Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita).

Ternyata Nabi Muhamamd bukanlah orang yang egois. Beliau mengatakan kita, Allah bersama kita. Tidak bersamaku. Kalimat tersebut menunjukkan kepasrahan total. Karena sudah tidak ada yang menolong, kecuali Allah. Padahal, dulu waktu perang Badar, Nabi Muhammad yang gusar dan panik karena situasi perang saat itu. Berbeda saat hijrah, meskipun minim persiapan, namun tawakal atau kepasrahan yang total dan usaha yang maksimal mampu melaksanakan perintah hijrah dengan baik. Semoga kita bisa mengambil hikmah peristiwa hijrah, yaitu:

  1. Iman menjadi modal utama, meskipun minim persiapan
  2. Pengorbaban dibutuhkan saat kita akan melakukan tujuan atau pekerjaan yang besar
  3. Hidup harus dipasrahkan secara total kepada Allah, meskipun resikonya adalah kematian.

Semoga kita bisa mengambil hikmah tersebut. Amin.

 

 

• Tuesday, September 27th, 2016

agung bercerita arsip

Judul                 : Agung Bercerita Arsip

Penulis               : Agung Kuswantoro

Peresensi           : Musliichah (Arsiparis Berprestasi Tingkat Nasional 2012)

Penerbit             : Salemba Humanika

Tahun                : 2015

ISBN                 : 978-602-1232-26-2

Halaman            : 184 halaman

 

Buku ini memberikan gambaran cara seorang “publik” mencintai arsip dan mengekspresikan cintanya pada arsip melalui tulisan. Ekspresi cinta ini merupakan rangkuman dari pengalaman bergelut dengan arsip melalui penelitian dan praktik pengabdian. Artikel-artikel dalam buku ini memberikan wacana empiris tentang proses arsip tumbuh dan memberikan kehidupan dalam sebuah organisasi. Gagasan penulis tentang arsip dituangkan dalam dua bagian. Bagian pertama menyajikan berbagai tulisan hasil kajian dan penelitian; dan bagian kedua menyajikan berbagai tulisan tentang arsip berdasar pengalaman di bidang kearsipan.

Bagian pertama yang berisi berbagai artikel dan makalah yang pernah penulis susun dan dipresentasikan dalam “mimbar ilmiah” sebagian besar bertema tentang arsip elektronik. Hal ini menggambarkan tuntutan publik untuk mendorong lahirnya era otomasi arsip. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta merebaknya budaya digital di tengah kehidupan masyarakat menjadi pemicu dan pendorong keinginan lahirnya otomasi atau digitalisasi arsip. Fenomena ini ditangkap oleh penulis dan menjadi sumber ide atau gagasan penulis. Berbekal latar belakang ilmu administrasi perkantoran penulis mencoba melahirkan ide atau gagasan tentang cara arsip diwujudkan dalam bentuk digital atau sering disebut arsip elektronik. Tentu saja ide atau gagasan penulis ini sangat kekinian dan berusaha memberikan jawaban atas tuntutan publik yang “melek” teknologi. Arsip elektronik atau penulis sebut dengan e-arsip ditawarkan sebagai sebuah solusi kearsipan yang simpel dan sederhana yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan modern masa kini. Konsep e-arsip dapat dibaca dalam artikel berjudul “E-Arsip: Simpel dan Dibutuhkan”.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mengelola arsip elektronik? Pertanyaan ini dapat ditemukan jawabannya pada makalah-makalah yang pernah disampaikan oleh penulis di berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah baik di lingkungan perguruan tinggi maupun pemerintah daerah. Makalah­-makalah tersebut juga menyajikan berbagai landasan spirit tentang arsip elektronik untuk mewujudkan upaya konservasi/ paperless dalam penciptaan arsip.

Mendorong lahirnya budaya arsip elektronik tidak semudah membalik telapak tangan. Ada faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan budaya tersebut yaitu SDM. SDM kearsipan atau sering disebut arsiparis khususnya terkait kompetensi arsiparis dalam penguasaan TIK menjadi penentu arsip elektronik dapat dikembangkan di sebuah institusi. Sudah banyak dibicarakan publik bahwa SDM kearsipan di Indonesia masih rendah baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Kualitas SDM kearsipan salah satunya adalah kompetensi dalam penguasaan TIK. Menjawab permasalahan tersebut, penulis menawarkan sebuah gagasan taktis cara meningkatkan kompetensi arsiparis tersebut.

Makalah berjudul “Menggagas Arsiparis Kompeten melalui Arsip Elektronik (E-Arsip) berbasis Microsoft Acces pada Fakultas Ekonomi UNNES” memaparkan cara merancang aplikasi yang friendly untuk para arsiparis dalam mengoperasionalkan arsip elektronik. Stretegi peningkatan kompetensi arsiparis dalam bidang TIK dapat juga diambil dari artikel berjudul “Peningkatan Pembelajaran Praktik Kearsipan dengan Digital Automatic Filing Cabinet (DAFC)”. Gagasan yang bersifat konseptual terkait manajemen arsip elektronik penulis sajikan dalam artikel “Model Manajemen Kearsipan sebagai Upaya UNNES Meraih Sertifikat ISO 901:2008 (Kajian Konseptual)”.

Berbagai praktik atau implemantasi manajemen arsip elektronik dapat dipelajari dari artikel-artikel disajikan  artikel yang disajikan dalam bagian 2 yang berisi kumpulan pengalaman penulis dalam melakukan kegiatan pengabdian atau pendampingan penataan arsip di berbagai instansi baik perguruan tinggi maupun non perguruan tinggi. Bidang-bidang kearsipan yang diulas berdasarkan pengalaman penulis antara lain manajemen arsip Bagian Sintensis di PT. KAI DAOP IV Jateng, diskusi tentang perumusan sistem kearsipan, proses penyusunan pedoman pola kearsipan yang diambil dari pengalaman di Badan Konservasi UNNES dan Fakultas Hukum UNNES. Materi yang disarikan dari pengalaman penulis lainnya adalah seputar kegiatan pelatihan kearsipan, apresiasi kearsipan melalui lomba, dan praktik penataan arsip. Kegiatan penataan kearsipan tentu membutuhkan prasarana dan sarana. Keberhasilan penataan arsip ditentukan oleh ketepatan perencanaan kegiatan yang di dalamnya mencakup rencana kebutuhan prasarana dan sarana. Pengalaman  merancang kebutuhan prasarana dan sarana kearsipan dalam penataan arsip dituangkan dalam artikel berjudul “Perlunya Identifikasi Kebutuhan”. Hal-hal yang sifatnya pribadi terkait cara penulis memandang, mengakui, dan menerima arsip banyak diungkapkan dalam berbagai tulisannya seperti dalam artikel “Aku dan Keinginanku”, “Arsip Via Telepon Genggam (HP)”, dan “Pria Panggilan Tak Bertarif’.

Kumpulan tulisan-tulisan yang dirangkum dalam buku ini benar­-benar menggambarkan “cara Agung memandang arsip”, sehingga lahir cerita-cerita Agung tentang arsip. Tulisan ini dapat menjadi bahan referensi riil tentang fenomena dan dinamika kearsipan yang sedang tumbuh di sekitar kita. Kita dapat memperoleh gambaran kekinian tentang arsip. Gambaran ini tentu dapat menjadi masukan yang penting bagi orang yang bergerak di bidang kearsipan untuk merumuskan konsep kearsipan baik pada level kebijakan maupun manajemen praktisnya. Publik yang masih awam dengan kearsipan dapat mencerna dan memahami tulisan ini dengan lebih mudah karena tulisan-tulisan dalam buku ini disajikan dengan ragam bahasa yang membumi bukan teori­-teori yang saat ini mungkin hanya bisa dikonsumsi oleh sebagian kecil masyarakat saja. Dengan demikian buku ini dapat menjadi jalan masuk bagi orang awam untuk memahami arsip. Generasi muda yang sangat erat dengan dunia digital atau sering disebut sebagai digital native akan merasa dekat dan nyaman memahami arsip lewat buku ini karena buku ini mencoba memahami arsip dari perspektif TIK dalam tataran praktis.

Agung mencoba menampilkan potret arsip masa kini berupa arsip elektronik. Sedikit latar belakang munculnya arsip elektronik disampaikan dalam artikel pertama bahwa arsip elektronik muncul sebagai dampak atau tuntutan dari paradigma manajemen perkantoran modern. Manajemen perkantoran modern banyak memproduksi arsip dengan sistem elektronik seperti e­mail, e-commerce, e-procurement, e­arsip, e-document, e-KTP, e-filing, e­laporan, e-journal, dan lain-lain. Berbekal pengalamannya dalam membuat sistem e-arsip melalui program access dengan tiga model yaitu model access, model access berbantuan barcode, dan ketiga model access berbasis internet. Sayang, Agung tidak menjabarkan secara rinci ketiga model tersebut sehingga pembaca tidak mendapatkan gambaran implementasinya. Kekurangan dan kelebihan arsip elektronik juga diulas secara singkat dalam artikel pertama ini.

Gambaran lebih detail tentang manajemen arsip elektronik dapat ditemukan dalam artikel ke- 13 “Arsip Elektronik (E-Arsip) Berbasis Capaian Mutu melalui Folder dan Guide Virtue serta Aplikasi Acces. Praktik manajemen arsip elektronik yang disajikan dalam artikel ini berbasis konteks manajemen arsip dalam rangka akreditasi perguruan tinggi. Agung menawarkan pemberkasan arsip elektronik dengan sarana laci, guide, dan map virtue. Pemberkasan arsip elektronik tersebut menggunakan sistem pemberkasan berdasar subjek atau masalah. Sarana pemberkasan arsip elektronik tersebut jika dikonversikan ke dalam konsep manajemen kearsipan, laci sebagai pokok masalah, guide sebagai submasalah, dan map virtue sebagai sub-­submasalah.

Teknik penyusunan pola klasifikasi arsip dan penomoran arsip dapat dibaca pada artikel ke-25 tentang Pola Kearsipan Badan Konservasi UNNES yang ditentukan dalam 12 klasifikasi berdasarkan jenis fisik arsip yaitu laporan, dokumen, majalah, pedoman, buku, jurnal, esai, proposal, surat-menyurat, buletin, leaflet, dan lain-lain. Teknik penomoran terdiri dari 4 unsur, secara berurutan meliputi: kode klasifikasi, kode unit, kode tahun, dan nomor urut arsip. Sekilas teknik penyusunan pola klasifikasi dan penomoran ini simpel namun jika dikaitkan dengan kaidah kearsipan tentu memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih mendalam. Beberapa catatan terkait pola kearsipan dan penomoran tersebut adalah, pertama pola klasifikasi belum mencerminkan pembagian kelompok masalah/isi arsip. Pola klasifikasi disusun lebih berdasar pada jenis bentuk/format arsip bukan isi informasi arsip. Apabila hal ini dilakukan maka pola klasifikasi ini tidak memberikan jaminan tercapainya pemberkasan arsip yang efektif yaitu menyatukan arsip dalam satu kesatuan informasi yang utuh. Arsip sebagai satu kesatuan informasi dapat terpisah-­pisah karena terdiri dari beberapa jenis format. Terkait penomoran arsip perlu diingat bahwa dalam melakukan penataan arsip salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah prinsip provenance atau prinsip asal usul, yaitu menata arsip atau memberkaskan arsip dengan terlebih dahulu mengutamakan asal-usul arsip (asal pencipta arsip). Melihat struktur urutan penomoran arsip yang ditawarkan, justru prinsip asal usul tidak diprioritaskan terlebih dahulu. Idealnya arsip dikelompokkan berdasarkan devisi dulu baru kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi.

Artikel-artikel dalam buku ini memberikan warna dalam manajemen kearsipan di era modern. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa arsip merupakan sebuah objek yang tidak bisa dengan mudah dikemas dan dibentuk berdasarkan keinginan dan kebutuhan. Ada aspek-­aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam mengelola arsip. Hal ini penting menjadi pemahaman bersama bahwa pada hakikatnya arsip-arsip yang ada di berbagai instansi khususnya badan publik merupakan arsip milik negara sehingga pengelolaannya harus tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau kaidah kearsipan. Manajemen kearsipan harus mempertimbangkan berbagai aspek. Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan atau teknik penataan arsip antara lain aspek hukum berupa peraturan perundang­undangan atau ketentuan-ketentuan hukum terkait kearsipan dan aspek ekonomis terkait efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan kearsipan.

Kehadiran buku ini patut mendapatkan apresiasi karena memperkaya khazanah bidang kearsipan dan memberikan ulasan praktik kearsipan dari aspek TIK. Hal ini sejalan dengan tuntutan era saat ini. Buku ini akan lebih mudah dipahami apabila penyajian artikel dikelompokkan berdasarkan tema bahasan bukan jenis artikel yang dibagi dalam dua kelompok besar yaitu hasil kajian/penelitian dan praktik. Artikel dengan topik atau tema yang sama baik hasil kajian/penelitian maupun praktik jika disajikan menjadi satu justru akan lebih memberikan pemahaman yang lengkap dari tataran teori hingga praktiknya. Bagi pembaca yang menjadikan buku ini sebagai referensi dapat mengambil banyak ide untuk membuat inovasi dalam praktik kearsipan. Namun demikian, tetap perlu diingat bahwa dalam melakukan praktik kearsipan kajian kaidah kearsipan tetap harus diperhatikan.