Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, Antropologi juga mengalami perkembangan baik dalam penerapannya maupun dalam tujuan serta substansi dalam Antropologi itu sendiri. Seperti sejarahnya, Antropolgi pertama kalinya dilahirkan dari rasa ingin tahu orang Eropa mengenai masyarakat luar Eropa yang menurut mereka primitif dan tidak beradap. Sehingga pada awalnya Antropologi hanya digunakan untuk mempelajari budaya-budaya dalam hal ini hanya berhubungan dengan ritual-ritual atau sistem masyarakat di suatu masyarakat atau daerah tertentu. Namun dalam perkembangannya substansi yang dipelajari dalam Antropolgi semakin kompleks yaitu dari mengamati budaya dari luar orang yang mengamati menjadi semua kegiatan manusia yang berhubungan dengan akal budi merupakan budaya. Oleh karena itu sampai sekarang dari orang awam sampai dengan para ahli masih bingung dengan pertanyaan ‘apa yang dimaksud dengan kebudayaan? Apakah hanya berkaitan dengan ritual adat yang bersifat tradisonal atau segala bentuk aktivitas manusia yang diwujudkan dalam tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini juga masih banyak orang yang mengartikan budaya sebagai suatu hal yang bersifat kedaerahan seperti upacara adat, ritual, tarian tradisional dan segala macam hal yang berhubungan dengan tradisionalitas suatu masyarakat. Salah satu contoh yaitu saya sendiri, ketika belum mendalami Antropologi secara baik, anggapan saya mengenai budaya seperti claim yang baru saya tulis diatas, sesuatu yang vintage, kuno, selalu berhubungan dengan artefak peninggalan sejarah, dan ritual-ritual.
Setelah mengalami perkembangan yang cukup pesat untuk ukuran ilmu pengetahuan muda. Substansi serta pengertian dari Antropolgi berubah. Antropologi sendiri berarti Ilmu untuk mempelajari manusia, sehingga saat ini segala aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggunaan akal juga dipelajari dalam Antropolgi. Sehinnga semua hal yang dilakukan oleh manusia adalah kebudayaan. Ambil contoh misalnya, makan bukan merupakan kebudayaan karena makan merupakan kebutuhan biologis yang diperintah langsung dari otak. Akan tetapi ‘cara makan’ seseorang merupakan suatu kebudayaan. Bagaimana orang itu memegang sendok saat makan, bagaimana sikapnya di meja makan, dan bagaimana cara dia makana merupakan kabudayaan karena semua hal yang berasal dari akal memiliki makna . Antropologipun mengambil alih kajian tersebut sehingga menjadi lebih kompleks bahkan budaya-budaya baru yang terbentuk akibat perubahan dimasyarakat pun menjadi bahan kajian. Baik itu dalam bidang politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, komunikasi, linguistik sekrang sudah menjadi kajian dari Antropologi. Lalu muncul pertanyaan Antropologi itu seperti apa ?
Bagaimanapun juga cara pandang kita mengenai ilmu pengetahuan masih sederhana. Ketika ditanya mengenai ilmu pengetahuan banyak yang menjawab ilmu pengetahuan itu berhubungan dengan matematika, fisika, dan kimia yang dapat langsung diamati .Saya pernah mengalami kejadian ketika memeperkenalkan subjek apa yang sedang saya pelajari, ada orang malah bertanya ‘itu belajar apa? Nanti bisa dapat kerja tidak dengan ilmu itu ? Jika berpikir seperti itu orang-oran pasti membandingkan Antropologi dengan ilmi eksak, sehingga terkesan orang yang mempelajaari Antropologi adalah orang yang malas belajar, karena Antropologi adalah kajian yang mudah dan gampang dipelajari dengan menghafal sama nasibnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Saya teringant dengan perkataan bapak saya, beliau mengatakan bahwa “tidak ada ilmu yang lebih hebat dari ilmu lainnya, semua ilmu adalah raja dan ratu di bidangnya masing-masing”.
Dalam perkembangannya Ilmu Antropologi menjadi yang diminati. Memang pada awalnya konsep Antropologi masih sederhana, akan tetapi setelah menghubungkan dengan manusia sesuai dengan arti harafiahnya, maka segala hal yang dilakukan dan diciptakan oleh manusia dari tindakannya yang semuanya itu berasal dari akal budi merupakan kajian dari Antropologi yang disebut dengan budaya. Ketika mengatakan apa-apa yang dilakukan manusia merupakan kajian Antropologi, jawabannya adalah ia jika berasal dari akal dan bukan biologis. Karena tindakan yang berasal dari akal, dapat terwujud dengan sangat kompleks dan agak sulit dipelajari karena manusia merupakan makhluk dinamis dan selalu mengalami perubahan. Jika bertanya Antropologi itu seperti apa, maka jawaban saya sederhana, Antropologi mempelajari bagaimana manusia menggunakan akalnya.
Oleh karena itu mengapa dikatakan Antropologi lebih sulit dipelajari dibanding dengan ilmu pengetahuan empiris lainnya sejenis eksak. Karena Antropologi mempelajari manusia sebagai individu bukan organisme. Dalam kehidupannya, manusia terus melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya yang juga terus mengalami perubahan sehingga manusia sebagai individu juga bersifat dinamis dan selalu berubah. Hal ini yang tidak dapat terlihat langsung dan harus diamati dengan seksama karena bersifat abstrak. Bagaimana Antropologi harus terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat sehingga pada suatu saat Antropologi dapar menjadi salah satu Ilmu Pengetahuan yang sangat kompleks dengan terbentuknya kebudayaan-kebudaan baru di masa depan.
Salah satu bukti perkembangan Antropologi adalah dengan munculnya salah satu cabang ilmu Antropologi yaitu Antropologi Terapan. Ketika hasil dari Antropolgi merupakan etnografi yang digunakan lagi sebagai ilmu pengetahuan sebaliknya Antropologi Terapan adalah cabang ilmu Antropologi yang digunakan untuk mencari solusi dalam pembangunan masyarakat menggunakan paradigma Antropologi. Atau dalam kata lain Antropologi Terapan merupakan aplikasi atau penerapan ilmu Antropologi untuk kepentingan masyarakat.
Namun dalam penerapannya kedua ilmu ini bertentangan dalam hal prinsip. Dimana dalam Antropologi, Antropolog sangat di tekankan bahwa kebudayaan itu bersifat relatif, baik buruknya suatu budaya merupakan hasil dari penilaian dan prespektif dari masing-masing masyarakat pemilik budaya tersebut. Sedangkan dalam Antropologi Terapan, secara tidak langsung atau bahkan tidak sadar Antropolog mengingkari prinsipnya (budaya itu relatif). Antropolog yang turun tangan dalam pembangunan di suatu masyarakat secara tidak langsung mengatakan atau menghakimi bahwa masyarakat tersebut belum maju atau masih tertinggal atau budayanya buruk sehingga harus diperbaiki dengan melaksanakan pembangunan di sana.
Dalam hal ini, sebagai Antropolog yang ingin berguna bagi sesama pasti mengalami pegolakan dan konflik batin; apakah tetap mempertahankan prinsip dengan konsekuensi masyarakat tersebut tidak dapat berkembang dan berjalan ditempat karena tidak pembangunan yang terjadi yang nota bene pembangunan yang bersifat terencana tersebut sangat diperlukan untuk menjamin masa depan kebudayaannya atau dengan kata lain membiarkan masyarakat tersebut merkembang secara alami. Atau mengingkari prinsip untuk kebaikan masyarakat dan kebudayaannya dengan membuat perubahan dengan ikut serta dalam membangun masyarakat dengan pembangunan terencana bersama pemerintah.
Ketika kita melihat dari dampaknya maka Antropologi Terapan terasa lebih berarti karena ilmu yang kita pelajari dapat dimanfaatkan untuk kepentingan msyarakat. Dengan mengamati globalisasi yang sedang terjadi maka mau tidak mau kita sebagai masyarakat Indonesia yang telah menjadi warga dunia pun harus mengikuti perubahan yang sedang terjadi di masyarakat dunia. Akan tetapi secara tidak sadar bahwa kita telah digeneralisasikan dengan budaya barat yaitu Eropa dan Amerika. Secara tidak langsung dengan mengikuti perubahan yang dibawa masuk dari barat kita menganggap bahwa budaya barat adalah baik sehingga untuk menjadi baik kita harus palini tidak dibeberapa aspek harus bisa menyamai mereka. Sekalli lagi hal itu sangat bertentangan dengan prinsip Antropologi yang pada saat itu juga dibawa masuk oleh banga barat.
Dengan melakukan pembangunan terencana dibeberapa wilayah di Indonesia yang dianggap terpencil, dan tertinggal pemerintah bekerja sama dengan Antropolog untuk merekomendasikan dan memberikan pengertian kepada masyarakat yang bersangkutan untuk menerima perubahan yang ada demi kebaikan bersama.
Salah satu contoh yaitu terjadi pada salah satu daerah di tempat asal saya yaitu desa Wolotopo, Ende-NTT. Sampai pada akhir tahun 90an satu-satunya jalan darat yang menghubungkan desa itu dengan kota adalah sebuah tangga yang dipahat seadanya di tebing batu setinggi kurang lebih 30 meter yang disebut oleh masyarakat sekitar sebagai KoA Leta (Tangga Alam). Sehingga untuk pergi ke kota penduduknya harus memanjat tangga yang curam tersebut dengan taruhan nyawa. Masyarakat sekitar percaya bahwa ada makhluk gaib yang menghuni tebing tersebut, sehingga tidak ada yang berinisiatif untuk meminta bantuan kepada pemerintah. Salah seorang Pastor berkebangsaan Spanyol yang bertugas di Gereja di desa tersebut,yaitu Pastor Ramon Lobato SVD memberi pengertian kepada masyarakat untuk memberi izin kepada pemerintah untuk membuka jalan penghubung tersebut. Pastor Lobato sangat mengerti bahwa masyarakat desa tersebut masih sangat percaya dengan roh leluhur, sehingga merekomendasikan kepada Ketua Suku (Mosa Laki) untuk melakukan ritual pemindahan tempat tinggal para makhluk gaib tersebut ketempat lain agar tebing tersebut dapat di bongkar untuk menjadi jalan akses desa. Setelah semua disepakati, ritual dijalankan dan akhirnya jalan masuk pun dikerjakan oleh dinas pekerjaan umum Kabupaten Ende.
Walaupun manfaat yang diberikan pembangunan sangat baik, akan tetapi pembanguna seperti apa yang dikehendaki pemerintah untuk masyarakatnya yang berbeda tiap daerahnya ini. Apakah perubahan untuk menjadi seperti masyarakat Eropa dan Amerika yang menjadi standar baik buruknya kebudayaan suatu masyarakat, yang pada awal perkembangan Antropologi telah dibantah dengan prinsip budaya itu relatif. Salah satu bentuk pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang pada akhirnya salah kaprah yaitu Jawanisasi. Meng-generalisasikan Jawa ke semua masyarakat Indonesia. Salah satu contohnya yaitu dengan mengubah makanan pokok setiap masyarakat Indonesia dengan nasi pada era orde baru zaman pembangunan. Perubahan yang dilakukan tidak melihat bagaimana keadaan geografis setiap wilayah Indonesia, apakah dapat dijadikan sawah atau tidak. Karena tingkat kesuburan di Jawa sangat berbeda dengan daerah lain oleh karena itu tanah Jawa sangat baik untuk ditanami padi sehingga sebagian besar masyarakatnya makan nasi sebagai makanan pokok. Secara tidak langsung dikatakkan bahwa makanan yang dimakan oleh orang Jawa adalah makanan yang baik, dan selain nasi tidak baik atau lain sebagaiinya. Sehingga sekarang ketika orang Indonesia sudah terbiasa makan nasi, dan Indonesia tidak mampu lagi menghasilkan beras yang cukup untuk masyarkatnya ,impor beraspun terjadi. Selain itu juga dibidang pendidikan Jawasentris sangat terasa dengan diadakan Ujian Nasional, selain itu semua buku membahas mengenai Jawa, dan sangat sedikit membahas tentang daerah luar. Sehingga pengetahuan tentang luar Jawa sangat sempit. Sehingga saya sangat terkejut ketika saya mengatakan saya berasal dari Flores ada yang berteriak ‘horas!’ ada yang mengatakan “Flores itu dekat Sumatra ya?”
Akan tetapi jika kita membiarkan suatu masyarakat alami tanpa tersentuh perubahan, hal itu juga tidak mungkin karena tiap masyarakat di mana pun telah megalami perubahan walaupun hanya meyentuh bagian terkecil dari struktur masyarakat tersebut. Intervensi yang terjadi bisa datang dari mana saja, sebut saja masyarakat Suku Anak Dalam yang mengatakan bahwa mereka menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat mereka, ternyata mereka pun sudah berpakaian seperti kaos atau celana pendek. Atau apakah semua masyarakat Papua sekarang ini masih menggunakan koteka dan rumbai, tentu saja tidak. Karena setertutupnya suatu masyarakat tersebut perubahan pasti terjadi, hal ini sudah tebukti oleh masyarakat Jepang yang selama beratus tahun menutup diri dari yang berubah menjadi terbuka sejak restorasi Meiji.
Untuk menyikapi masalah tersebut, saya tidak akan mengambil pendapat dari para ahli mana pun, karena belum tentu pendapat mereka sesuai dengan pandangan saya. Sistem yang dibangun sejak awal tidak dapat di ubah dengan mudah apalagi sudah dijalankan dalam jangka waktu yang lama dan masif serta dilakukan oleh semua masyarakat dunia. Sehingga untuk memilih Antropologi murni atau Antropologi terapan mana yang lebih baik akan sangat sulit karena kedua bidang tersebut memberikan kontribusi yang sama besarnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraaan masyarakat dalam prespektif budaya. Sebagai orang yang pada akhirnya disebut sebagai Antropolog nantinya, prinsip mengenai Budaya itu relatif tidak boleh dilepas karena secara pribadi saya sendiri merasakan sendiri manfaatnya, dimana saya lebih pengertian dan menghargai orang lain. Selain itu kita juga pasti ingin ilmu yang kita pelajari berguna untuk sesama oleh karena itu dengan ilmu Antropologi yang telah kita pelajari kita membantu pembangunan yang sedang terjadi namun dengan paradigma Antropologi yang telah kita pelajari. Sehingga budaya-budaya yang terwujud dalam ritual yang terlalu ekstrim dan merugikan masyarakat dan membahayakan jiwa mereka dapat di ubah prosesnya sehingga ritualnya masih dapat dijalankan sebagai bagian dari budaya akan tetapi ritual yang membahayakakan dapa digantikan dengan simbol. Walaupun cita-cita menggabungkan Antropolologi murni dan terapan sangat mustahil akan tetapi keduanya saling mengisi dan melengkapi tiap bagian dari mereka yang kurang.
Dengan adanya masalah ini, pasti mahasiswa yang sedang belajar dan yang sudah lulus bingung mengkaplikasikan ilmunya di mana, apakah hanya berorientasikan pada ekonomi saja. Untuk alasan ekonomi, kita semua pasti tidak mau memunafikan diri, bahwa memang memerlukannya dan rata-rata masyarakat Indonesia sekolah untuk tujuan ekonomi. Akan tetapi pasti ada tujuan-tujuan yang muncul seiring dengan perjalan studi. Mengapa para mahasiswa Antropologi bingung, karena orientasi mahasiswa jika menjadi Antropolog itu yang menangani khasus yang besar dan nasional. Setelah lulus banyak mahasiswa yang bingung dan merasa gagal karena tidak mampu mengaplikasikan ilmunya. Antropologi adalah ilmu tentang manusia, dan kita sendiri adalah manusia yang hidup berdampingan juga dengan manusia, sehingga menurut saya mengaplikasikan Antropologi bukan hanya kepada masalah-masalah besar namun banyak masalah disekitar kita yang berhubungan dengan salah presepsi masyarakat akan suatu hal, maka sebagai orang yang belajar Antropologi kita dapat meluruskan presepsi keliru orang tersebut. Seperti menjadi guru, dengan meluruskan prespektif siswanya tentang Eksak itu bukan ratu ilmu pengetahuan. Dengan metode mengajar yang baik maka prespektif bahwa Antropologi atau ilmu pengetahuai sosial yang lain mudah dipelajari karena merupakan pelajaran menghafal dapat dihilangkan. Karena menjadi Antropolog bukan berarti kita harus menghadapi budaya-budaya tradisional saja, karena kita telah memasuki era pos modernisme sehingga kita juga menjadi Antropolog untuk diri sendiri, dan masyarakat.
1 comments
Antropologi bisa galau, Ansela jangan ikutan galau yaa hehe
artikelnya bagus informatif dan komunikatif :thumbup