oleh: Zulfa Fahmy

 

Karya sastra mempunyai sifat menghibur dan bermanfaat. Sifat itulah yang membuat karya sastra selalu digemari dari dulu sampai sekarang. Baik puisi, cerpen, maupun novel selalu mempunyai tempat tersendiri di tengah masyarakat yang selalu berubah-ubah.

Selain itu, sifat utama sastra adalah memberi kebebasan kepada pembacanya untuk menginterpretasikan kata, makna, amanat, dll. yang terdapat dalam puisi, cerpen, maupun novel. Sesorang tak bisa menyalahkan sepenuhnya interpretasi seseorang terhadap karya sastra yang dibacanya. Hanya saja ada rambu-rambu agar pembaca dapat memahami karya satra secara benar.

Puisi termasuk bagian dari karya sastra yang mempunyai penggemar yang cukup besar. Setiap orang bisa menjadi penyair puisi. Begitupun sebaliknya, seseorang bisa membaca puisi tanpa ada batasan interpretasi. Banyaknya minat dan produksi puisi yang berjuta-juta tersebut menandakan bahwa puisi adalah karya sastra yang sangat digemari dari semua kalangan. Hal inilah yang menasbihkan puisi sebagai karya satra yang paling konsisten digemari sepanjang masa.

Konsistensi sastra (termasuk puisi) ini berlanjut dalam dunia pendidikan. Pendidikan Indonesia telah memasukan sastra dalam acuan pembelajaran yang harus diajarkan kepada siswa (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Siswa dituntut untuk menguasai ketrampilan bersastra, baik berekspresi mapun mengapresiasi.

Sebagaimana diketahui bahwa puisi mempunyai dua hakikat. Hakikat pertama seseorang yang membaca puisi bebas meinterpretasikan makna yang terkadung di dalamnya. Hakikat kedua, kata dalam puisi hakikatnya adalah pemadatan (konsentrif), artinya sebuah kata dalam puisi mempunyai makna multitafsir. Hal ini menimbulkan dilema dalam dunia pendidikan terutama dalam hal apresisasi puisi.

Alat evaluasi pembelajaran apresisai puisi (walau tidak seluruhnya) menggunakan sistem pilihan ganda. Soal-soal seperti ini menyajikan sepotong puisi dan menyoalkan interpretasi siswa. Hal ini menimbulkan masalah baru, siswa dituntut memilih satu dari lima pilihan jawaban yang sangat mirip satu sama lain. Padahal siswa bisa saja memahami puisi tersebut dengan cara berbeda, dan mungkin hasil interpretasinya tidak sama dengan salah satu pilihan jawaban. Kalaupun ada yang sama dengan pilihan jawaban, belum tentu jawaban yang dipilihnya “benar” menurut kunci jawaban soal.

Dari keadaan seperti ini sebetulnya bagaimanakah alat evaluasi pembelajaran apresiasi puisi yang tepat untuk diterapkan di dunia pendidikan Indonesia?

 

Ilutrasi

Penulis mengutip soal dari sebuah buku “tips ‘n trik bahasa Indonesia” (2008:288) tertulis sebagai berikut.

UAN 2004 (PAKET 2)/ 60

….

Gerimis mempercepat kelam

Ada juga kelepak elang menyinggung muram,

Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan.

Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi, aku sendiri.

Berjalan menyisir semenanjung.

Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

Dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap

(Chairil Anwar)

Suasana yang tergambar dalam bait puisi di atas adalah …

  1. Kekecewaan
  2. Kesedihan
  3. Kesepian
  4. Keputusasaan
  5. kegelisahan

 

Pada konteks ini, maka pilihan jawaban terhadap soal itu, tidak cukup dengan hanya lima pilihan sebagaimana yang disajikan dalam soal tersebut. Bentuk soal tersebut bentuk soal tidak tepat. Karena, dengan bentuk soal seperti itu, interpretasi terhadap teks sastra itu menjadi terbuka. Dengan sifat yang terbuka itu, maka jangankan si sastrawan, peserta didik sekalipun memiliki hak untuk mendapatkan makna-subjektif dari sebuah teks sastra. Setiap orang, siapapun kita, memiliki hak yang sama mengenai makna, pokok pikiran, atau arti dari sebuah teks sastra. Setiap orang, siapapun kita, tidak bisa dipaksa untuk memih satu tafsiran sebagaimana yang diberikan oleh si pembuat soal. Oleh karena itu, dalam konteks inilah, evaluasi pelajaran sastra tidak bisa dibuat dalam bentuk pilihan ganda.

Apakah adil bila kebebasan sesorang berinterpretasi dibatasi oleh pilihan ganda? Sebagai pendidik yang baik, tak diperbolehkan membatasi kreatifitas siswa. Pilihan ganda mendidik siswa hanya berpatokan pada hal benar-salah dan nilai bagus. Namun pilihan ganda tidak mendidik siswa berpikir kreatif dan kritis.

Kemampuan mengolah makna puisi adalah proses yang indah dan tak perlu dibatasi. Pengukuran pembelajaran apresiasi puisi bisa dilakukan dengan cara lain yang lebih mendidik.

 

Solusi

Telah ditegaskan bahwa soal pilihan ganda tidak tepat untuk mengukur pembelajaran apresiasi puisi. Maka dari itu, solusi merupakan hal yang sangat dibutuhkan.

Guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang tepat mengenai indikator dari setiap tahapan berfikir. Karena inilah kunci utama dalam menyusun sebuah soal. Kealpaan guru terhadap masalah ini, potensial menyebabkan guru mengalami kesalahan dalam melakukan pengukuran.

Pengukuran yang paling tepat digunakan dalam keterampilan mengapresiai puisi adalah melalui proses. Sebaiknya guru lebih menekankan proses siswa saat mengikuti pembelajaran. Guru harus mengajrakan siswa bahwa kebebasan mengartikan/menginterpretasikan makna adalah hakikat sastra. Nah, untuk mengukur ketercapaian pembelajaran dapat menggunakan “parafrase puisi”.

Parafrase puisi adalah mengubah bait-bait puisi menjadi sebuah paragraf dengan menggunakan bahasa sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk menuliskan hasil interpretasinya ke dalam bentuk parafrase. Sistem seperti ini lebih tepat dari pada bentuk soal pilihan ganda.

Dari sebuah teks parafrase puisi, guru dapat menilai meliputi unsur tema, amanat, isi, dan suasana yang terkandung dalam teks puisi soal. Tentu saja guru lebih mengharapkan siswanya mempunyai kemampuan keseluruhan dalam mengapresiasi. Artinya siswa tidak sepotong-potong mengartikan/menyikapi sebuah puisi.

Dalam hal teknis penilaian, guru harus sedikit berkorban meluangkan waktunya untuk membaca satu persatu hasil parafrase siswa. Bukankah guru ingin siswanya menjadi insan kreatif? Maka dari itu, dari pada mengorbakan siswa dengan soal pilihan ganda yang tidak mendidik, lebih baik guru menerapkan evaluasi paraphrase agar siswa menjadi insan kreatif dan kritis sepenuhnya.

Maka dari itu, parafrase puisi adalah bentuk evaluasi pembelajaran apresiasi puisi yang tepat digunakan. Dengan bentuk seperti ini guru dapat menilai unsur tema, amanat, isi, dan suasana puisi. Selain itu, dengan membiasakan melakukan penilaian parafrase guru melatih siswa untuk kreatif dan kritis.

 

Sumber:

Lestyorini, Susi. 2008. Tips ‘n Trik Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Sudarma, Momon. 2010. Evaluasi pelajaran sastra. Tersedia (online) : https://momonsudarma.blogdetik.com/index.php/2010/09/evaluasi-pelajaran-sastra/ Diunduh tanggal 10-3-2016 pukul 19.45.

Suharianto. 1980. Teori dan Apresiasi Puisi. Semarang: Eka Marwata.

 

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Dosen dan Tendik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”