Kehidupan manusia jelas berciri sosial. Kecuali dalam contoh-contoh yang terbilang langka, manusia menjalani hidupnya di dalam kebersamaan dengan sesamanya, dan bahkan dalam kesendirian sekalipun ia membawa kenangan dan imajinasi tentang orang-orang lain yang mempengaruhi pikiran dan tindakannya (Ritzer, 2013, halaman 233). Singkatnya, manusia itu hidup bersama manusia lainnya membentuk kelompok. Kelompok merupakan inti dari kehidupan dalam masyarakat (Henslin, 2006, halaman 120). Hampir setiap aktivitas individu anggota masyarakat dilakukan dalam kelompok. Bahkan, bagi banyak orang, terputusnya hubungan dengan seluruh jaringan kelompok secara total bermakna sama dengan sebuah hukuman mati. Kita menjadi “diri kita” melalui keanggotaan kita dalam kelompok. Cara berfikir, cara berperasaan, dan cara bertindak yang akhirnya menjadi identitas kepribadian kita, dibentuk melalui kelompok, atau tepatnya berbagai kelompok di mana kita menjadi anggotanya, atau kelompok yang kita jadikan rujukan.
2. Klarifikasi Istilah Kelompok
Dalam kajian ini, yang paling pertama kita lakukan adalah mengklarifikasi istilah kelompok. Dalam pengetian sehari-hari (amic view) kita menggunakan istilah kelompok untuk banyak hal yang dalam studi sosiologi belum tentu memenuhi syarat untuk disebut kelompok. Dengan kata lain, dalam konsep sosiologi (ethic view), tidak semua agregasi atau pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok. Istilah kelompok pun memiliki makna yang bermacam-macam. Horton dan Hunt paling tidak mengemukakan empat macam pengertian kelompok. Pertama, kelompok sebagai setiap kumpulan manusia secara fisik, misalnya sekelompok orang yang sedang menunggu [bus, lampu hijau traffic light menyala, dibukanya loket, dan sebagainya]. Dalam pengertian demikian, kelompok itu tidak memiliki ikatan kebersamaan apa-apa, kecuali jarak fisik yang dekat. Banyak ahli sosiologi menyebut kumpulan yang demikian sebagai agregasi atau kolektivitas.
Pengertian yang kedua, kelompok adalah sejumlah orang yang memiliki persamaan ciri-ciri tertentu. Misalnya kaum pria, kaum lanjut usia, anak-anak balita, para jutawan, para perokok, pengguna facebook, dan sebagainya. Istilah yang tepat –menurut Horton dan Hunt—untuk yang demikian ini sebenarnya adalah kategori saja, bukan kelompok.
Pengertian ketiga, kelompok merupakan sejumlah orang yang memiliki pola interaksi yang terorganisasi dan terjadi secara berulang-ulang. Batasan ini tidak mencakup segenap pertemuan yang terjadi secara kebetulan dan bersifat sementara, misalnya antrean orangorang yang membeli tiket menonton pertandingan sepak bola atau pertunjukan musik.
Pengertian keempat (Horton dan Hunt cenderung menggunakan ini), kelompok adalah setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Dengan menggunakan definisi ini, maka dua orang atau lebih yang berada di suatu tempat dan sedang menunggu bus tidak dapat disebut sebagai kelompok. Namun, jika mereka kemudian mengadakan percakapan, atau interaksi dalam bentuk apapun, termasuk berkelahi, maka kumpulan orang itu berubah menjadi kelompok.
Kriteria Kelompok
Robert Biersted seperti dikutip oleh Kamanto Soenarto dalam bukunya Pengantar Sosiologi, mengemukakan tiga kriteria untuk menganalisis kelompok, yaitu: (1) ada atau tidaknya kesadaran bahwa mereka memiliki jenis atau karakteristik yang sama, (2) ada atau tidaknya interaksi di antara orang-orang di dalamnya, dan (3) ada atau tidaknya organisasi atau ketentuan-ketentuan formal yang mengatur aktivitas-aktivitas dalam kelompok, misalnya tentang rekruitmen anggota, dan proses-proses yang lainnya. Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4) kelompok statisik.
3. Mengapa manusia berkelompok?
Pada pembahasan terdahulu telah dibicarakan bahwa manusia tidak seperti binatang yang dapat hidup mengandalkan naluri atau instinknya. Agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, manusia harus belajar dan menggunakan kemampuan berfikirnya. Hampir semua kebutuhan hidup manusia tidak dapat dipenuhi tanpa kehadiran atau keterlibatan orang lain. Karena itulah, manusia hidup dalam kelompok. Sebelum lebih lebih lanjut tentang macam-macam kelompok, berikut ini akan dikemukakan beberapa dasar pembentukan kelompok, yaitu
- Teritorial (wilayah geografik): misalnya komunitas/masyarakat setempat: RT/RW. Desa, Kab/Kota, Provinsi, dan Negara Bagian, Negara),
- Hubungan darah/keturunan (geneaologis): misalnya keluarga inti, keluarga luas/trah, klan/marga, dan sebagainya, dan
- Kepentingan atau dapat juga minat, perhatian, keyakinan, atau ideologi yang sama (semuanya dapat disbeut sebagai interest): sekolah, kelompok arisan, kelompok profesi, kelompok politik, ekonomi, pemerhati budaya, dan sebagainya.
4. Macam-macam Kelompok
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, agaknya dapat diambil beberapa poin penting sebagai syarat-syarat suatu pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok, yaitu
- Setiap individu harus merupakan bagian dari kesatuan sosial,
- Terdapat hubungan timbal-balik di antara individu-individu yang tergabung dalam kelompok,
- Adanya faktor-faktor yang sama dan dapat memperat hubungan mereka yang tergabung dalam kelompok, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, tempat tinggal yang sama, dan sebagainya,
- Memiliki struktur atau kaidah, sehingga memiliki pola yang teratur tentang perilaku, dan
- Bersistem dan berproses.
Beberapa macam kelompok antara lain meliputi, kerumunan, massa, publik, jejeraing sosial, komunitas, dan kelompok formal
Sumber
Nasikun. 1984. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Pers.
Maryati, Kun, dan Suryawati, Juju. SOSIOLOGI 2. Jakarta: Esis,2007
Recent Comments