Sebelum mengkaji apa yang terkandung di dalam gambar di samping, saya jelaskan terlebih dahulu peristiwa pada gambar tersebut karena kebetulan hasil foto tidak terlalu jelas. Gambar di samping adalah foto saya, tapi itu bukanlah hal utama yang akan dikaji pada tulisan ini, melainkan fokus utama kajian ini adalah objek dua murid yang sedang makan jajanan sosis dan mie goreng yang biasa dijual oleh pedagang keliling yang mangkal di dekat sekolah. Gambar tersebut diambil di MI Roudhotul Huda yang terletak di Gang Mangga, Sekaran, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, dan dua anak itu adalah muridnya.
Fenomena seperti yang terdapat pada gambar di atas, sering dijumpai di lingkungan sekitar sekolah. Di tempat tersebut, sering terdapat penjual jajan yang mangkal, baik penjual yang menetap di tempat itu maupun penjual keliling yang mampir di sana. Hal tersebut seakan-akan menjadi sahabat bagi siswa dan siswi –lebih khususnya anak usia Sekolah Dasar (SD)—dalam aktifitas belajar di sekolah. Bahkan, terkadang jajan di sekolah dijadikan iming-iming oleh orang tua murid untuk membujuk anaknya agar bersedia berangkat sekolah.
Jajan ternyata tidak hanya sebagai bagian kecil dari aktifitas belajar di sekolah, namun cukup berpengaruh pula terhadap perolehan ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran di sekolah serta tingkat kecerdasan yang dimiliki murid. Pada umumnya jajan di sekolah menjadi permasalahan karena dapat mengganggu konsentrasi murid dalam kegiatan pembelajaran dimana anak seusia SD belum bisa mengendalikan perilakunya, sehingga terkadang belum waktunya istirahat sudah keluar kelas terlebih dahulu karena ingin membeli benda yang diinginkan atau bahkan sudah diharapkan dari rumah. Setelah itu, terkadang juga habisnya waktu istirahat tidak dihiraukan oleh mereka karena masih asyik dengan jajan atau mainan yang dibeli, bahkan lebih buruknya jika hal itu berlanjut walaupun mereka sudah berada di dalam kelas dan Guru sudah memulai pembelajaran kembali. Secara kesehatan, jajanan yang dijual –baik oleh penjual yang memiliki warung tetap maupun penjual keliling—di sekitar sekolah biasanya kurang higienis, penyebabnya antara lain karena kurangnya perhatian penjual terhadap kebersihan jajanannya, terkadang pula dikarenakan bahan jajanan yang tidak bagus untuk kesehatan karena tekanan mendapatkan jajanan dengan harga yang murah sesuai dengan ukuran uang saku anak SD. Hal tersebut dapat menghambat perkembangan kecerdasan otak murid dalam menangkap pembelajaran, bahkan juga dapat memunculkan penyakit yang dapat mengganggu masa depannya.
Adanya penjual jajanan di sekolah, tidak bijak jika ditanggapi dengan melarang mereka berjualan. Jualan jajan di sekolah adalah salah satu bentuk upaya masyarakat untuk memperoleh pemasukkan keuangan dari adanya sekolah. Hal demikian merupakan hal yang positif dimana dapat memperkuat hubungan antara sekolah dan masyarakat kerena keduanya merasa diuntungkan. Oleh karena itu, banyak sekolah yang membiarkan adanya penjual jajanan tersebut walaupun tahu bahwa hal itu mengandung dampak yang buruk. Hal tersebut kebanyakan terjadi di masyarakat pedesaan. Berbeda dengan sekolah yang berada di daerah perkotaan, terutama sekolah ternama, dimana untuk urusan jajan pun diberi perhatian tersendiri dengan menyediakan kantin agar mudah mengontrol bahwa jajanan yang dikonsumsi muridnya adalah menyehatkan. Bahkan, sekolah ternama terkadang menutup diri terhadap penjual jajanan keliling karena pada jajanannya tidak terjamin bersifat menyehatkan. Hal ini tidak terlalu baik mengingat hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat sangatlah diperlukan, namun membiarkan penjual jajanan yang kurang sehat juga tidak bisa dibiarkan terus-menerus mengingat dampak negatif yang akan terjadi pada murid. Solusinya adalah penjual jajanan dari masyarakat setempat tetap diperbolehkan berjualan dengan diberdayakan sebagai penjual jajan yang menyehatkan dengan disediakan kantin agar mudah dilakukan pengawasan yang dapat menjamin kualitas jajan yang dikonsumsi murid.
Terdapat perbedaan dalam aspek hubungan sekolah dengan masyarakat pada masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pada masyarakat pedesaan, hubungan antara sekolah dan masyarakat terjadi lebih kuat dimana masyarakat banyak dilibatkan dalam berbagai urusan sekolah, seperti sebagai penjaga malam, tukang bersih-bersih, atau bahkan Guru, yang biasanya direkrut dari masyarakat sekitar sekolah karena menjunjung tinggi rasa kekeluargaan. Sedangkan di daerah perkotaan, keterlibatan masyarakat dalam berbagai urusan sekolah tidak terlalu kuat. Mereka menjunjung tinggi profesionalitas dimana untuk merekrut orang dilakukan seleksi untuk mendapatkan orang yang benar-benar memiliki keterampilan yang mumpuni dalam bidang yang dibutuhkan.
#1 by Ahmad Muthohar on November 22, 2015 - 10:14 am
Quote
Lebih baik diberi sumber
#2 by Muhammad Agus Massholeh on November 22, 2015 - 11:40 am
Quote
artikelnya menarik tp fotonya pakai yg lebih nyambung ya kakak, biar semakin menjelaskan isinya
#3 by wijayanti octavia on November 23, 2015 - 8:19 am
Quote
setelah membaca tulisan saudara, saran saya agar melampirkan gambar atau foto yang lebih spesifik untuk lebih memperjelas materi 🙂
#4 by Ahmad Muthohar on November 27, 2015 - 5:43 am
Quote
:mewek Type your comment here :matabelo
Rata kanan kiri juga perlu loh ndro…. :cd
#5 by Hendro Wibowo on November 29, 2015 - 6:31 am
Quote
Caranya gimana itu? Mhon diajari Mas Muthohar. Di menu saya ngga ada soalnya..
#6 by Annisa Medika Mauliana on November 28, 2015 - 6:18 am
Quote
oke, jadi jangan dibiasakan jajan sembarangan ya mas
#7 by oding wikanti on November 28, 2015 - 8:46 am
Quote
sangat bermanfaat,,,
#8 by Ika Nofita Nurhayati on November 28, 2015 - 1:54 pm
Quote
wah luar biasa
#9 by Maharani Elma on November 29, 2015 - 11:29 pm
Quote
kajian yang menarik