Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang hidup di pesisir pantai, nelayan menjadi mata pencarian utama masyarakat indonesia terutama masyarakat di daerah pesisir pantura yang menggantukan hidupnya pada sektor perikanan. Kelompok nelayan terutama nelayan tradisional memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kondisi alam pada saat melakukan kegiatan melaut.

Kabupaten batang merupakan daerah yang terletak di sebelah laut utara pulau jawa. masyarakat kabupaten batang sendiri bertempat tinggal didaerah pinggiran pantai yang mayoritas orangnya berprofesi sebagai nelayan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, kelompok nelayan mulai menggunakan alat tangkap seperti cantrang dan jaring pukat hela untuk mencari ikan, karena menggunakan alat tangkap ini kelompok nelayan tradisional bisa mendapatkan hasil ikan yang lebih banyak, dengan begini tingkat kesejahteraan nelayan tradisional dapat meningkat.

Namun dalam beberapa waktu lalu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerapkan Peraturan Menteri (Permen) KP No. 2/2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap seperti cantrang dan jaring pukat (trawl). Penerapan kebijakan ini memberikan hasil yang besar dalam pelestraian ikan namun disisi lain berimbas pada menurunnya ekonomi nelayan terhadap hasil ikan di perairan kabupaten batang. Melihat keadaan ini muncul beberapa pertanyaan terkait dengan masyarakat nelayan di kabupaten batang. bagaimana masyarakat nelayan memaknai sumber daya ikan diperairan kabupaten batang ? , Bagaimana Eksploitasi yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan jaring pukat ? , Tanggapan masyarakat terhadap kebijakan larangan jaring pukat guna pelestariaan sumber daya ikan ?

Masyarakat Nelayan Memaknai Sumber Daya Ikan di Perairan Kabupaten Batang

Sebagai suatu kesatuan sosial masyarakat nelayan hidup, tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai . Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat nelayan bergantung terhadap keadaan alam sekitar sehingga alam merupakan sumber kehidupan mereka sehingga masyarakat nelayan harus memanfaatkannya sebaik mungkin sumber daya alam.

Pada mulanya masyarakat nelayan memaknai laut sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga karena laut adalah tempat mereka untuk mencari makanan serta bertahan hidup, mereka juga menganggap laut merupakan sumber daya yang tak pernah habis sehingga nelayan dahulu benar-benar menjaga kelestaraian sumber daya alam, Namun dalam perkembangannya masyarakat memaknai sumber daya alam mulai bergeser yang mana karena pengetahuan yang kurang serta pengaruh ekternal yaitu para pemilik modal yang membuat masyarakat nelayan mau tidak mau mereka harus memenuhi permintaan pasar. Sehingga masyarakat nelayan tidak terkecuali nelayan di kabupaten batang mulai menggunakan cara-cara untuk memaksimalkan pendapatan yaitu dengan menggunakan alat tangkap pukat trawl yang mana dengan menggunakan alat tersebut masyarakat nelayan akan mendapatkan lebih banyak ikan.

Karena masyarakat nelayan memaknai laut sebagai sumber daya tak pernah habis membuat para pemiliki modal melihat dan memanfaatkan pemaknaan ini sebagai suatu strategi untuk meraup untung tanpa melihat dampak yang di hasilkan, yang mana semua masyarakat nelayan berlayar mencari ikan hanya untuk kebutuhannya sendiri namun lamban laun karena pengaruh pemiliki modal serta permintaan pasar untuk memenuhi komoditi ikan yang meningkat membuat para nelayan harus berlayar guna memenuhi kepentingan pasar. Dan menggunakan cara-cara ilegal guna meningkatkan pendapatan.

Eksploitasi yang dilakukan oleh Nelayan dengan Menggunakan Jaring Pukat

Dalam konteks hubungan eksploitasi sumber daya perikanan, masyarakat nelayan kita memerankan empat perilaku sebagai berikut: (1) mengeksploitasi terus-menerus sumber daya perikanan tanpa memahami batas-batasnya; (2) mengeksploitasi sumber daya perikanan, disertai dengan merusak ekosistem pesisir dan laut, seperti menebangi hutan bakau serta mengambil terumbu karang dan pasir laut; (3) mengeksploitasi sumber daya perikanan dengan cara-cara yang merusak (destructive fishing), seperti kelompok nelayan yang melakukan pemboman ikan, melarutkan potasium sianida, dan mengoperasikan jaring yang merusak lingkungan, seperti trawl atau minitrawl; serta (4) mengeksploitasi sumber daya perikanan dipadukan dengan tindakan konservasi, seperti nelayan-nelayan yang melakukan penangkapan disertai dengan kebijakan pelestarian terumbu karang, hutan bakau, dan mengoperasikan jaring yang ramah lingkungan (Kusnadi, 2009:126-127).

Perilaku eksploitasi yang pertama dan ketiga dianut oleh sebagian besar nelayan dikabupaten batang mereka mempersepsi sumber daya perikanan atau sumber daya kelautan yang bersifat terbuka, sehingga bagi siapa pun yang mau memanfaatkannya boleh saja. Perilaku nelayan yang keempat adalah perilaku minoritas di kalangan masyarakat nelayan, seperti ditunjukkan oleh adanya komunitas-komunitas adat atau komunitas lokal yang mengelola sumber daya perikanan untuk memperkuat kepentingan ekonomi kolektif, kemandirian sosial, dan kelangsungan hidup. Komunitas-komunitas lokal ini bisanya mengklaim pemilikan atas sumber daya ikan ini dan diakui oleh dasar sejarah namun mereka tetap menjaga sumber daya laut

Perilaku eksploitasi yang tak terkendali juga berimplikasi luas terhadap kelangkaan sumberdaya perikanan dan kemiskinan nelayan. Di samping itu, kompetisi antar nelayan dalam memperebutkan sumber daya perikanan terus meningkat, sehingga berpotensi menimbulkan konflik secara eksplosif di berbagai wilayah perairan, khususnya di kawasan kabupaten batang yang menghadapi kondisi overfishing (tangkap berlebih). Kondisi-kondisi umum yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi timbulnya konflik nelayan adalah sebagai berikut :

  • Kelangkaan eksploitasi sumber daya perikanan tidak disertai dengan kesadaran dan visi kelestarian atau keberlanjutan dalam mengelola lingkungan pesisir-laut, sehingga terjadi ketimpangan
  • Kegagalan pembangunan pedesaan di wilayah kabupaten/kota pesisir, sehingga meningkatkan tekanan penduduk terhadap sumber daya laut dan kompetisi semakin meningkat.
  • Belum adanya adanya perencanaan dan aplikasi kebijakan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu dengan melibatkan stakeholders yang luas.

Namun beberapa bulan yang lalu setelah pergantian Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerapkan Peraturan Menteri (Permen) KP No. 2/2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap seperti cantrang dan jaring pukat (trawl). Membuat masyarakat nelayan di kabupaten batang mulai meninggalkan alat tangkap cantrang dan jaring pukat namun tidak semua meninggalkan cara ini beberapa lalu ketika saya berjumpa dengan salah seorang nelayan tradisional di kabupaten batang. Dia masih menggunakn cara ini karena menurut dia tanpa menggunakan alat tangkap pukat dia tidak bisa mendapatkan hasil berbeda dengan nelayan modern tanpa menggunakan jaring pukat ini masih dapat mendapatkan ikan yang banyak karena wilayah penangkapan ikan lebih jauh dari bibir pantai bahkan membutuhkan waktu berbulan-bulan berbeda dengan nelayan tradisional yang hanya berlayar dan tidak jauh bibir pantai, berlayar hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau untuk di jual di pedagang ikan ( bakol ) dipasar.

Tanggapan masyarakat terhadap kebijakan larangan jaring pukat guna pelestariaan sumber daya ikan

            Setelah penerapan (Permen) KP No. 2/2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap seperti cantrang dan jaring pukat (trawl). masyarakat nelayan di pesisir kabupaten batang mulai menimbulkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah yang beberapa lalu memunculkan demonstasi pada 3 maret 2015 yang menyebabkan kemacetan di jalur pantura, menurut salah seorang nelayan yaitu bapak Casroli, demo nelayan terhadap larang penggunaan jaring pukat atau trawl merupakan aksi murni sebagai ungkapan kekesalan nelayan terhadap kebijakan menteri. Dan beberapa waktu lalu ketika saya pulang di batang dan mewawancarai salah seorang nelayan bernama pak udin, pasca demontarasi beberapa nelayan baik itu nelayan modern atau tradisonal mulai meninggalkan cara yang ini, pada dasarnya mereka tidak tahu bahwa menggunakan jaring pukat trawl atau cantrang merupakan cara mencari ikan merusak ekosistem laut dimana ikan-ikan kecil yang seharusnya tidak boleh di tangkap juga ikut tertangkap, serta pemberat yang digunakan di jaring juga mengenai terumbu karang yang membuat ekosistem laut menjadi rusak, atas dasar ketidaktahuan ini masyarakat nelayan di kabupaten batang tetap menggunakan cara ini guna mencari ikan di perairan kabupaten batang.

Dan pada saat pelarangan oleh mentri ini masyarakat nelayan baru tahu bahwa menggunakan jaring pukat trawl dan cantrang merusak ekosistem laut di dalamnya namun atas dasar ekonomi dan permintaan pasar beberapa masyarakat nelayan di kabupaten batang masih tetap menggunakan cara lama ini untuk meningkatkan pendapatan ikan di laut. Walaupun mereka sadar bahwa menggunakan cara ini sama saja merusak sumber penghasilan mereka.

Penutup

Masyarakat nelayan di kabupaten batang dalam mengeksploitasi sumber daya ikan didasarkan pada tuntutan ekonomi serta kebutuhan pasar yang membutuhkan komoditas ikan yang lebih banyak, sehingga menuntut mereka menggunakan cara-cara yang tidak ramah dengan lingkungan seperti penggunaan jaring pukat trawl dan cantrang yang membuat anak ikan ikut terjaring serta rusaknya terumbu karang akibat pemberat jaring. Dalam eksploitasi menggunakan jaring pukat tersebut masyarakat nelayan menuai larangan menggunakan jaring pukat yang membuat masyarakat nelayan harus berhenti menggunakan jaring tersebut, namun karena tuntuntan ekonomi nelayan tradisional tetap menggunakan jaring tersebut, berbeda dengan nelayan modern yang tidak terlalu berpengaruh terhadap larangan tersebut namun tetap mengalami penurunan pendapatan, berbeda saat menggunakan jaring pukat trawl dan cantrang.

Daftar Pustaka

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: ArRuzz Media.

Surat Keputusan Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Nomor 2 Tahun 2015. Jakarta : Diperbanyak oleh kepala Biro Hukum dan Organisasi

Bahan Bacaan Mata Kuliah Anropologi Ekologi.