Masyarakat jawa adalah masyarakat yang hidup dan tinggal ditengah dan bagian timur pulau jawa, dalam lingkup budaya jawa. Sebagaimana terdapat di daerah pedalaman jawa, barat yogyakarta hingga kediri, mereka hidup sebagai petani (buruh tani), dan sebagian lagi hidup menjadi guru, pegawai negeri, dan sebagainya.(koentjaraningrat,1984).

Sebagian besar orang jawa tergolong bekerja kedalam sektor ekonomi primer yang salah satunya yaitu petani (buruh tani) dengan rumah kayu (gedheng) dan pekarangan rumah seadaanya. Dimana masyarakat jawa melihat bahwa dulu bekerja sebagai petani merupakan pekerjaan yang telah dilakukan secara turun-temurun , dulu para petani melihat bahwa bekerja menjadi seorang petani memiliki pendapatan jauh lebih besar dibandingkan bekerja sebagai seorang pegawai atau guru.

Namun sekarang masyarakat jawa menganggap bekerja sebagai buruh tani merupakan pekerjaan yang agak hina oleh karena itu sekarang mereka mulai melihat pekerjaan lain yang lebih bermartabat serta lebih terpandang di mata masyarakat yaitu bekerja sebagai guru atau pegawai negeri, yang mana guru merupakan pekerjaan pribadi dan profesi yang terhormat dalam masyarakat dan merupakan seorang yang memiliki kedudukan dan peranan dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, maka dari itu masyarakat mulai menginterpetasi guru sebagai pekerjaan yang mulia dan juga memiliki penghasilan besar dan stabil di bandingkan buruh tani yang memerlukan kekuatan fisik dalam pengelolaannya serta penghasilan yang tidak tentu, tergantung pada musim panen.

Sehingga pekerjaan guru lebih terpandang sehingga masuk kedalam golongan priyayi dibandingakan dengan bekerja sebagai buruh tani yang masuk kedalam golongan wong cilik.

Penulis memilih topik ini karena ingin memaparkan bahwa masyarakat jawa sebenarnya tergolong dalam penggolongan yang berbeda-beda. ( C.Geertz 1964) misalnya dengan jelas menggolongkan masyarakat jawa menjadi tiga golongan yaitu abangan, santri dan priyayi, dimana prespekif masyarakat tentang kebudayaan cenderung pada deskripsi kaum priyayi, ( H. Geertz ) membagi masyarakat jawa dalam dua golongan yaitu kaum priyayi dan wong cilik.

Kaum Priyayi ( guru ) itu merupakan pekerjaan yang mulia dan dan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar, dibandingkan bekerja sebagai buruh tani (wong cilik) dapat dilihat bahwa sekarang banyak sekali orang tua yang menyekolahkan anaknya pada sekolah tinggi keguruan.

 

HASIL  PEMBAHASAN

 Dalam masyarakat jawa ada dua golongan, Priyayi yang meliputi Pegawai (Guru) dan wong cilik ( orang kecil ) yang bekerja sebagai petani. Dalam pandangan masyarakat Jawa, secara sosio-kultural guru merupakan suatu profesi yang terhormat. Hal ini terungkap dari kata “guru” yang dalam bahasa Jawa menurut kerata basa atau jarwa dhosok merupakan kependekan dari digugu lan ditiru (dianut dan dicontoh). Bertolak dari kerata basa itu, maka guru merupakan pribadi dan profesi yang dihormati dalam masyarakat Jawa.

Mereka menjadi panutan dan contoh bagi masyarakat karena memiliki keahlian, kemampuan, dan perilaku yang pantas untuk dijadikan teladan. Karena pandangan masyarakat jawa tersebutlah guru masuk kedalam golongan priyayi yang mana mereka bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang halus.

Sedangkan penduduk desa yang bekerja disawah orang lain menyebut dirinya “buruh tani” ,walaupun di luar desanya mereka, mereka lebih suka dikenal sebagai “petani”. Mereka menganggap pekerjaan sebagai buruh tani sebagai pekerjaan yang agak hina dan oleh karena itu mereka berusaha menghindarinya dengan bekerja didesa lain. Walapun sering dikatakan bahwa parah buruh tani terpaksa pergi kedesa lain untuk mencari pekerjaan, karena didesa mereka sendiri persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sudah terlalu keras. Dapat dilihat bahwa mereka lebih suka bekerja tidak didesa mereka sendiri karena mereka merasa malu menjadi buruh tani.

Koenjaraningrat (1969: 51-513) menulis:

orang tani di indonesia terutama dijawa oada dasarnya menganggap hidupnya itu sebagai suatu hak yang buruk, penuh dosa dan kesengsaraan : tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus demikian saja menghindari hidup yang nyata dan menundurkan diri dengan bersembunyi dialam kebatinan atau dengan bertaps, ia malahan wajib untuk berbuat sebaik-baiknya dengan usaha dan iktisar. Orang petani di indoneisa bekerja untuk hidup, kadang-kadang kalau mungkin untuk mencapai kedudukan. Tetapi ia mempunyai perhatian untuk hari sekarang ini. Bagaimana hari kemudiannya, ia tak perduli; ia terlampau miskin untuk dapat memikirkan hal itu, hanya kadang-kadang ia rindu akan masa lampau, yang menurut dongeng orang tua merupakan suatu masa kejayaan”.

 

Dalam pandangan Masyarakat “Buruh tani” merupakan masyarakat yang memiliki penghasilan yang rendah dan mereka adalah orang kedua yang tidak memperoleh lambang status. Sehingga masyarakat buruh tani masuk kedalam kalangan masyarakat biasa ( wong cilik), orang yang memiliki aspirasi tinggi yaitu berusaha mencapai pendidikan setinggi mungkin agar dapat memperbaiki nasib hidupnya .

Jadi Masyarakat jawa dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu golongan priyayi yang terdiri dari lapisan atas misalnya raja dan keturunannya, kaum bangsawan, lapisan yang memerintah dan pegawai negeri (guru) dan golongan wong cilik sebagai lapisan rakyat biasa, yang diperintah sebagai petani, pedagang.

Dalam tradisi pun antara Kaum Priayayi ( guru ) dan wong cilik (buruh tani) memiliki tradisi yang berbeda yaitu budaya tinggi ( budaya ageng ) atau budaya terpelajar dan budaya rendah ( budaya alit ) atau budaya rakyat . bahwa budaya atau tradisi besar itu di pertahankan dan dikembangkan melalui sekolah-sekolah sedangkan budaya rendah adalah budaya yang mengalir melalui hidup dari masyarakat yang sederhana dan tak berpendidikan di desa. Tradisi besar ini tradisi yang dimiliki oleh pemikir dan kaum intelektual untuk pemahaman dan perkembangan. Mereka Antar golongan priyayi ( Guru ) dan wong cilik ( buruh tani ) semua mempunyai ciri-ciri lambang status yang berbeda-beda yang menjadi pegangan dalam bertingkah laku. Mereka mempunyai pandangan yang berbeda pula .

 

SIMPULAN

Menurut pandangan masyarakat Jawa Antara golongan Priyayi ( Guru ) dan Wong Cilik ( Buruh Tani ) mempunyai perbedaan dalam golongan dan tradisi yang mana guru adalah yang mempunyai struktur sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan “Buruh Tani”, Guru merupakan pekerjaan yang memiliki posisi terhormat dan pekerjaan yang lebih bermartabat serta lebih terpandang di mata masyarakat serta penghasilan yang lebih jelas berbeda dengan “Buruh Tani” merupakan masyarakat yang memiliki penghasilan yang rendah yang mana penghasilannya tergantung pada masa panen dan mereka adalah orang yang tidak memperoleh lambang status.

Sedangkan pada tradisi Antara golongan Priyayi ( Guru ) dan Wong Cilik ( Buruh Tani ) juga mempunyai Tradisi yang berbeda yang mana guru mempunyai budaya ageng (budaya tinggi) di pertahankan dan dikembangkan melalui sekolah-sekolah dan Buruh Tani mempunyai tradisi budaya alit (budaya rendah) yang mengalir melalui hidup dari masyarakat yang sederhana dan tak berpendidikan di desa. Jadi antara Guru dan Buruh Tani mempunyai struktur golongan dan Tradisi yang berbeda , menjadi pegangan dalam tindakan dan tingkah laku .

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa : Komunitas Bambu

Geertz, Clifford. 1983. Keluarga jawa : Grafiti Pers.